Review: Solo: A Star Wars Story (2018)


Dirilis setelah Rogue One: A Star Wars Story (Gareth Edwards, 2016) dan merupakan film kedua dalam seri film Star Wars Anthology yang dirancang The Walt Disney Company serta Lucasfilm Ltd. untuk mengisi senggang waktu dua tahun dari jarak perilisan tiap film utama Star Wars, Solo: A Star Wars Story menghadirkan pengisahan masa muda dari karakter Han Solo (Alden Ehrenreich) jauh sebelum dirinya terlibat dalam berbagai konflik yang digambarkan dalam Star Wars: Episode IV – A New Hope (George Lucas, 1977). Melalui film ini, penonton dapat mengenal bangunan kepribadian Han Solo dengan mengikuti momen-momen penting yang nantinya turut membantu karakter tersebut menjadi salah satu karakter ikonik di dunia perfilman: mulai dari momen ia mendapatkan nama Han Solo, perkenalannya dengan Chewbacca (Joonas Suotamo) dan Lando (Donald Glover) yang merupakan pemilik awal dari kapal angkasa Millennium Falcon, serta kisah romansanya dengan Qi’ra (Emilia Clarke) yang terbentuk sebelum ia bertemu dengan Princess Leia Organa.  Tentu saja, Solo: A Star Wars Story juga akan melibatkan Han Solo dalam serangkaian petualangan yang menuntutnya untuk tampil dalam adegan-adegan penuh aksi.

Tidak seperti Rogue One: A Star Wars Story, naskah cerita Solo: A Star Wars Story yang digarap oleh Lawrence Kasdan (Star Wars: The Force Awakens, 2015) dan Jonathan Kasdan (In the Land of Women, 2007) berjalan dengan cukup santai tanpa berusaha terlalu keras untuk memberikan berbagai tautan referensi pada konflik maupun karakter yang telah dihadirkan pada film-film Star Wars sebelumnya. Di saat yang bersamaan, kedua penulis naskah film juga tidak lantas melakukan perubahan radikal pada jalan maupun warna pengisahan Solo: A Star Wars Story. Ciri karakter maupun konflik bahkan seringkali terasa meminjam dari garisan cerita yang telah dikisahkan oleh film-film Star Wars pendahulunya. Hal ini yang kemudian membuat Solo: A Star Wars Story terasa cukup hambar bahkan ketika Lawrence Kasdan dan Jonathan Kasdan telah mengolah dan mengembangkan barisan konflik film mereka dengan cukup baik.

Hal lain yang turut membuat Solo: A Star Wars Story gagal untuk tampil dengan warna pengisahan yang lebih kuat adalah pengarahan berkualitas relatif aman yang diberikan oleh sutradara Ron Howard. Howard – yang menggantikan posisi Phil Lord dan Christopher Miller enam bulan setelah proses produksi film ini berjalan – sebenarnya tidak memberikan pengarahan yang buruk. Namun, ketika film-film lain dalam seri Star Wars berusaha untuk memberikan pembaharuan rasa maupun atmosfer cerita guna menghadirkan penyegaran dalam pengisahan film yang telah berusia lebih dari empat dekade, pengarahan Howard justru tampil terlalu kaku. Tidak mengherankan jika kemudian kualitas produksi film ini – mulai dari tata desain produksi, sinematografi, tata busana dan rias, hingga tata musik dan gambar – tampil di bawah standar film-film Star Wars di era modern.

Bagian terbaik yang muncul dari pengisahan Solo: A Star Wars Story sendiri datang dari eksplorasi yang kuat dan mendalam yang dilakukan film ini terhadap kisah persahabatan antara karakter Han Solo dan Chewbacca. Hubungan tersebut mampu tergarap secara meyakinkan – perlahan menumbuhkan kedekatan yang tampil secara alami antara kedua karakter tersebut untuk kemudian berkembang menjadi jalinan rasa kepercayaan serta kepedulian yang erat dan tak terpisahkan. Penyajian kisah tentang asal usul sekaligus masa lalu dari karakter Chewbacca juga turut memperkuat sentuhan elemen emosional – serta beberapa unsur komedi yang cukup menghibur – yang dibenamkan pada cerita persahabatan Han Solo dengan Chewbacca.

Departemen akting Solo: A Star Wars Story hadir dengan kualitas yang solid. Ehrenreich adalah aktor dengan kapabilitas akting yang tidak mengecewakan dan penampilan yang akan membuatnya begitu mudah disukai. Namun, tugas untuk mengisi posisi yang dahulu berhasil dihidupkan Harrison Ford dengan sempurna jelas bukanlah sebuah permasalahan yang gampang. Ehrenreich tidak memiliki kharisma penampilan selugas dan sekuat Ford. Tidak mengherankan bila kemudian karakter Han Solo seringkali tenggelam oleh karakter-karakter lain yang berada di sekitarnya dan diperankan oleh Glover, Woody Harrelson, atau malah Paul Bettany dan Thandie Newton yang karakternya hadir dengan kapasitas cerita yang terbatas. Dengan karakter yang begitu eksentrik, Glover berhasil membawa karakter Lando tampil untuk mencuri perhatian di setiap kehadirannya. Begitu pula dengan penampilan Clarke sebagai Qi’ra – meskipun plot kisah romansanya dengan karakter Han Solo tidak begitu mampu dikembangkan dengan lebih baik.

Garapan yang diberikan Howard kepada Solo: A Star Wars Story jelas bukanlah sebuah presentasi yang buruk. Penonton, khususnya mereka yang telah menggemari seri film Star Wars sekian lama, jelas akan tetap mampu mengapresiasi sebuah pengisahan penuh mengenai latar belakang masa lalu dari salah satu sosok karakter vital dalam semesta Star Wars. Namun, dengan penggarapan yang terasa setengah hati – dan mudah terlupakan begitu saja, akan dapat dengan mudah untuk menuding Solo: A Star Wars Story (dan mungkin seluruh seri dalam Star Wars Anthology) sebagai produk yang digarap The Walt Disney Company dan Lucasfilm Ltd. hanya untuk mendapatkan keuntungan komersial belaka dengan tanpa pernah memberikan film ini arti yang cukup esensial untuk keberadaannya. A mediocre Star Wars movie. [C]

solo-a-star-wars-story-alden-ehrenreich-movie-posterSolo: A Star Wars Story (2018)

Directed by Ron Howard Produced by Kathleen Kennedy, Allison Shearmur, Simon Emanuel Written by Jonathan Kasdan, Lawrence Kasdan (screenplay), George Lucas (characters) Starring  Alden Ehrenreich, Woody Harrelson, Emilia Clarke, Donald Glover, Thandie Newton, Phoebe Waller-Bridge, Joonas Suotamo, Paul Bettany, Ray Park, Sam Witwer, Jon Favreau, Linda Hunt, Jonathan Kasdan, Toby Hefferman, Ian Kenny, Clint Howard, Anthony Daniels, Kiran Shah, Warwick Davis Music by John Powell, John Williams Cinematography Bradford Young Edited by Pietro Scalia Production company Lucasfilm Ltd. Running time 135 minutes Country United States Language English

3 thoughts on “Review: Solo: A Star Wars Story (2018)”

Leave a Reply