Diarahkan oleh Susanna Fogel – yang kembali duduk di kursi penyutradaraan setelah merilis film yang menjadi debut pengarahannya, Life Partners, pada empat tahun lalu, The Spy who Dumped Me berkisah mengenai Audrey Stockton (Mila Kunis) yang sedang merasakan kesedihan yang mendalam setelah ditinggal oleh sang kekasih, Drew Thayer (Justin Theroux). Dengan bantuan sahabat baiknya, Morgan Freeman (Kate McKinnon), Audrey Stockton akhirnya memutuskan untuk segera melupakan Drew Thayer guna dapat melanjutkan kehidupannya. Sialnya, sebelum Audrey Stockton dapat melakukannya, ia didatangi oleh dua pria yang mengaku sebagai agen rahasia Central Intelligence Agency, Sebastian Henshaw (Sam Heughan) dan Duffer (Hasan Minhaj), dan mengungkapkan bahwa Drew Thayer juga merupakan seorang agen rahasia serta keberadaannya sedang dicari karena dirinya menyimpan sebuah benda penting. Tidak disangka, benda rahasia yang disimpan oleh Drew Thayer tersebut tidak hanya dicari oleh kedua agen rahasia tersebut. Beberapa pihak yang berasal dari organisasi kriminal dunia juga turut mencari benda tersebut dan kini malah menjadikan Audrey Stockton sebagai sasaran mereka. Continue reading Review: The Spy Who Dumped Me (2018)
Tag Archives: Mila Kunis
Review: A Bad Moms Christmas (2017)
Tidak berada jauh dari masa perilisan (dan kualitas pengisahan) Daddy’s Home Two (Sean Anders, 2017), duo sutradara, Jon Lucas dan Scott Moore, menghadirkan sekuel bagi film komedi dewasa mereka, Bad Moms, yang berjudul A Bad Moms Christmas. Seperti halnya Daddy’s Home (Anders, 2015), Bad Moms berhasil memberikan kejutan pada Hollywood ketika film komedi yang dibintangi trio Mila Kunis, Kristen Bell, dan Kathryn Hahn tersebut mampu meraih kesuksesan komersial luar biasa dengan raihan pendapatan sebesar lebih dari US$183 juta dari biaya produksi sebesar US$20 juta. Percaya atau tidak, A Bad Moms Christmas bahkan memiliki alur penceritaan yang hampir serupa dengan Daddy’s Home Two dengan Cheryl Hines, Christine Baranski, dan Susan Sarandon memerankan karakter ibu bagi ketiga karakter utama. Sial, juga seperti Daddy’s Home Two, A Bad Moms Christmas tampil inferior jika dibandingkan dengan film pendahulunya – meskipun masih memiliki beberapa momen menyenangkan maupun menyentuh yang tergarap dengan cukup baik. Continue reading Review: A Bad Moms Christmas (2017)
Review: Jupiter Ascending (2015)
Ambisius mungkin adalah kata yang paling tepat untuk menggambarkan setiap film yang dihasilkan oleh duo sutradara Lana dan Andy Wachowski. Bagaimana tidak. Dalam setiap film yang mereka hasilkan, The Wachowskis terlihat berusaha kuat untuk menembus berbagai batasan mengenai hal-hal apa yang dapat mereka lakukan dalam menghasilkan cerita yang dipenuhi kritikan sosial maupun filosofi hidup melalui tampilan efek khusus akan visual yang begitu megah. Tidak terkecuali dalam film terbaru mereka, Jupiter Ascending. Terlihat seperti paduan antara Star Wars (1977 – 2005) dan The Matrix (1999 – 2003), Jupiter Ascending sayangnya gagal untuk didukung dengan naskah cerita yang kuat. Lebih buruk, naskah cerita Jupiter Ascending bahkan terasa seperti hasil olahan kerja yang begitu terburu-buru dan terkesan amatir sehingga meninggalkan banyak kejanggalan serta kelemahan di berbagai bagian ceritanya. Berantakan.
Jupiter Ascending sebenarnya dimulai dengan cukup meyakinkan. Layaknya Cloud Atlas (2012), film yang naskah ceritanya juga dikerjakan oleh The Wachowskis ini juga memiliki paduan kisah yang berlatar belakang di Bumi dan angkasa luar. The Wachowskis mampu memulai kisahnya dengan memperkenalkan masing-masing karakter yang berasal dari Bumi maupun angkasa luar dengan cukup baik. Masalah dimulai ketika kedua dunia tersebut bertabrakan dan masing-masing karakter mulai membentuk jalinan hubungan dan konflik bersama. The Wachowskis seringkali terasa meninggalkan begitu banyak detil pada jalan cerita yang mereka ajukan. Detil-detil yang sebenarnya dapat dianggap kecil namun secara perlahan mulai menggunung dan mengakibatkan banyak bagian penceritaan Jupiter Ascending akhirnya gagal untuk memberikan sajian cerita yang lebih kuat.
Jupiter Ascending juga dihadirkan dengan deretan karakter yang begitu melimpah – yang kemudian juga menjadi salah satu sumber permasalahan dalam jalan cerita film ini. Adalah sangat mengecewakan untuk melihat duo sutradara sekaliber The Wachowskis menyajikan begitu banyak karakter dalam jalan cerita yang mereka hasilkan namun sama sekali tidak pernah mampu untuk mengendalikan fungsi maupun porsi penceritaan karakter-karakter tersebut. Dalam Jupiter Ascending, banyak karakter yang datang dan hilang begitu saja tanpa adanya penceritaan yang proporsional. Hal inilah yang menyebabkan setiap bagian cerita dari masing-masing karakter tidak pernah terasa benar-benar mampu tampil elegan dalam menarik perhatian penonton. Semua kisah berlalu dengan begitu saja. Tanpa kesan apapun.
Sebagai sebuah film yang dihasilkan oleh The Wachowskis, tentu saja, Jupiter Ascending telah diperkuat dengan tampilan efek visual yang benar-benar megah. Mengingat lemahnya jalan penceritaan film ini, The Wachowskis jelas terasa menghabiskan lebih banyak waktu mereka dalam menggarap berbagai detil visual film daripada berusaha menggali lebih dalam berbagai potensial yang terdapat dalam jalan cerita mereka. Tata musik arahan Michael Giacchino juga berhasil menemani berbagai tampilan visual The Wachowskis untuk menjadikannya terasa lebih megah.
Dari departemen akting, beruntung, The Wachowskis mendapatkan barisan pemeran yang cukup handal dalam memerankan karakter mereka – meskipun karakter yang mereka perankan harus tersaji dalam tata kostum yang cukup menggelikan. Nama-nama seperti Mila Kunis, Eddie Redmayne, Douglas Booth hingga Sean Bean dan James D’Arcy tampil meyakinkan dalam porsi penceritaan yang jelas tidak memuaskan. Channing Tatum juga semakin menunjukkan tajinya sebagai aktor. Penampilannya sebagai aktor utama dalam Jupiter Ascending mampu ia eksekusi dengan baik dan seringkali menjadi penampilan yang memberikan kehidupan bagi film yang terasa hadir tanpa sentuhan emosional ini. [C-]
Jupiter Ascending (2015)
Directed by The Wachowskis Produced by Grant Hill, The Wachowskis Written by The Wachowskis Starring Mila Kunis, Channing Tatum, Sean Bean, Eddie Redmayne, Douglas Booth, Tuppence Middleton, Gugu Mbatha-Raw, Terry Gilliam, David Ajala, James D’Arcy, Kick Gurry, Bae Doona, Charlotte Beaumont, Tim Pigott-Smith, Edward Hogg, Nikki Amuka-Bird, Vanessa Kirby, Maria Doyle Kennedy, Christina Cole Music by Michael Giacchino Cinematography John Toll Edited by Alexander Berner Production company Village Roadshow Pictures/Anarchos Productions Running time 127 minutes Country United States Language English
Review: Annie (2014)
Semua orang mungkin telah familiar dengan Annie. Entah itu dari komik berjudul Little Orphan Annie karya Harold Gray yang pertama kali dirilis pada tahun 1924 atau melalui adaptasi drama panggung musikal berjudul Annie yang pertama kali dipentaskan di panggung Broadway pada tahun 1977 yang kemudian mengenalkan deretan lagu-lagu legendaris seperti It’s the Hard Knock Life atau Tomorrow atau melalui adaptasi film layar lebar musikal berjudul sama arahan John Huston pada tahun 1982 atau melalui adaptasi film televisi arahan Rob Marshall yang dirilis pada tahun 1999. Everyone knows the famous Annie! Lalu apa yang ditawarkan oleh versi terbaru dari Annie yang diproduseri oleh Will Smith dan rapper Jay Z ini?
Terlepas dari beberapa perubahan yang dibawakan duo penulis naskah Will Gluck dan Aline Brosh McKenna – seperti perubahan latar belakang waktu berjalannya cerita, perubahan nama atau latar belakang beberapa karakter maupun dengan melakukan penambahan beberapa lagu baru – harus diakui tidaklah banyak hal yang dapat merubah kualitas penceritaan Annie. Versi terbaru yang juga diarahkan oleh Gluck (Friends with Benefits, 2011) ini sendiri merupakan adaptasi dari kisah Annie yang dipentaskan di drama panggung Broadway. Jalan ceritanya masih predictable dan menjual (begitu banyak) mimpi yang kemudian gagal diarahkan dengan seksama oleh Gluck.
Yep. Dengan jalan cerita yang telah begitu familiar dan tergolong tradisional, beban berat jelas sangat bergantung pada kemampuan Gluck untuk mengolah Annie menjadi sebuah sajian yang setidaknya masih cukup nyaman untuk dinikmati. Gluck sendiri terasa tidak tahu apa yang harus dilakukan kepada materi cerita Annie. Ritme penceritaan film ini terasa begitu berantakan dengan banyak bagian musikal film memiliki jarak yang saling berjauhan satu sama lain – yang otomatis akan setidaknya membuat sisi musikal film ini terasa tidak lebih hanya sekedar sebuah tempelan dan pengisi jeda waktu sebelum jalan cerita film kembali berjalan. Pengaturan elemen musikal yang tidak tepat itu pula yang secara perlahan mulai mempengaruhi mood film sekaligus menghambat penonton untuk benar-benar dapat terhubung dengan setiap karakter yang ada di dalam jalan cerita.
Berbicara mengenai karakter, meskipun diisi dengan nama-nama seperti Quvenzhané Wallis, Jamie Foxx, Rose Byrne, Bobby Cannavale dan Cameron Diaz, masing-masing karakter tidak pernah benar-benar tampil hidup di sepanjang penceritaan film. Sebagian besar hal tersebut disebabkan oleh minimnya pengembangan dari setiap karakter yang hadir dan sebagian lagi justru disebabkan oleh masing-masing pemeran sendiri yang terasa berakting dalam kualitas penampilan yang setengah hati. Quvenzhané Wallis jelas terlihat nyaman dalam perannya namun terasa belum memiliki kekuatan yang cukup untuk berada di jajaran terdepan departemen akting sebuah film. Jamie Foxx tampil sebagai dirinya sendiri di sepanjang film. Yang terburuk, Cameron Diaz menterjemahkan karakter Miss Colleen Hannigan yang ia perankan secara begitu berlebihan – yang akan membuat penonton berharap karakter tersebut segera menghilang dari penceritaan Annie. Mungkin hanya Rose Byrne dan Bobby Cannavale-lah yang mampu tampil dengan penampilan yang begitu mencuri perhatian di setiap kali karakter mereka muncul dalam film ini.
Meskipun terasa dianaktirikan, elemen terkuat Annie justru berasal dari menit-menit dimana tampilam musikalnya hadir dalam jalan cerita. Walau baik Wallis, Byrne dan Diaz bukanlah sosok penyanyi yang cukup baik, namun versi terbaru lagu-lagu yang mereka nyanyikan seperti It’s the Hard Knock Life, Tomorrow dan Little Girls cukup mampu menghibur pada pendengarnya. Versi terbaru You’re Never Fully Dressed Without a Smile yang dinyanyikan oleh penyanyi asal Australia, Sia, dan hadir di salah satu adegan film juga berhasil diaransemen dengan begitu modern dan catchy. Beberapa lagu yang ditulis khusus untuk versi terbaru dari Annie seperti Opportunity, Who Am I? dan The City’s Yours juga mampu bersanding dengan baik bersama lagu-lagu klasik lainnya untuk menyajikan elemen kesenangan yang seringkali hilang dalam jalan penceritaan film. [C]
Annie (2014)
Directed by Will Gluck Produced by Will Smith, Jada Pinkett Smith, Shawn “Jay-Z” Carter, Caleeb Pinkett, James Lassiter, Lawrence “Jay” Brown, Tyran “Ty Ty” Smith Written by Will Gluck, Aline Brosh McKenna (screenplay), Thomas Meehan (musical, Annie), Harold Gray (comic, Little Orphan Annie) Starring Quvenzhané Wallis, Jamie Foxx, Rose Byrne, Bobby Cannavale, Cameron Diaz, Adewale Akinnuoye-Agbaje, Tracie Thoms, Dorian Missick, David Zayas, Nicolette Pierini, Amanda Troya, Eden Duncan-Smith, Zoe Margaret Colletti, Patricia Clarkson, Ashton Kutcher, Rihanna, Michael J. Fox, Mila Kunis, Bobby Moynihan, Sia Furler, Phil Lord, Christopher Miller Music by Charles Strouse Cinematography Michael Grady Edited by Tia Nolan Production company Village Roadshow Pictures/Overbrook Entertainment Running time 118 minutes Country United States Language English
Review: Oz the Great and Powerful (2013)
Bagaimana cara untuk mengkreasikan ulang sebuah daya tarik film yang telah begitu popular dan menjadi sangat ikonik seperti The Wizard of Oz (1939) untuk dipresentasikan pada penonton di era yang lebih modern? Jawabannya… Anda tidak akan pernah dapat melakukannya! Meskipun telah dirilis puluhan dekade yang lalu, The Wizard of Oz yang diadaptasi dari novel karya L. Frank Baum, The Wonderful Wizard of Oz (1900), telah menjelma menjadi salah satu film fantasi petualangan buatan Hollywood yang begitu dicintai di seluruh dunia. Jadi… jelas adalah keputusan bijaksana dari Walt Disney dan Sam Raimi untuk tidak mencoba membuat versi baru dari film klasik tersebut ketika mereka sedang berhasrat untuk membawa kembali petualangan di dunia Oz ke layar lebar.
Review: Ted (2012)
Sebagai salah satu pria terlucu di Hollywood yang paling sukses – ia adalah salah satu otak dibalik kesuksesan serial televisi bernuansa komedi Family Guy, American Dad! dan The Cleveland Show yang ketiganya masih tayang hingga saat ini – cukup mengherankan bila Seth McFarlane baru melakukan debut penyutradaraannya di tahun 2012 melalui film komedi Ted. Dengan naskah cerita yang ia tulis bersama kolaboratornya di Family Guy dan The Cleveland Show, Alec Sulkin dan Wellesley Wild, McFarlane mampu menggarap Ted menjadi sebuah film yang berhasil menghantarkan setiap elemen komedi yang dibutuhkan untuk menghasilkan tawa penonton, terlepas dari jalan cerita yang sederhana (dan cenderung klise).
Review: Friends with Benefits (2011)
Jika pada Easy A (2010) Will Gluck merenovasi berbagai formula standar film drama remaja dengan sentuhan modern yang lebih dinamis sehingga mampu menghasilkan sajian yang sangat menghibur, maka lewat Friends with Benefits, Gluck hendak menerapkan eksperimen yang sama terhadap berbagai formula standar yang biasa Anda temui dalam sebuah film drama komedi romantis. Tentu kisah yang ditawarkan Gluck dalam Friends with Benefits sama sekali bukanlah sebuah kisah yang baru. Namun Gluck, dengan kemampuan yang cukup tajam dalam meramu adegan dan dialog cerdas serta jenaka dalam naskah cerita yang ia tuliskan, sekali lagi berhasil memanfaatkan berbagai formula penceritaan Hollywood yang sebenarnya sudah familiar dan usang untuk menghadirkan sebuah sajian yang mampu terasa begitu menyegarkan.
Review: Black Swan (2010)
Lewat Black Swan, sebuah psychological thriller mengenai kehidupan seorang balerina, Darren Aronofsky berhasil semakin membuktikan posisinya sebagai seorang sutradara yang setiap karyanya patut untuk selalu ditunggu. Seperti halnya The Wrestler (2008), Aronofsky kali ini masih menceritakan mengenai seorang karakter yang rela mengorbankan pemikiran, tubuh dan jiwanya untuk perkembangan karir mereka. Jika The Wrestler menghadirkan Mickey Rourke yang berjuang untuk mengembalikan nama baik karirnya sebagai seorang pegulat, maka Black Swan akan mengguncang setiap penontonnya dengan penampilan luar biasa dari Natalie Portman sebagai seorang balerina yang mencoba menghilangkan seluruh batasan fisik dan mentalnya untuk memberikan tampilan terbaik dalam pementasan salah satu karya balet paling terkenal di dunia, Swan Lake.
The 17th Annual Screen Actors Guild Awards Nominations List
Columbia Pictures sepertinya harus melakukan kampanye yang lebih giat lagi untuk mempromosikan film David Fincher, The Social Network, jika mereka tidak menginginkan film tersebut secara perlahan mulai tenggelam oleh kepopuleran The King’s Speech maupun The Fighter. Setelah “hanya” berhasil memperoleh enam nominasi di ajang The 68th Annual Golden Globe Awards, perolehan nominasi The Social Network di ajang The 17th Annual Screen Actors Guild Awards kali ini juga hanya mampu berdiri di belakang The King’s Speech dan The Fighter. Jika kedua film tersebut berhasil memimpin dengan meraih empat nominasi, maka The Social Network harus berpuas diri dengan hanya meraih dua nominasi.
Continue reading The 17th Annual Screen Actors Guild Awards Nominations List
The 68th Annual Golden Globe Awards Nominations List
Perburuan untuk memperebutkan gelar film terbaik sepanjang tahun 2010 resmi dimulai! Hollywood Foreign Press Association, malam ini, resmi mengumumkan daftar nominasi The 68th Annual Golden Globe Awards. Untuk tahun ini, ajang penghargaan yang sering ditasbihkan sebagai ajang penghargaan paling bergengsi kedua setelah Academy Awards ini menempatkan film karya sutradara Tom Hooper, The King’s Speech, sebagai film dengan perolehan nominasi terbanyak. Dengan tujuh nominasi yang diperolehnya, The King’s Speech berhasil hampir mencakup seluruh nominasi yang tersedia untuk kategori film termasuk Best Picture – Drama, Best Director, Best Actor serta Best Screenplay.
Continue reading The 68th Annual Golden Globe Awards Nominations List
Review: Date Night (2010)
Dengan tiga anak diantara mereka, Phil (Steve Carrell) dan Claire Foster (Tina Fey) memiliki tipe pernikahan yang dipastikan akan menjadi mimpi buruk bagi seorang Carrie Bradshaw: berjalan lambat dan sangat membosankan. Phil dan Claire sendiri telah menyadari hal ini, yang membuat mereka selalu berusaha untuk meluangkan satu malam di setiap minggunya untuk keluar bersama berdua dan melupakan segala rutinitas harian mereka. Namun, tradisi keluar bersama berdua ini sendiri lama-kelamaan mulai menjadi sebuah rutinitas yang membosankan pula bagi pasangan ini. Phil dan Claire membutuhkan sesuatu yang baru dan menyegarkan dalam kehidupan mereka!
Review: The Book of Eli (2010)
Sembilan tahun setelah merilis film terakhirnya, From Hell, duo sutradara Allen dan Albert Hughes kembali berada di balik layar untuk menghasilkan karya terbaru mereka, The Book of Eli. Tidak main-main, film yang naskahnya dikerjakan oleh Gary Whitta ini, mempertemukan dua aktor senior, Denzel Washington dan Gary Oldman, dalam sebuah cerita yang berlatar belakang masa sesudah kehancuran Bumi.
Review: Extract (2009)
Extract adalah sebuah film komedi yang disutradarai oleh Mike Judge. Judge mungkin sebelumnya banyak dikenal sebagai sutradara dari Beavis and the Butt-head, Idiocracy dan Office Space. Dengan naskah yang ditulis sendiri oleh Judge, Extract dibintangi oleh Jason Bateman, Kristen Wiig, Mila Kunis, J K Simmons, dan Ben Affleck. Continue reading Review: Extract (2009)