Tag Archives: Paul Dano

Review: The Batman (2022)

Dengan berbagai permasalahan yang pernah merintanginya di masa lampau, keberhasilan The Batman untuk akhirnya dirilis – dan dengan kualitas cerita yang bahkan mampu melampaui kualitas sejumlah film dalam seri DC Extended Universe yang melibatkan karakter pahlawan super berjulukan The Dark Knight tersebut – jelas terasa sebagai sebuah keajaiban. Bagaimana tidak. Setelah memerankan Bruce Wayne/Batman dalam Batman v Superman: Dawn of Justice (Zack Snyder, 2016), Suicide Squad (David Ayer, 2016), dan Justice League (Snyder, 2017), Ben Affleck mendapatkan kesempatan untuk membintangi film Batman tunggal yang sekaligus juga akan ia arahkan dan tuliskan naskah ceritanya. Sial, berbagai perubahan bernada negatif yang terjadi pada film-film yang tergabung dalam linimasa cerita DC Extended Universe – serta sejumlah masalah pribadi yang dihadapinya – membuat Affleck kemudian memutuskan untuk melepas seluruh keterlibatannya dari seri film milik Warner Bros. Pictures tersebut. Continue reading Review: The Batman (2022)

Review: 12 Years a Slave (2013)

12 Years a Slave (Regency Enterprises/River Road Entertainment/Plan B Entertainment/New Regency Pictures, Film4, 2013)
12 Years a Slave (Regency Enterprises/River Road Entertainment/Plan B Entertainment/New Regency Pictures, Film4, 2013)

Dengan naskah yang ditulis oleh John Ridley (Red Tails, 2012) berdasarkan memoir berjudul Twelve Years a Slave: Narrative of Solomon Northup, a Citizen of New-York, Kidnapped in Washington City in 1841, and Rescued in 1853 yang ditulis oleh Solomon Northup, 12 Years a Slave mencoba untuk berkisah mengenai seorang pria Afro-Amerika merdeka yang terjebak dalam tindak perbudakan di masa-masa ketika warga kulit hitam di Amerika Serikat masih dipandang sebagai warga kelas bawah. Kisahnya sendiri diawali dengan memperkenalkan Solomon Northup (Chiwetel Ejiofor), seorang Afro-Amerika yang bekerja sebagai seorang tukang kayu dan pemain bola serta tinggal bersama istri, Anne (Kelsey Scott), dan kedua anak mereka, Margaret (Quvenzhané Wallis) dan Alonzo (Cameron Zeigler), di Saratoga Springs, New York, Amerika Serikat. Suatu hari, Solomon mendapatkan tawaran bekerja sebagai seorang musisi selama dua minggu di Washington DC oleh dua orang pria, Brown (Scoot McNairy) dan Hamilton (Taran Killam). Karena tertarik dengan sejumlah uang yang ditawarkan oleh kedua pria tersebut, Solomon akhirnya menerima tawaran mereka. Sial, begitu tiba di Washington DC, Solomon justru dijebak dan dijual sebagai seorang budak.

Continue reading Review: 12 Years a Slave (2013)

Review: Prisoners (2013)

Sukses dengan Incendies (2010), yang berhasil meraih nominasi Best Foreign Language Film di ajang The 83rd Annual Academy Awards, sutradara asal Kanada, Denis Villeneuve, kembali hadir dengan film terbarunya, Prisoners, yang sekaligus menandai debut penyutradaraannya dalam sebuah film berbahasa Inggris. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Aaron Guzikowski (Contraband, 2012) dan dieksekusi Villeneuve menjadi sebuah presentasi cerita sepanjang 153 menit, pada kebanyakan bagiannya, Prisoners seringkali terasa sebagai tiga film yang dipadukan menjadi satu: kisah misteri mengenai hilangnya dua anak perempuan, usaha pihak kepolisian untuk menyelesaikan kasus tersebut serta drama humanis mengenai sisi moral manusia. Kompleks, namun layaknya Incendies, Villeneuve mampu secara cerdas menggarapnya menjadi satu kesatuan kisah yang akan menghantui pemikiran penontonnya jauh setelah mereka selesai menyaksikan film ini.

Continue reading Review: Prisoners (2013)

Review: Looper (2012)

Well heythere’s another Joseph Gordon-Levitt movie making rounds at the theatres. Dalam Looper yang disutradarai oleh Rian Johnson (The Brothers Bloom, 2009), Gordon-Levitt –hadir dalam tata rias yang hampir membuatnya sama sekali tidak dapat dikenali – memerankan sesosok karakter pemuda bernama Joe yang bekerja sebagai seorang pembunuh bayaran – atau, seperti istilah yang digunakan oleh masyarakat Amerika Serikat di tahun 2044, dikenal sebagai looper. Dikisahkan, di masa yang akan datang, mesin perjalanan waktu telah ditemukan, namun kemudian dianggap sebagai sebuah teknologi yang ilegal oleh pemerintah. Para mafia kejahatan kemudian memanfaatkan teknologi yang terabaikan tersebut sebagai perangkat kejahatan mereka: mereka mengirimkan orang-orang yang ingin mereka bunuh ke masa sekarang untuk kemudian dibunuh oleh para looper yang sekaligus menghilangkan jejak orang tersebut sama sekali.

Continue reading Review: Looper (2012)

Review: Knight and Day (2010)

Sebagai seorang sutradara, James Mangold mungkin adalah salah satu sutradara yang paling eksperimental di Hollywood. Semenjak memulai karirnya dengan menyutradarai Heavy (1995), Mangold kemudian telah menjelajah untuk menyutradarai berbagai film dengan genre yang berbeda-beda. Mulai dari Girl, Interrupted (1999) yang berbau drama, Kate and Leopold (2001) yang berada di jalur komedi romantis, film thriller Identity (2003), film musikal Walk the Line (2005) hingga film western 3:10 to Yuma (2007).

Continue reading Review: Knight and Day (2010)

Review: Where the Wild Things Are (2009)

Where the Wild Things Are adalah sebuah film fantasi yang diadaptasi oleh sutradara Spike Jonze dari sebuah buku anak-anak populer berjudul sama karya Maurice Sendak yang dirilis pada tahun 1963. Walt Disney Pictures sendiri pernah membeli hak pembuatan versi film dari buku ini pada awal 80-an untuk diadaptasi menjadi sebuah film animasi yang akan menggabungkan karakter yang digambarkan secara animasi tradisional dan digabung dengan setting yang dibuat oleh komputer.

Continue reading Review: Where the Wild Things Are (2009)