Review: Gemini Man (2019)


Dengan naskah cerita yang ditulis oleh David Benioff (Brothers, 2009), Billy Ray (Overlord, 2018), dan Darren Lemke (Goosebumps, 2015), film terbaru arahan Ang Lee yang berjudul Gemini Man berkisah mengenai seorang pembunuh bayaran bernama Henry Brogan (Will Smith) yang berniat untuk pensiun dari pekerjaannya seusai melaksanakan tugas terakhirnya. Alih-alih dapat menikmati masa pensiunnya dengan tenang, Henry Brogan lantas mengetahui bahwa dirinya telah menjadi korban pengkhianatan rekan kerjanya yang kini membuatnya dikejar oleh seorang pembunuh bayaran lainnya. Demi menyelamatkan nyawanya, Henry Brogan memulai masa pelarian sembari mulai mengumpulkan informasi lebih banyak mengenai siapa dalang penyebab nasib buruk yang kini mengikutinya. Bukan sebuah hal yang mudah untuk dilakukan. Pembunuh bayaran yang ditugaskan untuk membunuh Henry Brogan memiliki kecerdasan yang menyerupai dirinya, ketangguhan yang menyerupai dirinya, serta… tampilan wajah dan fisik yang juga menyerupai dirinya.

Dikenal sebagai seorang sutradara yang menghasilkan film-film dengan narasi pengisahan yang kuat seperti Sense and Sensibility (1995), Crouching Tiger, Hidden Dragon (2000), hingga Brokeback Mountain (2005), Lee sepertinya mulai terobsesi untuk mengeksplorasi berbagai jenis teknologi yang dapat mendukung presentasi cerita film-filmnya. Hal tersebut berhasil dilakukannya melalui Life of Pi (2012) yang sekaligus memenangkannya Oscar kedua sebagai Best Director pada ajang The 85th Annual Academy Awards. Jika Life of Pi mendalami presentasi gambar dalam gelaran tiga dimensi, Lee menyajikan Billy Lynn’s Long Halftime Walk (2016) dalam jumlah bingkai gambar berkecepatan 120 bingkai gambar setiap detiknya – dimana standar film umum dihadirkan dalam 24 bingkai gambar per detik, resolusi gambar yang berada pada tingkat resolusi gambar sebesar 4000 piksel serta, tentu saja, dalam balutan presentasi tiga dimensi. Billy Lynn’s Long Halftime Walk masih dapat dinikmati namun, jika dibandingkan dengan film-film yang terlahir pada awal karir Lee, film yang dibintangi Joe Alwyn dan Kristen Stewart tersebut jelas hadir dengan penataan kisah yang lebih lemah.

Meskipun Billy Lynn’s Long Halftime Walk mendapatkan sambutan yang tidak terlalu antusias baik dari para kritikus maupun para penikmat film dunia, Lee sepertinya masih belum mau berhenti untuk bermain dengan teknologi high frame rate. Gemini Man masih menggunakan teknologi yang serupa dengan Billy Lynn’s Long Halftime Walk namun dengan beberapa peningkatan kualitas yang mampu menjadikan barisan gambar dalam film ini tampil menjadi lebih jernih dan berkesan nyata. High frame rate yang digunakan Lee untuk penceritaan Gemini Man memang terbukti handal untuk menjadikan banyak bagian gambar film terasa efektif ketika disajikan dalam tiga dimensi. Gambar hadir jelas, tegas, dan mampu membuat penonton merasa mereka berada di tengah-tengah penceritaan yang sedang berjalan. Satu adegan dimana beberapa karakter sedang terlibat dalam insiden kejar-mengejar berhasil dieksekusi secara kuat. Atraksi yang menyenangkan.

Gemini Man, sayangnya, tidak mampu berbicara banyak ketika alur cerita filmnya tidak banyak menghadirkan adegan-adegan yang tampil mengagumkan dalam teknologi yang sedang dieksplorasi oleh Lee. Kualitas cerita Gemini Man memang tidak pernah terasa istimewa jika dibandingkan dengan film-film sepantarannya. Medioker. Tidak satupun diantara karakter maupun konflik yang dihadirkan dapat bekerja dengan baik guna membentuk sebuah kesatuan penceritaan yang menarik. Hal ini masih ditambah dengan banyaknya adegan-adegan gimmick yang terasa hanya diciptakan untuk membuat penonton merasa kagum dengan presentasi teknologi yang sedang digunakan. Cukup melelahkan untuk diikuti, khususnya ketika hampir seluruh elemen cerita dalam film ini terasa datar dan gagal untuk benar-benar menarik perhatian.

Oh. Dan Smith memerankan dua karakter berbeda dalam film ini. Sesosok karakter pria berusia 51 tahun dan sesosok pria lain yang berusia 20-an tahun. Karakter yang lebih muda tersebut dihadirkan dengan menggunakan teknologi yang memudakan penampilan Smith. Bukan sebuah hal yang buruk – jika saja film ini tidak terus mengeksploitasi karakter tersebut dengan konflik dan barisan dialog yang terdengar menggelikan. Barisan pemeran Gemini Man sebenarnya telah berusaha kuat untuk setidaknya hadir dengan penampilan paling meyakinkan. Sayang, sekuat apapun penampilan yang diberikan Smith, Mary Elizabeth Winstead, Clive Owen, dan Benedict Wong, Gemini Man tetap tidak mampu untuk bangkit dari keterpurukan kualitas pengisahannya. Sebuah presentasi keseluruhan yang buruk – baik bagi catatan karir penyutradaraan Lee maupun dalam catatan rilisan film di sepanjang tahun ini.

popcornpopcornpopcorn2popcorn2popcorn2

gemini-man-will-smith-mary-elizabeth-winstead-movie-posterGemini Man (2019)

Directed by Ang Lee Produced by Jerry Bruckheimer, David Ellison, Dana Goldberg, Don Granger Written  by David Benioff, Billy Ray, Darren Lemke (screenplay), Darren Lemke, David Benioff (story) Starring Will Smith, Mary Elizabeth Winstead, Clive Owen, Benedict Wong, Linda Emond, Theodora Miranne, Douglas Hodge, Ilia Volok, E.J. Bonilla, Björn Freiberg Music by Lorne Balfe Cinematography Dion Beebe Edited by Tim Squyres Production company Skydance Media/Jerry Bruckheimer Films/Fosun Pictures/Alibaba Pictures Running time 117 minutes Country United States Language English

One thought on “Review: Gemini Man (2019)”

Leave a Reply