Enam tahun jelas merupakan jangka waktu yang cukup lama untuk merilis sekuel bagi sebuah seri film yang sedang berjalan. Namun, layaknya banyak karakter dalam setiap seri film yang tergabung dalam linimasa pengisahan Marvel Cinematic Universe, karakter Doctor Stephen Strange yang diperankan oleh Benedict Cumberbatch juga telah muncul di berbagai film lain yang tergabung dalam linimasa pengisahan Marvel Cinematic Universe semenjak penampilan perdananya di Doctor Strange (Scott Derrickson, 2016) – mulai dari Thor: Ragnarok (Taika Waititi, 2017), Avengers: Infinity War dan Avengers: Endgame (Anthony Russo, Joe Russo, 2018 – 2019), hingga menjadi bagian krusial bagi penceritaan Spider-Man: No Way Home (Jon Watts, 2021). Tidak mengherankan jika film kedua dalam seri film Doctor Strange, Doctor Strange in the Multiverse of Madness, telah berjalan jauh melampaui linimasa cerita yang sebelumnya dihadirkan pada film pertamanya. Continue reading Review: Doctor Strange in the Multiverse of Madness (2022)
Tag Archives: Michael Stuhlbarg
Review: The Shape of Water (2017)
This review was originally published on December 19, 2017 and being republished as the movie hits Indonesian theaters today.
Berlatarbelakang lokasi pengisahan di Amerika Serikat pada masa terjadinya Perang Dingin di tahun 1960an, The Shape of Water bercerita tentang seorang petugas kebersihan bisu bernama Elisa Esposito (Sally Hawkins) yang bekerja di sebuah laboratorium milik pemerintah. Suatu hari, laboratorium tempat Elisa Esposito bekerja menerima “aset” berupa sebuah makhluk hidup yang berbentuk seperti paduan antara manusia dan ikan (Doug Jones) yang berhasil ditangkap Colonel Richard Strickland (Michael Shannon) di perairan Amerika Selatan. Penasaran, Elisa Esposito lantas mengunjungi makhluk tersebut secara diam-diam, memberikannya makanan, dan mengenalkannya pada musik – yang secara perlahan mendapatkan tanggapan dari makhluk tersebut. Elisa Esposito, untuk pertama kali dalam hidupnya, merasakan bahwa kehadiran dirinya diinginkan oleh seseorang. Gadis tersebut jatuh cinta. Sial, atas perintah pemerintahan Amerika Serikat, Colonel Richard Strickland berencana untuk membunuh makhluk tersebut dan menggunakan tubuhnya untuk bahan penelitian. Tidak menyerah begitu saja, Elisa Esposito bersama dengan dua sahabatnya, Giles (Richard Jenkins) dan Zelda Fuller (Octavia Spencer), berencana untuk membawa pergi makhluk tersebut dari dalam laboratorium dengan tingkat keamanan tinggi tersebut. Continue reading Review: The Shape of Water (2017)
Review: The Post (2017)
This review was originally published on December 27, 2017 and being republished as the movie hits Indonesian theaters today.
Di tahun 1971, Amerika Serikat (dan dunia) dihebohkan dengan perilisan dokumen-dokumen rahasia milik negara di halaman depan harian The New York Times yang memuat detil keterlibatan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam mulai dari tahun 1945 hingga tahun 1967. Yang membuat banyak warga negara Amerika Serikat lebih murka lagi, dalam dokumen yang kemudian dikenal dengan sebutan Pentagon Papers tersebut, terdapat sebuah analisa yang mengungkapkan fakta dan data bahwa pasukan militer Amerika Serikat sebenarnya tidak memiliki kesempatan untuk memenangkan Perang Vietnam – sebuah kenyataan yang diketahui dan kemudian disembunyikan oleh empat Presiden Amerika Serikat di kala itu: Harry S. Truman, Dwight D. Eisenhower, John F. Kennedy, dan Lyndon B. Johnson. Alasan mengapa pemerintahan Amerika Serikat tetap bertahan di Perang Vietnam? Sederhana: menghindari diri dari rasa malu atas sebuah kekalahan di medan perang. Continue reading Review: The Post (2017)
The 20 Best Movie Performances of 2017
What makes an acting performance so remarkable and/or memorable? Kemampuan seorang aktor untuk menghidupkan karakternya dan sekaligus menghantarkan sentuhan-sentuhan emosional yang dirasakan sang karakter jelas membuat sebuah penampilan akan mudah melekat di benak para penontonnya. Kadang bahkan jauh seusai penonton menyaksikan penampilan tersebut. Penampilan tersebut, tentu saja, tidak selalu membutuhkan momen-momen emosional megah nan menggugah. Bahkan, pada beberapa kesempatan, tidak membutuhkan durasi penampilan yang terlalu lama.
Berikut adalah dua puluh – well… dua puluh lima, untuk tepatnya – penampilan akting yang paling berkesan dalam sebuah film yang dirilis di sepanjang tahun 2017, termasuk sebuah penampilan yang At the Movies pilih sebagai Performance of the Year. Disusun secara alfabetis. Continue reading The 20 Best Movie Performances of 2017
Review: Call Me by Your Name (2017)
Merupakan film ketiga dalam trilogi Desire milik Luca Guadagnino – yang dimulai dengan I Am Love (2009) dan diikuti dengan A Bigger Splash (2015), Call Me by Your Name adalah sebuah drama romansa yang naskah ceritanya diadaptasi oleh James Ivory (The Divorce, 2003) berdasarkan novel berjudul sama karya André Aciman. Seperti halnya I Am Love dan A Bigger Splash, Guadagnino juga menggunakan keindahan alam negara Italia sebagai latar belakang lokasi pengisahan film terbarunya. Bercerita mengenai keindahan sekaligus kepedihan yang dirasakan oleh seorang remaja ketika ia mengalami jatuh cinta dan patah hati pertamanya, Guadagnino merangkai Call Me by Your Name dengan penuturan khasnya yang penuh kelembutan untuk menjadikan film ini dipenuhi dengan momen-momen emosional yang akan mampu menyentuh setiap penontonnya. Continue reading Review: Call Me by Your Name (2017)
Review: Arrival (2016)
Seperti halnya film animasi rilisan Walt Disney Pictures, Zootopia (Byron Howard, Rich Moore, 2015), sulit untuk tidak merasa terhubung dengan pengisahan yang dibawakan oleh film terbaru arahan Denis Villeneuve (Sicario, 2015), Arrival. Jika Zootopia berbicara mengenai rasisme dan praduga ras, maka Arrival memaparkan bagaimana ego manusia seringkali menghalangi mereka untuk berusaha berkomunikasi dan mencoba mengerti posisi satu sama lain – beberapa permasalahan sosial yang sepertinya justru terasa semakin pelik seiring dengan berjalannya waktu. Diadaptasi dari cerita pendek berjudul Story of Your Life (1998) karya Ted Chiang oleh Eric Heisserer (Lights Out, 2016), Arrival tampil begitu humanis sekaligus tajam dalam menelanjangi jalinan hubungan manusia di era modern terlepas dari kemasan apiknya yang berwujud sebagai sebuah film fiksi ilmiah tentang kunjungan makhluk angkasa luar ke Bumi. Continue reading Review: Arrival (2016)
Review: Hitchcock (2012)
Walaupun menggunakan nama Hitchcock sebagai judul film, Hitchcock sayangnya bukanlah sebuah sarana yang tepat untuk mereka yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai kehidupan pribadi sutradara yang dijuluki sebagai The Master of Suspense tersebut. Diangkat dari buku berjudul Alfred Hitchcock and the Making of Psycho (1990) karya Stephen Robello, Hitchcock adalah sebuah film drama komedi yang menggali mengenai kehidupan sutradara Alfred Hitchcock selama proses pembuatan film tersukses di sepanjang karirnya, Psycho (1960). Pun begitu, lewat penyutradaraan Sacha Gervasi (Anvil!: The Story of Anvil, 2008) yang apik, Hitchcock akan menjadi sebuah undangan yang sangat menarik untuk melihat langsung bagaimana proses pembuatan Psycho dan bagaimana film tersebut mempengaruhi kehidupan pernikahan Hitchcock dan istrinya, Alma Reville.
Review: Men in Black 3 (2012)
Sepuluh tahun seusai perilisan Men in Black II – yang mendapatkan kesuksesan komersial walaupun dihujani kritikan tajam dari banyak kritikus film dunia – sutradara Barry Sonnenfeld akhirnya merilis bagian ketiga dari franchise Men in Black. Masih dibintangi oleh duo Will Smith dan Tommy Lee Jones, proses produksi Men in Black 3 sendiri telah berjalan cukup lama, dengan hambatan kebanyakan datang dari sisi penulisan naskah yang terus menerus mengalami perbaikan. Pun begitu, usaha perbaikan naskah yang secara intensif terus dilakukan tersebut sepertinya jelas terlihat dalam penceritaan Men in Black 3. Lebih bernuansa serius jika dibandingkan dengan dua seri sebelumnya, Men in Black 3 mampu menghadirkan tata cerita yang lebih terjaga dengan karakterisasi yang lebih mendalam.
Review: Hugo (2011)
Berbeda dengan Raging Bull (1980), Goodfellas (1990) atau The Departed (2006) yang berhasil menghantarkannya untuk memenangkan Academy Awards, Hugo sama sekali tidak menghadirkan tema kejahatan dan kekerasan yang biasa dihadirkan Martin Scorsese dalam film-film yang berhasil membawa namanya ke jajaran sutradara legendaris dan paling dihormati di dunia. Diangkat dari novel The Invention of Hugo Cabret karya Brian Selznick, Hugo merupakan sebuah bentuk dedikasi Scorsese pada dunia film yang ia geluti dan begitu ia cintai selama ini. Dengan penggarapan cerita yang begitu hangat dan dirangkum dengan tampilan visual berteknologi 3D yang mempesona, penonton juga akan dapat dengan mudah merasakan bagaimana kecintaan dan hasrat Scorsese yang besar kepada dunia perfilman.
Review: A Serious Man (2009)
Selepas kemenangan mereka di ajang The 81st Annual Academy Awards lewat film No Country for Old Men, yang berhasil memberikan mereka 4 buah piala Oscar, termasuk untuk kategori Best Picture dan Best Director, Joel David Coen dan Ethan Jesse Coen, yang dikenal sebagai Coen Brothers, sempat merilis film komedi komersial Burn After Reading di tahun 2008, yang cukup sukses selama masa peredarannya.
Golden Globe Predictions
Kurang dari 12 jam, para pemenang dari The 67th Annual Golden Globe Awards akan segera diumumkan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, para nominasi dan pemenang dari ajang penghargaan ini biasanya menjadi indikasi dan cerminan dari para nominator dan pemenang di ajang Academy Awards. Continue reading Golden Globe Predictions