Tag Archives: Haykal Kamil

Review: Toba Dreams (2015)

toba-dreams-posterDiangkat dari novel karya TB Silalahi yang berjudul sama, Toba Dreams memulai kisahnya ketika Sersan Tebe (Mathias Muchus) yang baru saja pensiun memutuskan untuk membawa keluarganya dari Jakarta untuk pulang kembali ke kampung halamannya di wilayah pinggiran Danau Toba, Sumatera Utara. Keputusan tersebut ditolak mentah-mentah oleh putera sulungnya, Ronggur (Vino G. Bastian) yang ingin menetap dan bekerja di Jakarta – serta selalu berada dekat dengan kekasihnya, Andini (Marsha Timothy). Ronggur lantas memilih untuk melarikan diri dari keluarganya. Sayang, setelah beberapa saat berusaha untuk mengubah nasib dan membuktikan kemampuan dirinya, kehidupan ibukota yang begitu keras secara perlahan mulai menekan Ronggur yang akhirnya menjebaknya untuk terlibat dalam perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang. Sebuah langkah yang jelas semakin memisahkannya jauh dari keluarga dan orang-orang yang dicintainya.

Naskah cerita Toba Dreams yang digarap bersama antara TB Silalahi dan sutradara Benni Setiawan memuat begitu banyak hal yang ingin disampaikan kepada penontonnya. Mulai dari naik turunnya hubungan antara ayah dan anak, romansa antara sepasang kekasih, mimpi untuk mencapai kehidupan yang lebih baik – kisah yang juga baru disampaikan Bulan di Atas Kuburan (Edo WF Sitanggang, 2015) yang juga menggunakan kehidupan suku Batak dan pemandangan Danau Toba dalam penceritaannya – hingga plot mengenai toleransi antar agama terpapar di sepanjang 144 menit durasi penceritaan Toba Dreams. Harus diakui, banyaknya sisi penceritaan yang ingin disajikan tersebut menjadi satu kelemahan tersendiri bagi film ini ketika banyak diantara plot tersebut gagal untuk dikembangkan dengan lebih baik. Toba Dreams jelas akan berkisah secara lebih padat dan efektif – serta dalam durasi yang lebih singkat – jika Benni Setiawan dan TB Silalahi mau memilih untuk menyingkirkan beberapa konflik yang sebenarnya tidak begitu berpengaruh banyak pada plot cerita serta karakter-karakter utama.

Terlepas dari beberapa momen lemahnya, naskah cerita Toba Dreams juga harus diakui mampu mengeksplorasi banyak sisi penceritaannya dengan sangat baik, khususnya ketika berfokus pada kisah drama keluarga yang diembannya. Penggarapan naskah cerita yang kuat pada tema tersebut sekaligus karakter-karakter yang mampu tampil mengikat penontonnya menjadi kunci utama bagi film ini untuk mampu tampil begitu emosional. Sentuhan-sentuhan komedi yang beberapa kali dihadirkan dalam jalan cerita film juga terasa begitu menyegarkan. Tentu saja, pengarahan Benni Setiawan yang begitu efektif dalam mengatur ritme penceritaan film mampu menjadikan Toba Dreams terasa nyaman untuk diikuti meskipun dengan berbagai kompleksitas yang dibawakan jalan ceritanya.

Keunggulan Toba Dreams juga sangat dapat dirasakan dari kualitas penampilan departemen aktingnya. Benni Setiawan berhasil merangkum dan mendapatkan penampilan akting terbaik dari seluruh jajaran pemeran filmnya. Nama-nama seperti Vino G. Bastian, Mathias Muchus, Jajang C. Noer, Marsha Timothy yang memang dikenal sebagai deretan penampil yang selalu dapat diandalkan kembali membuktikan kemampuan mereka dalam menghidupkan setiap karakter yang mereka perankan dalam film ini. Chemistry ayah dan anak yang berhasil diciptakan Vino G. Bastian dan Mathias Muchus juga tampil begitu kuat sehingga penonton dapat dengan jelas merasakan setiap aliran emosi yang dihadirkan karakter-karakter yang mereka perankan ketika kedua pemeran tersebut sedang berada dalam satu adegan yang sama.

Penampilan akting yang solid tidak hanya datang dari jajaran pemeran utama film. Barisan pemeran pendukung film ini seperti Haykal Kamil, Ramon Y. Tungka, Tri Yudiman dan Vinessa Inez juga mampu hadir memperkuat kualitas keseluruhan dari Toba Dreams. Namun, adalah penampilan stand up comedian Boris Bokir yang akan mampu mencuri perhatian penonton ketika menyaksikan film ini. Penampilan komikal Boris Bokir dalam dialek Bataknya tampil begitu menghibur tanpa pernah sekalipun terasa berlebihan. Penampilan Boris Bokir-lah yang mampu menjadikan elemen komedi dalam jalan cerita Toba Dreams untuk hadir dan bekerja secara efektif.

Tidak lupa, Toba Dreams juga mampu disajikan dengan kualitas teknikal yang sangat memuaskan. Gambar-gambar yang dihasilkan Roy Lolang mampu tampil menenangkan ketika menangkap keindahan lingkungan Danau Toba sekaligus tampil keras ketika menelusuri kehidupan Jakarta. Tata musik arahan Viky Sianipar juga berhasil memasukkan elemen-elemen budaya Batak secara tepat guna dalam banyak bagian cerita film. Secara keseluruhan, meskipun masih memiliki beberapa bagian cerita yang terasa lemah, Benni Setiawan masih mampu mengemas Toba Dreams menjadi sebuah sajian drama keluarga yang begitu kuat dan emosional – dan sekaligus menjadikan film ini sebagai film arahannya dengan kualitas keseluruhan yang paling memuaskan hingga saat ini. [B-]

Toba Dreams (2015)

Directed by Benni Setiawan Produced by Rizaludin Kurniawan Written by Benni Setiawan, TB Silalahi (screenplay), TB Silalahi (novel, Toba Dreams) Starring Vino G. Bastian, Mathias Muchus, Marsha Timothy, Haykal Kamil, Boris Bokir, Jajang C. Noer, Tri Yudiman, Vinessa Inez, Ajil Ditto, Ramon Y. Tungka, Fadhel Reyhan, Paloma Kasia, Jerio Jeffry, JE Sebastian, Julian Kunto, Kodrat W. Saroyo, Judika Sihotang Music by Viky Sianipar Cinematography Roy Lolang Editing by Andhy Pulung Studio TB Silalahi Center/Semesta Production Running time 144 minutes Country Indonesia Language Indonesian

Review: Hijab (2015)

hijab-posterKemampuan untuk mengemas kritik maupun sindiran sosial dengan bahasa penyampaian yang renyah jelas adalah salah satu hal yang menjadi kelebihan tersendiri bagi setiap film yang diarahkan oleh Hanung Bramantyo. Lihat saja bagaimana Doa Yang Mengancam (2008) yang menyajikan sebuah satir tentang hubungan seorang umat manusia dengan Tuhan-nya atau Perempuan Berkalung Sorban (2009) yang memberikan sudut pandang lain tentang kehidupan di dalam sebuah pesantren atau Tanda Tanya (2011) yang mengangkat isu toleransi antar umat beragama yang memang sedang menghangat dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Dengan tutur bahasa yang lembut dan bersahaja, film-film Hanung seringkali mampu menyelam lebih dalam pada setiap isu sosial yang mungkin jarang berani diangkat oleh para pembuat film Indonesia lainnya.

Film terbaru arahan Hanung Bramantyo, Hijab, juga memberikan sebuah satir mengenai bagaimana hijab yang sejatinya merupakan sebuah identitas keteguhan hati kaum wanita Muslim dalam menganut kepercayaannya kini (seringkali) telah beranjak hanya menjadi (sekedar) fashion statement dalam keseharian banyak wanita Muslim di Indonesia. Terdengar sebagai sebuah isu yang berat dan serius? Jangan khawatir. Hanung tidak mengemas Hijab dengan nada penceritaan yang terlalu serius a la ketiga film arahannya yang telah disebutkan sebelumnya. Hanung justru mengemas Hijab dalam jalinan kisah persahabatan yang hangat seperti Catatan Akhir Sekolah (2004) dan Jomblo (2006) namun, tentu saja, tetap berisi deretan dialog dan plot penceritaan yang cukup tajam dalam mengupas tema cerita yang dibawakannya.

Dengan naskah cerita yang ditulis Hanung Bramantyo bersama dengan Rahabi Mandra (Merry Riana: Mimpi Sejuta Dolar, 2014), Hijab secara lantang mampu berbicara mengenai posisi hijab yang kini tidak lagi menjadi komoditas monopoli umat muslimah taat beragama di Indonesia serta beberapa isu sosial lain mulai dari dilema pernikahan, posisi wanita bekerja dalam sebuah rumah tangga atau tentang para “suami Arab” yang menetapkan hukum syariah dalam kehidupan mereka hingga sentilan-sentilan kecil mengenai beberapa kelompok yang begitu mudahnya untuk melakukan demonstrasi terhadap beberapa hal yang tidak sesuai dengan kepercayaan mereka hingga kehidupan dunia selebritas di industri hiburan Indonesia. Disajikan dalam kumpulan dialog dan plot penceritaan yang cukup tajam namun mampu tampil manis dengan balutan komedi (yang benar-benar) segar dalam kisah persahabatan dan kehidupan keseharian karakter-karakternya. Cerdas!

Namun, Hijab tidak selalu berjalan mulus. Untuk kelantangan dalam mengupas berbagai isu sosial yang dihadirkan Hanung Bramantyo dan Rahabi Mandra pada dua bagian awal cerita film, Hijab kemudian terasa begitu mudahnya berkompromi untuk menemukan penyelesaian masalah di paruh akhir penceritaan. Kedua penulis naskah terasa kebingungan untuk memberikan solusi masalah yang tepat bagi masing-masing karakter dan akhirnya justru melawan kembali berbagai satir yang sejak awal mereka sajikan dengan memilih akhir cerita yang tergolong aman melalui sebuah senjata pamungkas: dialog khotbah yang secara otomatis kemudian membawa kembali karakter-karakter dalam cerita film ini ke jalan kehidupan yang benar. Tidak benar-benar buruk namun berbanding begitu jauh dengan apa yang sedari awal telah ditanamkan oleh Hijab kepada para penontonnya.

Layaknya sebuah kisah persahabatan yang mampu tampil hangat dan meresap kepada setiap penonton film, Hanung Bramantyo sukses mengumpulkan deretan pengisi departemen akting yang berhasil menghadirkan penampilan akting dan chemistry satu sama lain yang benar-benar meyakinkan. Carissa Puteri, Zaskia Adya Mecca, Tika Bravani, Natasha Rizky, Nino Fernandez, Mike Lucock, Ananda Omesh dan Dion Wiyoko hadir dengan penampilan akting yang benar-benar santai – sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan setiap karakter yang mereka perankan – dan saling melengkapi satu sama lain. Kehangatan hubungan antara setiap karakter dalam Hijab akan memberikan kesan yang lebih mendalam jauh setelah penonton selesai menyaksikan film ini. Kehadiran banyak wajah-wajah familiar yang tampil sebagai “bintang tamu” dalam jalan penceritaan Hijab juga mampu memberikan tambahan hiburan tersendiri – dan dimanfaatkan dengan efektif oleh Hanung Bramantyo dengan tanpa mencuri perhatian dari para bintang utama film.

Meskipun tidak sempurna, Hijab kembali membuktikan posisi Hanung Bramantyo sebagai salah satu dari sedikit sutradara film Indonesia yang begitu lihai dalam mengemas cerita yang ingin ia sampaikan. Hijab adalah sebuah drama komedi persahabatan yang segar dan mampu bekerja dengan baik untuk menghibur maupun menampar jalan pemikiran para penontonnya. [B-]

Hijab (2015)

Directed by Hanung Bramantyo Produced by Hanung Bramantyo, Zaskia Adya Mecca, Haykal Kamil Written by Hanung Bramantyo, Rahabi Mandra Starring Carissa Puteri, Zaskia Adya Mecca, Tika Bravani, Natasha Rizky, Nino Fernandez, Mike Lucock, Ananda Omesh, Dion Wiyoko, Marini Soerjosoemarno, Jajang C Noer, Rina Hassim, Meriam Bellina, Mathias Muchus, Sophia Latjuba, Slamet Rahardjo Djarot, Bobby Tince, Mayang Faluthamia, Sogi Indra Dhuaja, Delano Daniel, Rifqa Amalsyita, Andi Keefe Bazli Ardiansyah, Kana Sybilla Bramantyo, Kala Madali Bramantyo, Ingrid Widjanarko, Epy Kusnandar, Lily SP, Pieter Gultom, Ida Zein, Steven Sakari, Sri Hartini, Otiq Pakis, Rofida, Adi Bambang Irawan, Barmastya Bhumi Brawijaya, Mpok Atiek, Cici Tegal, Vito Januarto, Marsha Natika, Tasya Nur Medina, Thalita Vitrianne, Azizah Mouri, Deby Kusuma Arum, Jelita Ramlan, Anggia Jelita, Senandung Nacita, Urip Arphan, Muhammad Assad, Hany Sabrina, Elly Sugigi, Nurul Jamilah, Luddy S, Andi Bersama, Lulung Mumtaza, Alhabsyi, Sita Nursanti, Joseph Ginting, Boy Idrus, Lasuardi Sudirman, Alfie Alfandy, Fauzan Smith, Fitri Arifin, Haykal Kamil, Rizky Harisnanda, Randy Tanaya, Martua H Aritonang, Elkie Kwee, Marcella Zalianty, Indra Bekti Music by Hariopati Rinanto Cinematography Faozan Rizal Edited by Wawan I. Wibowo Production company Dapur Film/Ampuh Entertainment/MVP Pictures Running time 102 minutes Country Indonesia Language Indonesian

Review: Menebus Impian (2010)

Menebus Impian adalah sebuah film drama terbaru karya sutradara pemenang Piala Citra, Hanung Bramantyo. Film ini sendiri sempat menjadi pembicaraan hangat di beberapa forum internet karena kabar yang mengatakan pendanaan film ini berasal dari sebuah perusahaan Multi Level Marketing yang ingin menjadikan film ini sebagai bagian promosinya.

Continue reading Review: Menebus Impian (2010)