Baiklah. Waktunya untuk meninggalkan berbagai kenangan buruk di sinema dan mengingat kembali film-film terbaik yang telah dirilis pada sepanjang tahun 2013 lalu. First of all… At the Movies akan menghadirkan Best Indonesian Movies of 2013. Sama seperti tahun 2012, secara komersial, industri film Indonesia terasa begitu goyah di paruh awal tahun ketika banyak film Indonesia yang dirilis gagal untuk menarik perhatian penonton untuk kemudian menghilang begitu saja ketika baru dirilis dalam tempo yang begitu terbatas. Namun, secara perlahan, beberapa film seperti Cinta Brontosaurus, Coboy Junior the Movie serta Taman Lawang berhasil membawa euforia tersendiri bagi penonton film Indonesia dan membuat ketiganya mampu meraih jumlah raihan di atas lima ratus ribu penonton. Keberhasilan tersebut bahkan mencapai puncaknya ketika dua rilisan di bulan Desember, 99 Cahaya di Langit Eropa dan Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, mampu meraih lebih dari satu juta penonton.
Secara kualitas… well… terlepas dari masih banyaknya film-film yang berkualitas sangat mengecewakan yang dirilis di layar lebar, beberapa sineas Indonesia semakin berani menunjukkan kreatifitas dalam menggarap film-film mereka melalui ide maupun penggarapan cerita yang masih cukup jarang ditemukan pada film-film Indonesia lainnya. Terasa sangat menyegarkan! Diantara film-film tersebut, sepuluh diantaranya dinilai At the Movies memiliki kualitas yang lebih menonjol dari yang lain. Berikut sepuluh film Indonesia terbaik di sepanjang tahun 2013 yang lalu.
Maju terus film Indonesia!
01. What They Don’t Talk About When They Talk About Love (Director: Mouly Surya | Cinesurya Pictures/Amalina Pictures, 2013)
Kenapa? First of all… that extravagant title! Judul yang bahkan akan membuat setiap orang jatuh cinta ketika mereka mulai mencoba melafalkannya. On a more serious note… What They Don’t Talk About When They Talk About Love adalah sebuah pencapaian yang berhasil menunjukkan bahwa Mouly Surya bukanlah seorang sutradara kemarin sore yang hanya beruntung dapat memenangkan empat penghargaan Festival Film Indonesia melalui debut penyutradaraannya. No! She’s a real deal. Lewat naskah yang ia garap sendiri, Mouly mampu menghadirkan sebuah tema penceritaan yang mungkin terkesan begitu sederhana namun dengan sudut pandang yang begitu segar, unik dan cerdas. Yang paling penting, Mouly memiliki visi yang kuat akan jalan cerita yang ingin ia hadirkan – baik dari presentasi gambar, suara maupun bagaimana para pemeran film ini menghidupkan karakter yang mereka perankan. Hal itulah yang membuat What They Don’t Talk About When They Talk About Love mampu berjalan begitu kelam sekaligus menghibur di saat yang sama. Sebuah presentasi yang sangat istimewa dari salah seorang sutradara tercerdas di Indonesia.
02. Sokola Rimba (Director: Riri Riza | Miles Films, 2013)
Sokola Rimba memiliki premis penceritaan yang mungkin telah dimiliki oleh jutaan film di dunia – dan bahkan juga sangat digemari oleh banyak sineas film Indonesia lainnya: kisah mengenai sesosok karakter yang terlepas dari latar belakangnya yang berpendidikan tinggi dan dapat saja meraih pekerjaan yang mencukupi kehidupannya lebih memilih untuk mengabdikan hidupnya dengan memberikan pendidikan bagi anak-anak yang berada di pedalaman hutan. Oh. And it’s based on a true story. Namun, di tangan Riri Riza – yang sebelumnya telah sangat berpengalaman dalam mengolah film yang juga kental dengan tema pendidikan seperti Laskar Pelangi (2008) dan Sang Pemimpi (2009), tema penceritaan konvensional tersebut mampu diramu menjadi sebuah sajian yang begitu mengikat dan emosional. Penampilan prima dari Prisia Nasution dan jajaran pemeran muda yang berasal dari anak-anak suku Anak Dalam, Jambi juga semakin membuat kualitas film ini mampu bergerak begitu dinamis dalam becerita. Sederhana namun begitu hangat dalam penyampaiannya.
03. Cinta Dalam Kardus (Director: Salman Aristo | Kompas Gramedia Studio, 2013)
Raditya Dika adalah bintang utama dari industri film Indonesia di sepanjang tahun 2013. Di sepanjang tahun lalu, Raditya Dika membintangi tiga film yang dua diantaranya mampu meraih lebih dari satu juta penonton. Ironisnya, Cinta Dalam Kardus adalah film dengan jumlah raihan penonton paling minimalis dari ketiganya. Namun, secara kualitas, Cinta Dalam Kardus adalah pemenang utama! Dengan bantuan Salman Aristo, Raditya Dika berhasil menggarap secara cerdas tema penceritaan yang sebenarnya telah terlalu sering ditampilkan dalam sajian komedinya sehingga mampu menjadi sebuah sajian yang tidak hanya berhasil tampil lucu dan menghibur, namun juga bergerak secara aktif dalam menyentuh sisi emosional setiap penontonnya. Dukungan kreativitas yang begitu tinggi dalam penyajian desain produksi, tata musik sekaligus penampilan para pemeran pendukung juga semakin membuat Cinta dalam Kardus tampil semakin kuat. Unik, cerdas serta tidak melupakan sentuhan sisi emosional, Cinta dalam Kardus adalah sajian komedi terbaik yang pernah hadir di industri film Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
04. Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck (Director: Sunil Soraya | Soraya Intercine Films, 2013)
Kisah romansa Indonesia tidak pernah hadir semegah ini – well… setidaknya tidak dalam kurun beberapa tahun terakhir. Meskipun sama sekali bukanlah sebuah presentasi yang sempurna, Sunil Soraya berhasil memberikan sentuhan terbaik pada Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck yang merupakan hasil adaptasi dari novel legendaris Indonesia berjudul sama karya Buya Hamka. Didukung dengan naskah cerita yang secara padat dan kuat berhasil merangkum versi novel dari film ini – meskipun beberapa bagian tetap saja dapat dihilangkan guna meringkas jalan penceritaan, Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck tampil begitu lancar dalam bercerita sehingga mampu menghasilkan banyak momen yang mengharu biru dari kisah cinta yang dihadirkannya. Film ini juga memberikan kesempatan pada Herjunot Ali untuk membuktikan bahwa Reza Rahadian tidaklah sendirian dalam mengemban gelar sebagai aktor Indonesia yang paling dapat diandalkan untuk memberikan penampilan dramatis.
05. Hari Ini Pasti Menang (Director: Andibachtiar Yusuf | Bogalakon Pictures, 2013)
Jelas adalah sangat menyenangkan untuk menyaksikan sebuah warna penceritaan baru dari tema cerita yang sebenarnya telah banyak dieksplorasi sebelumnya. Dengan naskah yang diarahkan oleh Swastika Nohara, Andibachtiar Yusuf mampu menyajikan kisah seputar olahraga sepakbola yang kelam dan dipenuhi dengan intrik sosial serta politik yang sangat kental. Lewat Hari Ini Pasti Menang, Andibachtiar Yusuf membuktikan bahwa ia memiliki pengarahan yang sangat kuat terhadap jalan cerita yang diberikan padanya, memperhatikan setiap detil aspek cerita yang ingin ia hadirkan serta mendukungnya dengan kualitas tata produksi dan penampilan para pengisi departemen akting yang sangat meyakinkan – pemilihan Zendhy Zain untuk memerankan karakter Gabriel Omar Baskoro adalah salah satu keputusan casting terbaik di sepanjang tahun lalu. Hari Ini Pasti Menang jelas bukanlah sebuah keunikan kualitas penceritaan yang selalu hadir dalam sebuah film Indonesia. Sebuah presentasi yang sangat mengesankan!
06. Rectoverso (Directors: Olga Lydia, Rachel Maryam, Cathy Sharon, Happy Salma, Marcella Zalianty | Keana Productions, 2013)
Olga Lydia, Rachel Maryam, Cathy Sharon, Happy Salma dan Marcella Zalianty mungkin adalah nama-nama aktris yang menyutradarai setiap setiap segmen dalam penceritaan Rectoverso. They’re doing a very good job! Namun, bintang utama dari film ini adalah para penyunting gambar, Cesa David Luckmansyah dan Ryan Purwoko. Disajikan dengan gaya interwoven, dimana setiap cerita dihadirkan dalam satu lini masa yang sama walaupun tidak pernah benar-benar saling bersinggungan antara satu dengan yang lain, kelima film pendek yang ada dalam jalan cerita Rectoverso mampu mengalir dalam detakan jantung yang bersamaan sehingga tidak hanya berhasil menata gambar menjadi sebuah jalinan cerita yang baik namun juga mampu menata aliran emosional setiap cerita sehingga mampu hadir dengan irama yang senada dan begitu menyentuh. Salah satu omnibus terbaik yang pernah dirilis di industri film Indonesia.
07. Manusia Setengah Salmon (Director: Herdanius Larobu | PT Kharisma Starvision Plus, 2013)
Film kedua Raditya Dika yang berada di daftar ini yang juga merupakan sekuel dari Cinta Brontosaurus yang mampu mencapai sukses komersial luar biasa tersebut. Dari berbagai sudut penceritaan serta eksekusinya, Manusia Setengah Salmon jelas adalah sebuah presentasi yang jauh mengungguli kualitas film pendahulunya, Cinta Brontosaurus. Raditya Dika mampu hadir dengan naskah cerita yang jauh lebih padat dan terpadu dalam penuturan kisahnya. Sutradara Herdanius Larobu juga dapat hadir dengan ritme penceritaan yang lebih baik sehingga begitu mampu mendukung naskah cerita Raditya Dika yang berjalan dengan tempo yang cenderung cepat. Ditambah dengan kehadiran penampilan akting para pengisi departemen akting yang begitu kuat, Manusia Setengah Salmon tidak hanya berhasil tampil sebagai sebuah komedi yang efektif namun juga mampu menjelma sebagai sebuah drama keluarga yang cukup menyentuh.
08. 9 Summers 10 Autumns (Director: Ifa Isfansyah | Angka Fortuna Sinema, 2013)
9 Summers 10 Autumns mungkin hanyalah salah satu dari sekian banyak kisah yang berusaha untuk menginspirasi maupun menyentuh penontonnya lewat paparan cerita mengenai kisah sukses sang karakter utama. Konflik yang ditawarkan juga tidak sedramatis kebanyakan film-film sejenis. Yang membedakan film ini adalah bagaimana cara Ifa Isfansyah memaparkan kisahnya. Daripada berfokus pada perjalanan sang karakter utama seutuhnya, naskah arahan Ifa bersama dengan Fajar Nugros dan penulis novel yang menjadi sumber jalan cerita film ini, Iwan Setyawan, justru memaparkan kehidupan para karakter keluarga yang berada di sekitar sang karakter utama yang secara perlahan justru menjadi pendorong karakter tersebut untuk melakukan berbagai motivasi tindakannya. Dan dengan pengarahan Ifa yang begitu kuat kepada alur cerita, departemen akting serta produksi filmnya, 9 Summers 10 Autumns mampu menjelma menjadi sebuah penceritaan drama yang humanis, meyakinkan serta tampil dengan sisi emosional cerita yang begitu hangat dalam menyentuh tiap penontonnya.
09. Gending Sriwijaya (Director: Hanung Bramantyo | Putaar Production/Pemprov Sumatera Selatan, 2013)
Nope. Bukan Soekarno yang menjadi film terbaik yang diarahkan oleh Hanung Bramantyo pada tahun 2013. Gelar tersebut jatuh pada Gending Sriwijaya – sebuah film yang berhasil membuat nama Julia Perez diagung-agungkan di banyak ajang penghargaan film Indonesia di sepanjang tahun lalu. Dalam Gending Sriwijaya, Hanung menggarap sebuah film kolosal yang jelas telah sangat jarang ditemui di industri film Indonesia saat ini. Walaupun terdapat kekurangan pada pengembangan cerita dan karakterisasi di beberapa bagian ceritanya, namun Hanung mampu membungkus Gending Sriwijaya dengan baik melalui penghantaran berbagai intrik yang terdapat di dalam jalan cerita, kualitas tata produksi yang terlihat begitu sangat meyakinkan hingga penampilan para jajaran pemeran yang mampu menghidupkan karakter-karakter yang mereka perankan dengan baik.
10. Pintu Harmonika (Directors: Ilya Sigma, Luna Maya, Sigi Wimala | 700 Pictures/Malka Pictures, 2013)
Pintu Harmonika merupakan sebuah film omnibus yang menghadirkan tiga film pendek yang diarahkan oleh tiga sutradara berbeda dengan tiga genre penceritaan yang bervariasi. Diarahkan oleh Ilya Sigma, Luna Maya dan Sigi Wimala, masing-masing film pendek dalam lingkupan Pintu Harmonika mampu tampil begitu dinamis dalam bercerita. Tema tentang kisah keluarga yang kental mengalir dengan nyaman lewat nada penceritaan komedi romantis, drama bahkan thriller yang cukup kelam. Sebuah film yang sederhana namun berhasil tampil kuat dalam menyampaikan setiap sisi emosional penceritaannya.
Di antara semua filmnya, saya sangat suka sama Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck. Mungkin karena saya suka bukunya juga hehe 😀
Setuju banget!!
What They Don’t Talk About When They Talk About Love is indeed the best Indonesian movie of the year!!
Selain itu saya juga suka TKVDW dan Cinta/Mati