Review: The Expendables (2010)


Di usianya yang mencapai 64 tahun, Sylvester Stallone sepertinya masih sangat menolak untuk mengundurkan diri dari dunia film action. Setelah sukses memenangkan kembali hati kritikus film dunia dengan Rocky Balboa (2006) dan berhasil kembali menarik perhatian para penikmat film action lewat Rambo (2008), Stallone kini kembali lagi dengan The Expendables. Duduk di kursi sutradara sekaligus menjadi salah satu penulis naskah, The Expendables bukanlah sebuah ajang one-man show untuk Stallone. Lebih dari itu, Stallone mengumpulkan banyak nama bintang-bintang laga untuk bermain bersamanya di film ini.

Selain Jean Claude Van Damme dan Steven Seagal, rasanya hampir seluruh bintang laga Hollywood berhasil dikumpulkan oleh Stallone di film ini. Dari angkatannya, Stallone berhasil mengajak Dolph Lundgren, Mickey Rourke, Eric Roberts serta Bruce Willis dan Arnold Schwarzenegger yang melakukan cameo di film ini. Untuk menarik perhatian para penggemar film-film action generasi terbaru, Stallone juga mengajak sederetan nama seperti Jason Statham, Jet Li, Randy Couture, Terry Crews hingga Steve Austin. Sebuah sajian yang tentu saja sangat menggiurkan bagi seluruh penggemar film action.

The Expendables memulai kisahnya dengan sangat menjanjikan. Sekelompok pembunuh bayaran yang menyebut diri mereka sebagai The Expendables melakukan penyerangan terhadap sekelompok teroris di daerah Somalia. Penuh dengan adegan keras yang berdarah, serta dibumbui dialog-dialog one-liner yang bernuansa komedi, sayangnya film ini kemudian melanjutkan kisahnya dengan berbagai alur naik turun yang membuat beberapa bagian film ini kurang dapat begitu dinikmati (baca: membosankan).

Stallone dan David Callaham harus diakui punya kemampuan yang mumpuni untuk menuliskan sebuah naskah film action. Tidak mengherankan memang. Dengan pengalamannya yang membintangi begitu banyak film action, tentu sangatlah mudah untuk Stallone dalam menuliskan sebuah alur cerita action murni yang berisi banyak adegan keras yang melibatkan senjata api, ledakan dan serpihan-serpihan tubuh yang berterbangan kemana-mana. Dan itulah yang akan didapatkan penonton pada film ini, sebuah kumpulan adegan action yang sangat familiar jika mereka memang menggemari film-film yang dibintangi oleh Stallone.

Kemampuan dalam menuliskan naskah berisikan jalan cerita action sayangnya tidak diimbangi dengan kemampuan dalam penulisan kisah beralur drama. Sialnya, Stallone dan Callaham justru ingin menempatkan beberapa kisah yangt mendramatisir di dalam The Expendables. Menempatkan beberapa karakter wanita, yang diperankan oleh Charisma Carpenter dan Gisele Itié, sebagai dua orang yang menjadi love interest dua karakter anggota The Expendables, justru bagian drama tersebutlah yang menjadi bagian terlemah dalam The Expendables. Tidak terasa menyentuh dan malah terkesan bodoh ketika disandingkan dengan berbagai adegan keras yang disajikan di banyak bagian film ini.

Setelah menyelesaikan tugas mereka di Somalia, tim The Expendables mendapatkan tugas baru untuk dikirimkan ke Amerika Selatan dan menumbangkan kekuasaan seorang diktator di daerah tersebut atas perintah seorang agen CIA. Bagian cerita inilah yang menjadi inti keseluruhan The Expendables dan benar-benar membawa penontonnya pada berbagai kenangan akan film action yang sering dirilis dengan tema sama pada tahun ’80-an.

Sylvester Stallone memang adalah pemimpin gerakan di dalam maupun di luar film ini. Di dalam jalan cerita, karakter yang ia perankan memang mendominasi keseluruhan jalan cerita. Walaupun terkadang terbersit nada kelelahan pada wajah Stallone – yang menyebabkan beberapa adegan laga yang ia lakukan terasa kurang meyakinkan – namun Stallone berhasil menyingkirkan seluruh keraguan bahwa staminanya telah habis untuk melakukan sebuah film action. Para pendukung film lainnya, khususnya Jason Statham dan Mickey Rourke, berhasil tampil tangguh dan memperkuat tampilan pondasi cerita film ini.

Banyaknya nama besar di jajaran pemeran film ini mungkin membuat naskah The Expendables tidak mampu mengakomodasi mereka dengan beberapa dialog panjang. Steve Austin mungkin adalah korban terbesar dari hal tersebut. Hampir di 90% penampilannya, Austin hampir tidak diberikan kesempatan untuk berbicara. Di lain pihak, Eric Roberts, yang tampil sebagai karakter antagonis di film ini berhasil memberikan penampilan yang cukup meyakinkan.

Dengan jajaran nama-nama besar di dunia film action yang berhasil  dikumpulkan oleh Stallone di film ini, ia dan penulis naskah, David Callaham, sebenarnya tidak perlu menuliskan plot cerita yang mengandung unsur drama untuk The Expendables. Selain hal tersebut tidak mampu tereksekusi dengan baik, rasanya The Expendables akan lebih menyenangkan jika disajikan sebagai sebuah film yang secara keseluruhan menampilkan adegan keras yang memacu adrenalin para penontonnya. Naskah yang lemah dengan banyak dialog yang terdengar bodoh memang menjadi kelemahan terbesar The Expendables. Namun film ini rasanya juga patut disaksikan untuk berbagai adegan action dan sekumpulan aktor-aktornya yang tampil tidak mengecewakan.

Rating: 3 / 5

The Expendables (Nu Image/Millennium Films/Lionsgate, 2010)

The Expendables (2010)

Directed by Sylvester Stallone Produced by Avi Lerner, Kevin King Templeton, John Thompson, Robert Earl Written by Dave Callaham (story & screenplay), Sylvester Stallone (screenplay) Starring Sylvester Stallone, Jason Statham, Jet Li, Dolph Lundgren, Terry Crews, Randy Couture, Mickey Rourke, Charisma Carpenter, Bruce Willis, Arnold Schwarzenegger, Gisele Itié, David Zayas, Eric Roberts, Steve Austin, Gary Daniels, Antônio Rodrigo Nogueira Music by Brian Tyler Cinematography Jeffrey Kimball Editing by Ken Blackwell, Paul Harb Studio Nu Image/Millennium Films Distributed by Lionsgate Running time 103 minutes Country United States Language English

6 thoughts on “Review: The Expendables (2010)”

  1. Bagian awal film ini memang sangat menjanjikan dan membuat kita berharap banyak untuk bagian selanjutnya. Sayangnya itu tidak dijaga dengan baik oleh Stallone. Keberadaan Jet Li harusnya diharapkan bisa memberikan warna berbeda dalam film ini, di tengah action khas Western, dia harusnya bisa memasukkan kelebihan unsur action khas Oriental, tapi malah tidak terlihat sama sekali. Jet Li malah terjebak dalam gaya action actor Barat lainnya.
    Untuk hiburan, sangat recommended-lah. Namun jangan berharap banyak, karena setelah bagian mengejutkan pertama, adegan action selanjutnya biasa-biasa saja. Beda waktu saya menonton Book of Eli, saya mendapatkan film action dengan warna baru dari awal hingga akhir.

  2. Setuju sama Kang Joe, film yang cocok kalau sekedar buat hiburan. dan mungkin memang itu yang diinginkan oleh Stallone, sebuah Film Ber-adrenalin Tinggi tanpa harus diperberat oleh jalan cerita dan dialog yang rumit.
    untuk keberanian Stallone mengumpulkan dan menyatukan beberapa Aktor laga legendaris dalam satu Scene, saya acungi jempol lah 😀

    1. aku udah nonton filmnya dan setuju dengan kalian, film ini memang asyik buat hiburan aja, terutama buat yang suka film action, adegan tembak2annya emang seru banget dengan efek yang sadis kayak film rambo 4, ada juga beberapa adegan yang mirip dengan rambo 4. nonton film i

  3. hmmm,aku nonton film ini justru karena tidak terlalu keras,setidaknya ada cewek2 yang melembutkan adegan ini ditambah jokes yang dibuat oleh para aktor itu membuat daya tarik sendiri.yeah,mungkin aku beda dengan kalian para cowok yang benar-benar menyukai kekerasan yang ”membangkitkan adrenalin”. well,actually,aku mw nonton film ini karena ada jet li,ya aku juga ingin melihat oriental action-nya tapi tidak dilakukan,ditambah jet li tidak begitu tersorot di film,aku ingin beliau beraksi lebih dan berbicara lebih. tapi,so far,baguslah.aku suka film yang dingin,membakar,dan meyentak,the expandables salah satunya ^ ^

  4. aku gak perduli dengan ceritanya. aku menontonya hanya untuk hiburan akhir pekan…
    yah, hitung-hitung nostalgia aktor dan film lama dengan tahun pembuatan yang baru. setidaknya dalam film ini tidak ada pemakaian cgi.

Leave a Reply