Sejujurnya, Insya Allah Sah (Benni Setiawan, 2017) bukanlah sebuah karya yang benar-benar buruk. Namun, terlepas dari berhasil menghadirkan beberapa momen komikal yang cukup menghibur serta penampilan yang cukup prima dari Pandji Pragiwaksono dan Titi Kamal, kebanyakan penonton mungkin akan lebih mengingat Insya Allah Sah sebagai sebuah film yang hadir dengan kualitas penceritaan yang cenderung monoton dan seorang sosok karakter utama yang begitu sukar untuk disukai dan benar-benar mengganggu. Well… Insya Allah Sah 2 kini dihadirkan untuk mencoba memperbaiki beberapa “kesalahan” yang telah diperbuat oleh seri pendahulunya – dan, tentu saja, mencoba mengulangi kembali (atau bahkan melampaui) kesuksesan komersial yang berhasil diraih Insya Allah Sah. Continue reading Review: Insya Allah Sah 2 (2018)
Tag Archives: Henky Solaiman
Review: Susah Sinyal (2017)
Melalui dua film perdananya, Ngenest (2015) dan Cek Toko Sebelah (2016), Ernest Prakasa telah cukup berhasil membuktikan posisinya sebagai salah satu sutradara sekaligus penulis naskah yang patut diperhitungkan keberadaannya di industri film Indonesia. Jika Ngenest mampu memisahkan Prakasa dari segerombolan rekan komika sepantarannya yang juga mencoba peruntungannya dengan berperan atau mengarahkan atau menjadi penulis naskah dalam sebuah film Indonesia – dengan menghasilkan sebuah film drama komedi yang menyasar pasar yang lebih dewasa dari penonton muda maupun remaja, maka Cek Toko Sebelah bahkan berhasil melangkah lebih jauh lagi. Tidak hanya film tersebut mampu meraih kesuksesan komersial dengan mendapatkan lebih dari dua juta penonton selama masa tayangnya, Cek Toko Sebelah juga berhasil meraih pujian luas dari kalangan kritikus film nasional yang kemudian membawa film yang dibintangi Prakasa bersama Dion Wiyoko tersebut mendapatkan sembilan nominasi di ajang Festival Film Indonesia 2017 termasuk nominasi untuk Film Terbaik dan Sutradara Terbaik. Continue reading Review: Susah Sinyal (2017)
Review: Sweet 20 (2017)
Diarahkan oleh Ody C. Harahap (Kapan Kawin?, 2015), Sweet 20 berkisah tentang kehidupan seorang nenek berusia 70 tahun, Fatmawati (Niniek L. Kariem), yang berubah drastis setelah dirinya secara magis bertransformasi menjadi seorang gadis berusia 20 tahun. Untuk menutupi identitasnya, Fatmawati lantas menggunakan nama Mieke (Tatjana Saphira) sesuai dengan nama artis idolanya, Mieke Wijaya. Dengan identitas barunya tersebut, Mieke merasa mendapatkan kesempatan sekali lagi untuk meraih berbagai mimpi terdahulunya yang belum sempat ia wujudkan. Di saat yang bersamaan, dengan penampilan, sikap dan bakatnya yang bersinar, Mieke berhasil menarik perhatian dua orang pemuda, Juna (Kevin Julio) dan Alan (Morgan Oey), sekaligus membuat sahabatnya, Hamzah (Slamet Rahardjo), yang sedari dulu telah meyimpan perasaan suka pada dirinya kembali jatuh hati kepada dirinya. Continue reading Review: Sweet 20 (2017)
Review: Love & Faith (2015)
Diadaptasi dari buku berjudul Karmaka Surjaudaja: Tidak Ada Yang Tidak Bisa yang ditulis oleh mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara Republik Indonesia, Dahlan Iskan – yang biopik masa kecilnya juga sempat diangkat ke layar lebar lewat film Sepatu Dahlan (2014), Love & Faith bercerita mengenai perjalanan hidup pengusaha Kwee Tjie Hoei alias Karmaka Surjaudaja dalam menyelamatkan Bank Nilai Inti Sari Penyimpan yang dimiliki oleh mertuanya dari kemelut krisis ekonomi pada masa Orde Baru dan membangunnya menjadi sebuah bank besar beraset lebih dari Rp100 triliun yang kini dikenal sebagai Bank OCBC NISP. Yep. Love & Faith adalah sebuah film biopik yang sepertinya sedang gemar dieksplorasi oleh banyak pembuat film Indonesia. Namun, apakah sutradara pemenang Piala Citra, Benni Setiawan (3 Hati Dua Dunia, Satu Cinta, 2010) mampu menyajikannya dengan cita rasa yang berbeda dengan film-film sejenis lainnya?
Naskah cerita Love & Faith yang disusun oleh Benni Setiawan dengan Bagus Bramanti sendiri dibangun sebagai sebuah drama romansa yang mengisahkan mengenai hubungan Kwee Tjie Hoei (Rio Dewanto) dengan istrinya Lim Kwei Ing (Laura Basuki). Pasang surut hubungan keduanya dalam menghadapi berbagai permasalahan ketika Kwee Tjie Hoei mulai membangun bank yang dipercayakan kepada dirinya inilah yang menjadi sentral kekuatan utama Love & Faith. Penampilan sekaligus chemistry yang begitu erat antara Rio Dewanto dan Laura Basuki membuat hubungan antara kedua karakter utama dalam film ini mampu dapat terasa begitu menyentuh. Didukung dengan penampilan akting dari para pemeran pendukung lainnya seperti Dion Wiyoko, Verdi Solaiman dan Ferry Salim, departemen akting Love & Faith harus diakui menjadi elemen paling memuaskan dalam presentasi film ini.
Tantangan terbesar dalam membawakan kisah hidup Kwee Tjie Hoei ke layar lebar jelas berasal dari upaya Benni Setiawan dan Bagus Bramanti dalam mensarikan deretan konflik kehidupan sang karakter di dunia nyata untuk dapat dimuat dalam sebuah film berdurasi 100 menit. Disinilah Love & Faith gagal untuk membentuk sebuah penceritaan yang meyakinkan. Benni Setiawan dan Bagus Bramanti mungkin berniat baik dengan mengisahkan bagaimana karakter Kwee Tjie Hoei mampu menghadapi tantangan demi tantangan dalam usahanya membersihkan imej sekaligus membangun sebuah bank bermasalah yang dipercayakan kepadanya. Sayangnya, dalam penceritaan sebuah film, permasalahan yang sepertinya tidak ada habisnya tersebut justru membuat kehidupan karakter Kwee Tjie Hoei terasa dikemas terlalu berlebihan. Parahnya, Benni Setiawan kemudian sepertinya acuh dalam memberikan berbagai solusi dari deretan banyak konflik yang telah ia hadirkan dalam Love & Faith dan memilih mengakhiri film ini dengan satu, dua baris kalimat mengenai kehidupan Kwee Tjie Hoei selepas deretan konflik tersebut. Deretan konflik tanpa adanya solusi di akhir cerita inilah yang membuat Love & Faith jelas terasa mengecewakan presentasi ceritanya.
Fokus yang diberikan Benni Setiawan pada deretan konflik yang terjadi dalam kehidupan karakter Kwee Tjie Hoei mau tidak mau juga mengurangi kesempatan dirinya untuk mengembangkan deretan kisah minor dari karakter-karakter pendukung yang berada di sekitar karakter utama. Hal inilah yang menyebabkan, meskipun pada awalnya karakter Kwee Tjie Hoei digambarkan dekat dengan keluarganya, karakter keluarganya kemudian tersingkir begitu saja di bagian lanjutan kisah dan hanya dimanfaatkan untuk memperumit konflik kehidupan Kwee Tjie Hoei di paruh kedua penceritaan dengan tanpa adanya penggalian cerita yang mendalam. Keluarga Kwee Tjie Hoei yang dibentuk dengan istrinya Lim Kwei Ing juga seringkali hadir sebagai tempelan saja. Kedua karakter anak mereka hanya hadir ketika dibutuhkan dan sama sekali tidak pernah mampu disajikan sebagai bagian pengisahan yang erat.
Dari departemen produksi, Love & Faith hadir tidak mengecewakan. Meskipun Benni Setiawan terasa sedikit malas dalam mengolah lokasi penceritaannya – Love & Faith seringkali tampak berputar-putar di wilayah Bandung yang sama demi memanfaatkan atmosfer klasik dari wilayah tersebut – serta beberapa efek khusus yang masih terasa kasar, secara keseluruhan tata produksi Love & Faith hadir tanpa masalah yang berarti. Tata rias dan rambut setiap pemeran mampu disajikan dengan baik untuk menonjolkan pengisahan yang berlangsung di awal era Orde Baru. Begitu juga dengan tata sinematografi dan tata musik yang cukup mendukung kekuatan atmosfer penceritaan film ini. [C-]
Love & Faith (2015)
Directed by Benni Setiawan Produced by Frans Limasnax Written by Benni Setiawan, Bagus Bramanti (screenplay), Dahlan Iskan (book, Karmaka Surjaudaja: Tidak Ada Yang Tidak Bisa) Starring Rio Dewanto, Laura Basuki, Dion Wiyoko, Irina Chiu Yen Tan, Ferry Salim, Verdi Solaiman, Teuku Rifnu Wikana, Iszur Muchtar, Epy Kusnandar, Henky Solaiman, Desy Limasnax Music by Aksan Sjuman Cinematography Edi Santoso Edited by Cesa David Luckmansyah Production company E-Motion Entertainment Running time 100 minutes Country Indonesia Language Indonesian
Review: Habibie & Ainun (2012)
Faozan Rizal, yang lebih dikenal atas arahan sinematografi-nya untuk film-film seperti Tendangan dari Langit (2011), The Perfect House (2011) dan Perahu Kertas (2012), melakukan debut penyutradaraannya lewat film berjudul Habibie & Ainun yang diangkat dari buku autobiografi berjudul sama karya mantan Presiden Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie. Terlepas dari kehidupan B.J. Habibie yang dilingkupi dengan banyak intrik politik, Habibie & Ainun justru lebih memfokuskan penceritaannya pada kehidupan pribadi sang mantan presiden, khususnya naik turunnya hubungan asmara yang ia jalin dengan almarhumah sang istri. Diperkuat dengan naskah cerita arahan Ginatri S. Noer dan Ifan Adriansyah Ismail, Faozan Rizal berhasil mengarahkan Habibie & Ainun menjadi sebuah kisah cinta yang tidak hanya terasa hangat, namun juga mampu menjalin hubungan emosional yang begitu kuat dengan para penontonnya.
Review: Merah Putih III: Hati Merdeka (2011)
Bukan bermaksud untuk merendahkan niat dan hasil yang dicapai oleh para produser Trilogi Merdeka, namun semenjak kisah pertama dari seri tersebut dirilis pada tahun 2009, Merah Putih, dan kemudian dilanjutkan setahun kemudian dengan Darah Garuda, Trilogi Merdeka tidak pernah benar-benar mampu menghantarkan janji-janji para produsernya untuk menyajikan sebuah film epik a la film action Hollywood mengenai perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan para penjajahnya. Setelah Merah Putih mendapat begitu banyak kritikan karena kurang menghadirkan unsur aksi di dalam jalan ceritanya, Darah Garuda kemudian menunjukkan beberapa perbaikan. Walau masih diliputi dengan kisah drama yang panjang, Darah Garuda mampu menghadirkan sekelumit adegan aksi dan ledakan yang cukup mumpuni dan telah lama dinanti penonton untuk dihadirkan di trilogi ini.
Continue reading Review: Merah Putih III: Hati Merdeka (2011)
Review: Sehidup (Tak) Semati (2010)
Sutradara The Tarix Jabrix 2 dan Bukan Malin Kundang, Iqbal Rais, kini kembali lagi dengan sebuah film drama komedi berjudul Sehidup (Tak) Semati. Selain dibintangi oleh aktris yang semakin naik daun namanya semenjak membintangi Hari Untuk Amanda, Fanny Fabriana, film ini juga dihiasi dengan banyak wajah familiar lainnya seperti Winky Wiryawan, Joanna Alexandra, Astri Nurdin hingga komedian seperti Bolot, Henky Solaiman, Rina dan Faqih Ngatemin.