Review: Blue Valentine (2010)


Penulis sekaligus sutradara, Derek Cianfrance, mencoba untuk menganalisa proses terbentuknya dan mulai terpecahnya sebuah pernikahan lewat Blue Valentine, film yang menjadi karya keduanya setelah merilis Brother Tied pada tahun 1998 lalu. Film ini menampilkan kehidupan pasangan Dean dan Cindy (Ryan Gosling dan Michelle Williams) dalam jangka waktu tujuh tahun masa perkenalan dan pernikahan mereka dalam sederetan adegan yang menampilkan masa tersebut dalam alur maju dan mundur. Cianfrance membuktikan bahwa ia adalah seorang sutradara yang sangat berbakat dalam mengarahkan aktornya. Sayangnya, beberapa kelemahan yang terdapat pada proses penceritaan sendiri membuat Blue Valentine terasa sedikit hambar pada beberapa bagian.

Kisahnya percintaan Dean dan Cindy sendiri dimulai ketika Dean, seorang pemuda tampan yang bekerja di sebuah moving company di Brooklyn, bertemu dengan Cindy, seorang mahasiswi kedokteran cerdas yang sedang bermasalah dengan kekasihnya, Bobby (Mike Vogel), di sebuah panti jompo. Walau pada awalnya berusaha menolak kehadiran Dean di dalam kehidupannya, pertemuan yang tidak disengaja antara keduanya di sebuah bus membuat Cindy semakin mengenal siapa Dean sebenarnya, dan lama-kelamaan, mulai jatuh hati dengan pria tersebut.

Seperti pasangan lainnya yang sedang dimabuk cinta, Dean dan Cindy menghabiskan waktu berdua dengan berbagai kebahagiaan. Tantangan terbesar dari cinta mereka datang ketika Cindy mengetahui bahwa dirinya tengah hamil, dan merasa bahwa janin tersebut adalah milik mantan kekasihnya, Bobby, dan bukan milik Dean. Setelah sebuah proses aborsi yang gagal, Dean akhirnya setuju untuk menikahi Cindy dan menerima janin tersebut sebagai anaknya. Tentu, proses pernikahan tidak hanya terjadi selama pesta pernikahan berlangsung. Blue Valentine kemudian menganalisa bagaimana Dean dan Cindy menghadapi naik turunnya perjalanan pernikahan itu sendiri.

Tidak seperti halnya Revolutionary Road (2008), sebuah gambaran depresif lainnya mengenai sebuah pernikahan, Blue Valentine tidak mencoba untuk mencari karakter mana yang menjadi titik lemah dalam pernikahan Dean dan Cindy. Bahkan, jalan cerita film ini tidak begitu jelas dalam menggambarkan mengapa pasangan yang awalnya begitu mencintai menjadi pasangan yang kemudian saling membenci satu sama lain. Ini yang sempat membuat penonton akan meraba-raba dan menduga-duga di sepanjang jalan cerita. Namun, penonton tentunya dapat merasakan bahwa alur komunikasi yang berjalan tidak efektif antara keduanya merupakan faktor utama yang menjadi penghalang keduanya dalam menjalin sebuah hubungan pernikahan yang sehat.

Dean dan Cindy juga merupakan dua karakter yang sama sekali tidak memiliki latar belakang dan pengetahuan mengenai bagaimana membentuk sebuah keluarga. Dean terlahir dari keluarga yang broken home, sementara Cindy, walaupun kedua orangtuanya tidak pernah bercerai, namun merupakan pasangan yang tidak pernah saling menghormati satu sama lain. Adalah sangat jelas di sepanjang jalan cerita Blue Valentine, Dean dan Cindy merupakan pasangan yang mengira bahwa rasa cinta, seks dan kontak fisik adalah sebuah faktor yang terpenting dalam sebuah pernikahan. Ketika faktor tersebut mengalami pengurangan dalam kehidupan mereka, ketika itu juga kehidupan pernikahan mereka mulai menemui banyak hambatan.

Blue Valentine ditampilkan dengan sebuah proses cerita yang membuat setiap penontonnya dapat membandingkan bagaimana kehidupan Dean dan Cindy sebelum dan sesudah pernikahan. Hal ini dilakukan lewat deretan adegan yang melompat antara adegan yang berlangsung di masa sekarang dengan adegan yang berlangsung di masa lalu lewat proses pengeditan yang sangat cerdas. Hasilnya, tiap adegan mampu merangkai tiap aliran emosi dengan sangat baik dan tak pernah kehilangan satupun momen emosional di tiap ceritanya. Tiap emosi ditampilkan saling berlawanan — masa-masa bahagia sebelum pernikahan terjadi dan masa-masa depresi ketika pernikahan itu berlangsung – yang membuat Blue Valentine begitu nyata dan jujur.

Hasil terbaik itu juga didorong dengan kemampuan dua aktor utamanya, Ryan Gosling dan Michelle Williams. Gosling dan Williams menampilkan karakter mereka dengan chemistry yang tercipta begitu alami. Tampil bersama di sepanjang 112 menit durasi film ini berjalan, Gosling dan Williams merupakan elemen terpenting dalam Blue Valentine dan menjadikan kisah film ini terasa begitu manis pada awalnya, namun begitu menyesakkan dan menyakitkan di bagian lain. Kehadiran mereka juga yang akan membuat Blue Valentine begitu terasa personal bagi beberapa kalangan penontonnya, khususnya ditambah dengan deretan dialog yang begitu terasa puitis dan mendalam, sinematografi yang indah serta deretan lagu-lagu yang mampu meningkatkan setiap tampilan emosi yang ada.

Untuk mengatakan Blue Valentine adalah sebuah gambaran pesimistik mengenai sebuah pernikahan, mungkin bukan merupakan cara terbaik untuk mendeskripsikan film ini. Blue Valentine lebih baik untuk digambarkan sebagai potret jujur dari sebagian pernikahan yang menemui jalan buntu di dalam perjalanannya. Derek Cianfrance mampu mengeluarkan kemampuan akting terbaik dari Ryan Gosling dan Michelle Williams sekaligus menampilkan jalan cerita film ini dengan sentuhan tata teknis yang sangat tidak mengecewakan yang kemudian membuat Blue Valentine menjadi sebuah drama percintaan depresif yang penuh dengan momen-momen emosional yang mendalam.

Blue Valentine (Hunting Lane Films/Silverwood Films/The Weinstein Company, 2010)

Blue Valentine (2010)

Directed by Derek Cianfrance Produced by Lynette Howell, Alex Orlovsky, Jamie Patricof Written by Derek Cianfrance, Cami Delavigne, Joey Curtis Starring Ryan Gosling, Michelle Williams, Mike Vogel, Faith Wladyka, John Doman, Ben Shenkman Music by Grizzly Bear Cinematography Andrij Parekh Editing by Jim Helton, Ron Patane Studio Hunting Lane Films/Silverwood Films Distributed by The Weinstein Company Running time 112 minutes Country United States Language English

2 thoughts on “Review: Blue Valentine (2010)”

  1. I really really love this movie!! =) -walaupun cerita yang ditawarkan begitu sedih, bahkan hingga film ini berakhir…

    Saya rasa kekuatan utama film ini memang pada akting memukau dari para pemainnya…

  2. 5 bintang untuk film ini, sebenarnya pernikahan mereka jadi hambar karena masalah ekonomi kan? ternyaata ngga di Indonesia di barat sana, masalah ekonomi bisa memupuskan cinta.

Leave a Reply