Review: Dear Nathan Hello Salma (2018)


Lebih dari setahun semenjak perilisan Dear Nathan (Indra Gunawan, 2017) yang menandai kali pertama keduanya berpasangan dalam sebuah film – dan dalam perjalanan masa yang cukup singkat tersebut, percaya atau tidak, keduanya kemudian tampil bersama dalam lima film lainnya – Jefri Nichol dan Amanda Rawles kembali memerankan karakter pasangan muda Nathan dan Salma dalam film yang menjadi sekuel bagi Dear Nathan, Dear Nathan Hello Salma. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Bagus Bramanti (Kartini, 2017) berdasarkan buku Hello Salma karangan Erisca Febriani, Dear Nathan Hello Salma, tentu saja, masih memberikan fokus ceritanya pada perjalanan hubungan asmara yang terjalin antara dua karakter utamanya. Namun, selayaknya sebuah sekuel, film ini kemudian turut berusaha untuk menghadirkan cakupan wilayah penceritaan yang lebih besar daripada hubungan romansa antara karakter Nathan dan Salma dengan menggariskan karakter-karakter baru yang turut membawa barisan konflik baru pada kehidupan kedua karakter utama.

Pada awal pengisahan Dear Nathan Hello Salma, hubungan asmara antara Nathan (Nichol) dan Salma (Rawles) digambarkan berjalan semakin harmonis. Nathan juga telah berdamai dan memperbaiki hubungannya dengan sang ayah (Surya Saputra). Namun, ketika Nathan kembali terlibat sebuah perseteruan fisik yang lantas membuatnya harus keluar dari sekolah, Salma berang dan menganggap Nathan adalah sosok pemuda yang tidak akan mampu mengubah kepribadian bengalnya. Salma lantas memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Nathan. Putus dari Salma, Nathan mulai menyibukkan diri dengan kehidupan barunya: lingkungan sekolah baru, teman-teman baru, dan seorang gadis bernama Rebecca (Susan Sameh) yang kini sering menghabiskan waktu bersamanya. Di saat yang bersamaan, Salma justru merasakan frustasi yang besar ketika ayahnya (Gito Gilas) memaksanya untuk melanjutkan kuliah pada jurusan yang sebenarnya tidak ia minati sekaligus menjodohkannya dengan teman masa kecilnya, Ridho (Devano Danendra), yang sebenarnya sangat ia tidak sukai.

Tidak seperti Dear Nathan yang memberikan perhatian penuh pada jalinan kisah cinta antara karakter Nathan dan Salma, Dear Nathan Hello Salma menyajikan presentasi kisah dengan tatanan pengisahan yang terasa lebih kompleks. Selain menghadirkan karakter-karakter baru yang kemudian mendorong keberadaan barisan konflik baru dalam linimasa penceritaan film, Dear Nathan Hello Salma juga berusaha mewarnai naskah ceritanya dengan tema-tema yang jelas dekat dengan kehidupan remaja – yang, tentu saja, menjadi target penonton utama dari seri film ini. Problema-problema seperti “target hidup” yang diletakkan orangtua di pundak sang anak, tekanan yang datang dari teman sebaya, atau rasa depresi dan kesendirian yang sering dirasakan para remaja menjadi elemen yang cukup krusial dalam penceritaan Dear Nathan Hello Salma. Sebuah pilihan yang membuat film ini tampil lebih berisi namun, sayangnya, gagal dikelola dengan penyampaian yang lebih baik.

Permasalahan utama dari perjalanan cerita Dear Nathan Hello Salma adalah naskah cerita film terasa tidak mampu mengendalikan dengan penuh berbagai konflik yang ingin dikisahkannya. Bahkan, untuk sebuah film yang memuat nama karakter Salma dalam judulnya, naskah cerita Dear Nathan Hello Salma terasa menjauhkan diri dari karakter tersebut dan seringkali menempatkannya pada bagian pengisahan sekunder. Hasilnya, tidak ada satu pun konflik yang tampil dalam pengisahan film ini hadir dengan pengolahan yang matang. Bukan berarti Dear Nathan Hello Salma adalah sebuah presentasi cerita yang buruk. Dengan ambisi untuk tampilan cerita yang lebih mendalam, film ini hadir dengan kekuatan penggarapan dan pengarahan cerita yang kurang maksimal. Momen-momen terbaik dalam film ini justru hadir ketika fokus cerita dikembalikan pada hubungan romansa antara karakter Nathan dan Salma – baik ketika mereka digambarkan sedang dalam masa harmonis atau saling berseteru atau saling merindukan kehadiran satu sama lain atau ketika sedang berusaha untuk memperbaiki hubungan asmara keduanya.

Elemen terkuat dari Dear Nathan Hello Salma jelas berasal dari penampilan para pengisi departemen aktingnya. Nichol dan Rawles masih sangat mampu menghadirkan chemistry yang begitu hangat bagi kedua karakter yang mereka perankan. Tidak hanya dengan Rawles, Nichol juga sukses membuat hubungan antara karakternya dengan karakter Rebecca yang diperankan oleh Sameh menjadi sangat mudah untuk disukai – yang jelas mampu membuat goyah iman sebagian penonton dan percaya bahwa karakter Nathan harusnya menjalin hubungan yang lebih dalam dengan karakter Rebecca. Nichol’s definitely the heart of the movie. Penampilannya selalu berhasil membawakan nyawa dan energi kuat dalam setiap adegan. Sameh juga mampu mencuri perhatian. Pemeran lain seperti Saputra dan Gilas semakin menambah solid kualitas departemen akting dari Dear Nathan Hello Salma. [C]

dear-nathan-hello-salma-jefri-nichol-amanda-rawles-film-indonesia-movie-posterDear Nathan Hello Salma (2018)

Directed by Indra Gunawan Produced by Gope T. Samtani Written by Bagus Bramanti (screenplay), Erisca Febriani (novel, Hello Salma) Starring Jefri Nichol, Amanda Rawles, Susan Sameh, Devano Danendra, Surya Saputra, Karina Suwandi, Gito Gilas, Diandra Agatha, Sonia Alexa, Zoe Abbas Jackson, Rendi Jhon, Ozan Arkananta, Talu Prussia, Bramanta Sadhu, Firman Ferdiansyah, Miranty Dewi Music by Andhika Triyadi Cinematography Mandela Majid Editing by Ryan Purwoko Studio Rapi Films Running time 102 minutes Country Indonesia Language Indonesian

3 thoughts on “Review: Dear Nathan Hello Salma (2018)”

Leave a Reply