Review: Red Sparrow (2018)


Kembali berada di bawah arahan sutradara Francis Lawrence – yang dahulu mengarahkannya dalam dua seri The Hunger Games, The Hunger Games: Catching Fire (2013) serta The Hunger Games: Mockingjay – Part 1 (2014) dan The Hunger Games: Mockingjay – Part 2 (2015), Jennifer Lawrence tampil sebagai seorang agen rahasia berkewarganegaraan Rusia yang kehidupannya dipenuhi dengan begitu banyak intrik dalam Red Sparrow. Diadaptasi dari buku berjudul sama karya Jason Matthews, Red Sparrow sekilas mungkin terlihat sebagai sebuah film yang mengedepankan deretan aksi menegangkan seorang karakter agen rahasia perempuan seperti halnya Salt (Phillip Noyce, 2010) atau Atomic Blonde (David Leitch, 2017). Bukan sebuah praduga yang salah. Namun, jika ingin memberikan sebuah perbandingan, Red Sparrow lebih terasa memiliki kedekatan dengan film-film bertema sama yang diadaptasi dari buku karya John le Carré seperti Tinker Tailor Soldier Spy (Tomas Alfredson, 2011), A Most Wanted Man (Anton Corbijn, 2014), atau Our Kind of Traitor (Susanna White, 2016): memiliki intrik maupun konflik beraroma politik yang kental, deretan karakter yang hadir dengan kepribadian yang misterius, serta disampaikan dengan ritme pengisahan yang seringkali terasa bergerak cukup lamban. Pretty intriguing.

Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Justin Haythe (Revolutionary Road, 2008), jalan cerita Red Sparrow bermula ketika seorang balerina dengan masa depan yang cerah, Dominika Egorova (Jennifer Lawrence), mengalami sebuah kecelakaan yang secara seketika menenggelamkan masa depan cerahnya tersebut. Dengan tanggungjawabnya untuk merawat sang ibu (Joely Richardson) yang sakit-sakitan, Dominika Egorova akhirnya menerima tawaran sang paman, Ivan Dimitrevich Egorov (Matthias Schoenaerts), untuk bergabung dengan badan intelijen milik pemerintahan Rusia. Setelah berbulan-bulan melalui masa pelatihan, Dominika Egorova akhirnya mendapatkan tugas pertamanya yaitu untuk menggoda seorang agen rahasia asal Amerika Serikat, Nate Nash (Joel Edgerton), guna mendapatkan nama agen rahasia asal Rusia yang diduga berkhianat pada tugas negaranya. Bukan sebuah permasalahan gampang, khususnya ketika Dominika Egorova mulai benar-benar jatuh hati pada ketampanan Nate Nash.

Memang, tidak ada hal yang benar-benar baru dalam penuturan kisah Red Sparrow. Seperti film-film sepantarannya, konflik yang disajikan dalam jalan cerita film ini tampil kental dengan tema-tema seperti kekerasan, tipu daya, intrik politik, aksi balas dendam, dan, tentu saja, seks. Familiar. Meskipun begitu, Haythe tetap mampu memberikan pengolahan tekstur cerita yang cukup mulus bagi pengisahan Red Sparrow yang dipenuhi banyak lapisan dan kejutan. Hal yang sama juga dapat dirasakan pada pengembangan setiap karakter yang tampil dalam penceritaan film. Red Sparrow menghadirkan cukup banyak karakter pendukung yang memberikan warna maupun kontribusi tersendiri bagi bangunan intensitas cerita. Deretan karakter tersebut kemudian ditempatkan secara seksama untuk menjalin dan kemudian mempertahankan ikatan perhatian penonton pada Red Sparrow. Berhasil, bahkan ketika film ini disampaikan dalam durasi pengisahan sepanjang 140 menit.

Struktur pengisahan berlapis dan mengandalkan banyak susunan dialog yang terdapat pada Red Sparrow harus diakui memang merupakan hal yang baru dan berbeda dari film-film arahan Francis Lawrence sebelumnya. Beruntung, Francis Lawrence tetap mampu memberikan kemampuan pengarahan terbaiknya. Tentu, Francis Lawrence sebenarnya dapat saja membuang sebagian intrik dan karakter yang tidak begitu dibutuhkan dalam penceritaan Red Sparrow yang disajikannya dalam ritme pengisahan yang bernada lamban dan kelam. Namun, kehandalan Francis Lawrence dalam menjaga tempo dan arah pengisahan film berhasil mencegah film ini untuk jatuh dalam atmosfer pengisahan yang membosankan maupun monoton. Tatanan kualitas produksi film – mulai dari tata musik garapan James Newton Howard, tata sinematografi arahan Jo Willems, dan penyuntingan gambar oleh Alan Edward Bell – juga semakin mengokohkan solidnya tampilan film secara keseluruhan.

Tetap saja, presentasi Red Sparrow tidak akan mampu tampil menarik dan kuat jika tanpa kehadiran Jennifer Lawrence yang begitu menggoda. Sebagai sosok Dominika Egorova yang menyimpan begitu banyak luka emosional – yang akhirnya justru digunakannya sebagai kekuatan untuk mendapatkan berbagai keinginannya, Jennifer Lawrence tampil maksimal dalam berbagai adegan aksi maupun drama yang melibatkan karakter yang ia perankan. Chemistry yang ia jalin bersama dengan Edgerton juga mampu menambah aroma seksual pada jalan pengisahan film yang kemudian menjadikan Red Sparrow semakin menggigit. Francis Lawrence juga begitu beruntung mendapatkan barisan pemeran pendukung seperti Richardson, Schoenaerts, Charlotte Rampling, hingga Jeremy Irons, Ciaran Hinds, dan Mary-Louise Parker. Komposisi departemen akting yang hadir nyaris tanpa cela.

Red Sparrow tampil bukannya tanpa kelemahan pada berbagai sudut presentasinya. Sebagai sebuah film yang bertumpu pada deretan dialog, karakter-karakter yang tampil dengan lapisan kepribadian yang rumit, dan ritme pengisahan yang berkembang secara perlahan, Red Sparrow jelas akan mampu mengalienasi beberapa penonton yang mengharapkan film ini untuk tampil sebagai sebuah film yang hadir sebagai sebuah film aksi yang maksimal. Meskipun begitu, dengan pengolahan cerita yang handal serta penampilan Jennifer Lawrence yang benar-benar memikat, Red Sparrow mampu menjadi sebuah presentasi drama spionase yang cukup unggul. [B-]

red-sparrow-jennifer-lawrence-joel-edgerton-movie-posterRed Sparrow (2018)

Directed by Francis Lawrence Produced by Peter Chernin, Steven Zaillian, Jenno Topping, David Ready Written by Justin Haythe (screenplay), Jason Matthews (book, Red SparrowStarring Jennifer Lawrence, Joel Edgerton, Jeremy Irons, Matthias Schoenaerts, Charlotte Rampling, Mary-Louise Parker, Joely Richardson, Thekla Reuten, Sergej Onopko, Ciaran Hinds, Bill Camp, Hugh Quarshie, Sakina Jaffrey, Douglas Hodge, Sasha Frolova, Kristof Konrad Music by James Newton Howard Cinematography Jo Willems Edited by Alan Edward Bell Production company TSG Entertainment/Chernin Entertainment Running time 140 minutes Country United States Language English

Leave a Reply