Film yang dipilih Indonesia untuk berkompetisi di kategori Best International Feature di ajang Academy Awards mendatang, Perempuan Tanah Jahanam, berhasil memenangkan kategori Film Cerita Panjang Terbaik dari Festival Film Indonesia 2020. Film arahan Joko Anwar tersebut juga menjadi film peraih penghargaan terbanyak dengan memenangkan lima kategori lainnya, termasuk Sutradara Terbaik untuk Anwar serta Pemeran Pendukung Perempuan Terbaik untuk Christine Hakim – yang sekaligus menjadikan Hakim sebagai peraih Piala Citra terbanyak kedua sepanjang masa dengan sembilan piala (sepuluh jika termasuk dengan raihan Lifetime Achievement) yang diraih sepanjang karirnya. (Idris Sardi adalah pemenang Piala Citra terbanyak sepanjang masa dengan sebelas Piala Citra.) Continue reading Festival Film Indonesia 2020 Winners List
Tag Archives: Laura Basuki
Festival Film Indonesia 2020 Nominations List
Film arahan Joko Anwar, Perempuan Tanah Jahanam (2019), berhasil mencatatkan diri sebagai film dengan raihan nominasi terbanyak di ajang Festival Film Indonesia 2020. Film yang dirilis secara internasional dengan judul Impetigore tersebut berhasil mendapatkan 17 nominasi, termasuk di kategori Film Cerita Panjang Terbaik, Sutradara Terbaik dan Penulis Skenario Cerita Asli Terbaik untuk Anwar, dan meraup nominasi di seluruh kategori akting, Pemeran Utama Pria Terbaik untuk Ario Bayu, Pemeran Utama Wanita Terbaik untuk Tara Basro, Pemeran Pendukung Pria Terbaik untuk Kiki Narendra, serta dua nominasi di kategori Pemeran Pendukung Wanita Terbaik untuk Christine Hakim dan Marissa Anita. Perempuan Tanah Jahanam sendiri akan bersaing dengan Hiruk Pikuk Si Al-Kisah (The Science of Fictions) (Yosep Anggi Noen, 2020), Humba Dreams (Riri Riza, 2019), Imperfect: Karier, Cinta & Timbangan (Ernest Praksa, 2019), Mudik (Adriyanto Dewo, 2020), dan Susi Susanti – Love All (Sim F., 2019) untuk memperebutkan gelar Film Cerita Panjang Terbaik. Continue reading Festival Film Indonesia 2020 Nominations List
The 20 Best Movie Performances of 2019
What makes an acting performance so remarkable and/or memorable? Kemampuan seorang aktor untuk menghidupkan karakternya dan sekaligus menghantarkan sentuhan-sentuhan emosional yang dirasakan sang karakter jelas membuat sebuah penampilan akan mudah melekat di benak para penontonnya. Kadang bahkan jauh seusai penonton menyaksikan penampilan tersebut. Penampilan tersebut, tentu saja, tidak selalu membutuhkan momen-momen emosional megah nan menggugah. Bahkan, pada beberapa kesempatan, tidak membutuhkan durasi penampilan yang terlalu lama.
Berikut adalah dua puluh penampilan akting yang paling berkesan dalam sebuah film yang dirilis di sepanjang tahun 2019, termasuk sebuah penampilan yang At the Movies pilih sebagai Performance of the Year. Disusun secara alfabetis.
Review: Susi Susanti – Love All (2019)
Meskipun merupakan sebuah biopik, Susi Susanti – Love All bukanlah sekedar sebuah film yang bercerita tentang lika-liku perjalanan kehidupan sesosok figur publik yang menjadi karakter utama ceritanya. Di saat yang bersamaan, meskipun film ini bertutur tentang karakter utama yang merupakan seorang atlet yang sedang berjuang untuk membuktikan kemampuan diri dalam bidang olahraga yang dijalaninya, Susi Susanti – Love All tidak lantas berkutat dalam ritme berkisah film-film olahraga yang siap membawa para penonton untuk dapat merasakan sensasi menyaksikan langsung sang karakter utama dalam setiap pertandingannya. Dalam film yang sekaligus menjadi film panjang pertama yang ia arahkan, Sim F (Sanubari Jakarta, 2012) meramu Susi Susanti – Love All menjadi sajian yang tidak hanya berkisah tentang seorang tokoh olahraga dan berbagai catatan kisah pertarungannya namun juga presentasi tentang kisah kelam satu bangsa di masa lampau yang bekas lukanya masih cukup terasa hingga saat ini. Continue reading Review: Susi Susanti – Love All (2019)
Review: The Returning (2018)
Merupakan passion project dari film blogger–turned–filmmaker, Witra Asliga – yang bahkan telah mulai dikembangkan sebelum dirinya terlibat untuk mengarahkan salah satu segmen dalam omnibus 3 Sum (Asliga, William Chandra, Andri Cung, 2013), The Returning membuka perjalanan kisahnya dengan menggambarkan kehidupan Natalie (Laura Basuki) dan kedua anaknya, Maggie (Tissa Biani Azzahra) dan Dom (Muzakki Ramdhan), setelah suaminya, Colin (Ario Bayu), dinyatakan hilang saat panjat tebing. Tiga bulan setelah hilangnya Colin, semua orang mulai berusaha untuk meyakinkan Natalie agar dirinya merelakan kepergian sang suami dan segera melanjutkan hidup. Namun, rasa cintanya yang besar kepada Colin, dan jenazah Colin yang tak kunjung ditemukan, membuat Natalie masih yakin akan adanya peluang bahwa suaminya masih berada dalam keadaan hidup. Kejutan. Satu malam, Colin benar-benar kembali ke rumahnya untuk menemui Natalie dan kedua anak mereka. Sebuah reuni yang jelas menghadirkan lagi kebahagiaan bagi keluarga tersebut. Namun, secara perlahan, kembalinya Colin turut menghadirkan deretan teror bagi Natalie, Maggie, dan Dom. Apakah Colin benar-benar telah kembali pada keluarganya? Continue reading Review: The Returning (2018)
Review: Love & Faith (2015)
Diadaptasi dari buku berjudul Karmaka Surjaudaja: Tidak Ada Yang Tidak Bisa yang ditulis oleh mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia, Dahlan Iskan – yang biopik masa kecilnya juga sempat diangkat ke layar lebar lewat film Sepatu Dahlan (2014), Love & Faith bercerita mengenai perjalanan hidup pengusaha Kwee Tjie Hoei alias Karmaka Surjaudaja dalam menyelamatkan Bank Nilai Inti Sari Penyimpan yang dimiliki oleh mertuanya dari kemelut krisis ekonomi pada masa Orde Baru dan membangunnya menjadi sebuah bank besar beraset lebih dari Rp100 triliun yang kini dikenal sebagai Bank OCBC NISP. Yep. Love & Faith adalah sebuah film biopik yang sepertinya sedang gemar dieksplorasi oleh banyak pembuat film Indonesia. Namun, apakah sutradara pemenang Piala Citra, Benni Setiawan (3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta, 2010) mampu menyajikannya dengan cita rasa yang berbeda dengan film-film sejenis lainnya?
Naskah cerita Love & Faith yang disusun oleh Benni Setiawan dengan Bagus Bramanti sendiri dibangun sebagai sebuah drama romansa yang mengisahkan mengenai hubungan Kwee Tjie Hoei (Rio Dewanto) dengan istrinya Lim Kwei Ing (Laura Basuki). Pasang surut hubungan keduanya dalam menghadapi berbagai permasalahan ketika Kwee Tjie Hoei mulai membangun bank yang dipercayakan kepada dirinya inilah yang menjadi sentral kekuatan utama Love & Faith. Penampilan sekaligus chemistry yang begitu erat antara Rio Dewanto dan Laura Basuki membuat hubungan antara kedua karakter utama dalam film ini mampu dapat terasa begitu menyentuh. Didukung dengan penampilan akting dari para pemeran pendukung lainnya seperti Dion Wiyoko, Verdi Solaiman dan Ferry Salim, departemen akting Love & Faith harus diakui menjadi elemen paling memuaskan dalam presentasi film ini.
Tantangan terbesar dalam membawakan kisah hidup Kwee Tjie Hoei ke layar lebar jelas berasal dari upaya Benni Setiawan dan Bagus Bramanti dalam mensarikan deretan konflik kehidupan sang karakter di dunia nyata untuk dapat dimuat dalam sebuah film berdurasi 100 menit. Disinilah Love & Faith gagal untuk membentuk sebuah penceritaan yang meyakinkan. Benni Setiawan dan Bagus Bramanti mungkin berniat baik dengan mengisahkan bagaimana karakter Kwee Tjie Hoei mampu menghadapi tantangan demi tantangan dalam usahanya membersihkan imej sekaligus membangun sebuah bank bermasalah yang dipercayakan kepadanya. Sayangnya, dalam penceritaan sebuah film, permasalahan yang sepertinya tidak ada habisnya tersebut justru membuat kehidupan karakter Kwee Tjie Hoei terasa dikemas terlalu berlebihan. Parahnya, Benni Setiawan kemudian sepertinya acuh dalam memberikan berbagai solusi dari deretan banyak konflik yang telah ia hadirkan dalam Love & Faith dan memilih mengakhiri film ini dengan satu, dua baris kalimat mengenai kehidupan Kwee Tjie Hoei selepas deretan konflik tersebut. Deretan konflik tanpa adanya solusi di akhir cerita inilah yang membuat Love & Faith jelas terasa mengecewakan presentasi ceritanya.
Fokus yang diberikan Benni Setiawan pada deretan konflik yang terjadi dalam kehidupan karakter Kwee Tjie Hoei mau tidak mau juga mengurangi kesempatan dirinya untuk mengembangkan deretan kisah minor dari karakter-karakter pendukung yang berada di sekitar karakter utama. Hal inilah yang menyebabkan, meskipun pada awalnya karakter Kwee Tjie Hoei digambarkan dekat dengan keluarganya, karakter keluarganya kemudian tersingkir begitu saja di bagian lanjutan kisah dan hanya dimanfaatkan untuk memperumit konflik kehidupan Kwee Tjie Hoei di paruh kedua penceritaan dengan tanpa adanya penggalian cerita yang mendalam. Keluarga Kwee Tjie Hoei yang dibentuk dengan istrinya Lim Kwei Ing juga seringkali hadir sebagai tempelan saja. Kedua karakter anak mereka hanya hadir ketika dibutuhkan dan sama sekali tidak pernah mampu disajikan sebagai bagian pengisahan yang erat.
Dari departemen produksi, Love & Faith hadir tidak mengecewakan. Meskipun Benni Setiawan terasa sedikit malas dalam mengolah lokasi penceritaannya – Love & Faith seringkali tampak berputar-putar di wilayah Bandung yang sama demi memanfaatkan atmosfer klasik dari wilayah tersebut – serta beberapa efek khusus yang masih terasa kasar, secara keseluruhan tata produksi Love & Faith hadir tanpa masalah yang berarti. Tata rias dan rambut setiap pemeran mampu disajikan dengan baik untuk menonjolkan pengisahan yang berlangsung di awal era Orde Baru. Begitu juga dengan tata sinematografi dan tata musik yang cukup mendukung kekuatan atmosfer penceritaan film ini. [C-]
Love & Faith (2015)
Directed by Benni Setiawan Produced by Frans Limasnax Written by Benni Setiawan, Bagus Bramanti (screenplay), Dahlan Iskan (book, Karmaka Surjaudaja: Tidak Ada Yang Tidak Bisa) Starring Rio Dewanto, Laura Basuki, Dion Wiyoko, Irina Chiu Yen Tan, Ferry Salim, Verdi Solaiman, Teuku Rifnu Wikana, Iszur Muchtar, Epy Kusnandar, Henky Solaiman, Desy Limasnax Music by Aksan Sjuman Cinematography Edi Santoso Edited by Cesa David Luckmansyah Production company E-Motion Entertainment Running time 100 minutes Country Indonesia Language Indonesian
Festival Film Indonesia 2013 Nominations List
Setelah Fiksi yang berhasil memenangkan beberapa kategori utama, termasuk Film Bioskop Terbaik dan Sutradara Terbaik di ajang Festival Film Indonesia 2008, tahun ini panitia penyelenggara Festival Film Indonesia kembali menunjukkan rasa cinta mereka terhadap genre horor dengan memberikan 13 nominasi kepada film Belenggu arahan Upi. 13 dari 15 kategori yang tersedia dalam Festival Film Indonesia 2013! That’s huge! Belenggu berhasil mendapatkan nominasi di beberapa kategori utama seperti Naskah Asli Terbaik dan Sutradara Terbaik untuk Upi, Pemeran Utama Pria Terbaik untuk Abimana, Pemeran Utama Wanita Terbaik untuk dua pemerannya, Imelda Therinne dan Laudya Cinthya Bella, serta Film Terbaik dimana Belenggu akan bersaing dengan 5 cm, Habibie & Ainun, Laura & Marsha dan Sang Kiai.
Continue reading Festival Film Indonesia 2013 Nominations List
Review: Madre (2013)
Diarahkan oleh sutradara sekaligus penulis naskah pemenang Festival Film Indonesia, Benni Setiawan (3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta, 2010), naskah cerita Madre diadaptasi dari cerita pendek berjudul sama karya Dewi Lestari yang sempat dirilis dalam buku kumpulan cerita fiksi ketiganya yang juga diberi judul Madre (2011). Benni sebenarnya dapat saja mengikuti pakem drama Madre yang memang diterapkan Dewi Lestari dalam tulisannya. Namun, alih-alih mengikuti pola penceritaan dua seri Perahu Kertas (2012) maupun Rectoverso (2013) yang juga mengadaptasi hasil tulisan penulis kelahiran Bandung, Jawa Barat tersebut, Benni justru mengubah tatanan cerita versi film dari Madre menjadi sebuah sajian drama komed romantis. Berhasil? Well… jika diibaratkan sebagai sebuah potongan roti, Madre tidak memiliki tekstur yang padat. Pun begitu, Benni masih tetap mampu mengemasnya menjadi sebuah penganan yang hangat sekaligus begitu lembut untuk dinikmati.
Review: Di Timur Matahari (2012)
Di era dimana industri film lebih dominan diisi oleh para pengusaha yang sepenuhnya berorientasi menghasilkan keuntungan komersial dalam memproduksi film-filmnya, jelas merupakan sebuah pencerahan tersendiri untuk melihat masih adanya beberapa pembuat film yang masih berusaha keras untuk merilis film-film dengan nilai kualitas yang memadai. Alenia Pictures, yang dimiliki oleh Ari Sihasale bersama istrinya Nia Zulkarnaen, semenjak awal telah memfokuskan diri mereka untuk menghantarkan cerita-cerita yang berisi moral pendidikan kepada penontonnya. Daripada menceritakan karakter-karakter yang hidup di perkotaan metropolitan dengan bergelimpangan harta sehingga kadang membuat mereka menjadi sakit jiwa (halo, Joko Anwar!), film-film karya Alenia Pictures lebih memilih untuk menghadirkan karakter-karakter sederhana dari berbagai pelosok daerah Indonesia jauh sebelum tren “mari berangkat ke sudut-sudut kota terpencil di Indonesia dan menghasilkan gambar-gambar indah” mulai menjangkiti para pembuat film Indonesia.
Review: #republiktwitter (2012)
Pertama kali diluncurkan ke dunia maya pada tahun 2006 dan hingga saat ini telah memiliki sebanyak 300 juta pengguna di seluruh dunia – dengan 2,34% dari pengguna tersebut berada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia – situs jejaring sosial Twitter telah menjadi sebuah fenomena sosial tersendiri bagi masyarakat dunia. Begitu berpengaruhnya penggunaan Twitter, situs yang saat ini bernilai sebesar lebih dari US$140 juta ini acapkali digunakan sebagai media promosi maupun kampanye yang cukup ampuh dalam masyarakat modern saat ini. Dan setelah kesuksesan The Social Network (2010) yang mengangkat tentang Facebook, cukup mengherankan untuk melihat mengapa Hollywood masih belum membuat sebuah film besar tentang Twitter. Tidak masalah! Industri film Indonesia yang akan mengambil kesempatan tersebut.
Festival Film Indonesia 2010 Winners List
Diluar dugaan berbagai pihak, film karya Benni Setiawan, 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta, ternyata berhasil menyingkirkan para pesaingnya, termasuk film arahan Deddy Mizwar yang pada awalnya diperkirakan akan menjadi pemenang besar, Alangkah Lucunya (Negeri Ini), untuk menjadi pemenang utama di ajang Festival Film Indonesia 2010. Kemenangan 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta termasuk dalam memenangkan penghargaan utama, Film Cerita Panjang Terbaik, Penyutradaraan Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, Pemeran Utama Wanita Terbaik sekaligus Skenario Cerita Adaptasi Terbaik.
Festival Film Indonesia 2010 Nominations List
Sebenarnya, di tengah persaingan antara banyak film-film berkualitas, adalah sangat wajar bila sebuah film yang dianggap sangat berpotensial untuk memenangkan banyak penghargaan ternyata tidak mendapatkan perhatian sedikitpun. Namun, tentu hal tersebut akan terdengar cukup mengherankan bila hal tersebut datang dari sebuah industri film yang kebanyakan film yang dihasilkannya adalah film-film berkualitas ‘buruk.’ Dan akan lebih sangat mengherankan lagi bila salah satu dari hanya beberapa film terbaik yang dihasilkan pada satu tahun di industri film tersebut malah sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari sebuah penghargaan film terbesar di industri film tersebut.
Continue reading Festival Film Indonesia 2010 Nominations List
Review: 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta (2010)
Setelah Cin(T)a yang dirilis secara terbatas pada tahun lalu, tema pluralisme dan hubungan percintaan antara dua insan yang memiliki latar belakang kepercayaan agama yang berbeda kini kembali diangkat ke layar lebar. Berbeda dengan Cin(T)a, yang membawakan jalan ceritanya dengan banyak dialog filosofis penuh makna, 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta mencoba menjajal tema yang ingin diceritakan dengan jalan penyampaian yang lebih ringan.
Continue reading Review: 3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta (2010)