Tag Archives: Timo Scheunemann

Review: Yowis Ben II (2019)

Terlepas dari barisan dialognya yang didominasi oleh Bahasa Jawa, perilisan Yowis Ben (Fajar Nugros, Bayu Skak, 2018) mampu memberikan kejutan ketika film tersebut berhasil mencuri perhatian banyak penikmat film Indonesia. Secara perlahan, film komedi yang juga menjadi debut penyutradaraan bagi Skak tersebut menyaingi keberadaan film-film lokal dan internasional lain yang dirilis di saat yang bersamaan, bertahan cukup lama di banyak layar bioskop – khususnya yang berada di Pulau Jawa, untuk kemudian sukses mengumpulkan lebih dari sembilan ratus ribu penonton selama masa tayangnya. Dengan ukiran prestasi tersebut, tidak mengherankan bila Nugros dan Skak kembali bekerjasama dan berusaha untuk mengulang (atau malah memperbesar) kesuksesan mereka dengan merilis sebuah sekuel bagi Yowis Ben. Dan dengan formula cerita dan guyonan yang masih setia dengan film pendahulunya, Yowis Ben 2 dipastikan akan tetap dapat menghibur para barisan penggemarnya – dan bahkan mungkin akan mampu mendapatkan beberapa penggemar baru. Continue reading Review: Yowis Ben II (2019)

Review: Belok Kanan Barcelona (2018)

Diadaptasi dari novel berjudul Travelers’ Tale – Belok Kanan: Barcelona! yang ditulis oleh Adhitya Mulya, Alaya Setya, Iman Hidajat, dan Ninit Yunita – dengan Mulya bertugas untuk menggarap naskah cerita film ini, Belok Kanan Barcelona berkisah mengenai persahabatan antara Francis (Morgan Oey), Retno (Mikha Tambayong), Ucup (Deva Mahenra), dan Farah (Anggika Bolsterli) yang telah terjalin semenjak masa SMA. Meski kini mereka telah tinggal di empat negara berbeda dalam menjalani karir mereka, Francis, Retno, Ucup, dan Farah masih menjaga hubungan dan komunikasi mereka dengan baik. Suatu hari, ketika keempatnya sedang berkomunikasi melalui perantaraan video conference, Francis mengumumkan bahwa dirinya akan segera menikahi kekasihnya, Inez (Millane Fernandez), dan menggelar pesta pernikahan mereka di Barcelona, Spanyol. Sebuah pernyataan yang tidak hanya terkesan tiba-tiba bagi teman-teman Francis namun juga memicu munculnya kembali perasaan dan memori dari masa lampau yang kemudian menghantui hubungan persahabatan keempatnya. Continue reading Review: Belok Kanan Barcelona (2018)

Review: Ayat-ayat Cinta 2 (2017)

Desir pasir di padang tandus

Hampir satu dekade semenjak masa perilisan film perdananya, kisah cinta sejuta umat – well… tiga juta lima ratus delapan puluh satu ribu sembilan ratus empat puluh tujuh jika ingin menghitung jumlah raihan penonton yang berhasil didapatkan Ayat-Ayat Cinta (Hanung Bramantyo, 2008) – kembali hadir untuk melanjutkan pengisahannya. Masih diangkat dari novel karya Habiburrahman El Shirazy, jalan cerita Ayat-ayat Cinta 2 tidak lagi berputar di sekitar melodrama kisah cinta segitiga antara Fahri, Maria, dan Aisha. Melalui novelnya, El Shirazy sepertinya ingin menjangkau tema pengisahan yang lebih luas atau universal mengenai cinta – meskipun, tentu saja, dengan tetap menggunakan sebuah alur kisah cinta sebagai jangkarnya. Sebuah tujuan yang dapat dirasakan… ummm… mulia namun sayang hadir dengan eksekusi yang terlalu mentah. Continue reading Review: Ayat-ayat Cinta 2 (2017)

Review: Soekarno (2013)

Setelah menggarap Sang Pencerah (2011) serta membantu proses produksi film Habibie & Ainun (2012), Hanung Bramantyo kembali hadir dengan sebuah film biopik yang bercerita tentang kehidupan presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno. Berbeda dengan sosok Ahmad Dahlan – yang kisahnya dihadirkan dalam Sang Pencerah – atau Habibie yang cenderung memiliki kisah kehidupan yang lebih sederhana, perjalanan hidup Soekarno – baik dari sisi pribadi maupun dari kiprahnya di dunia politik – diwarnai begitu banyak intrik yang jelas membuat kisahnya cukup menarik untuk diangkat sebagai sebuah film layar lebar. Sayangnya, banyaknya intrik dalam kehidupan Soekarno itu pula yang kemudian berhasil menjebak Soekarno. Naskah cerita yang ditulis oleh Hanung bersama dengan Ben Sihombing (Cinta di Saku Celana, 2012) seperti terlalu berusaha untuk merangkum kehidupan Soekarno dalam tempo sesingkat-singkatnya – excuse the pun – sehingga membuat Soekarno seringkali kehilangan fokus penceritaan dan gagal untuk bercerita serta menyentuh subyek penceritaannya dengan lebih mendalam.

Continue reading Review: Soekarno (2013)

Review: Tendangan Dari Langit (2011)

Cukup mengherankan untuk melihat betapa sedikitnya film-film yang bertemakan olahraga sepakbola digarap oleh para sineas perfilman Indonesia mengingat betapa fanatiknya hampir seluruh warga negara negeri ini terhadap salah satu olahraga tertua di dunia tersebut. Hanung Bramantyo, sutradara pemenang dua Piala Citra dari ajang Festival Film Indonesia sebagai Sutradara Terbaik dan baru saja mengukir kesuksesan dengan film Tanda Tanya yang dirilis awal tahun ini, mencoba mengisi kekosongan film-film bertema olahraga sepakbola tersebut dengan merilis Tendangan Dari Langit. Dengan naskah yang ditulis oleh Fajar Nugros (Si Jago Merah, 2008), Hanung kembali membuktikan kepiawaiannya untuk bercerita banyak hal mengenai kehidupan namun ditampilkan secara ringan dan lepas yang menjadikan Tendangan Dari Langit – seperti halnya film-film karya Hanung lainnya – begitu mudah untuk dinikmati.

Continue reading Review: Tendangan Dari Langit (2011)