Dalam film teranyarnya, Wrath of Man, Guy Ritchie (The Gentlemen, 2019) kembali mengarahkan Jason Statham yang sebelumnya turut berperan dalam tiga film yang mengawali karir penyutradaraan Ritchie, Lock, Stock & Two Smoking Barrells (1998), Snatch (2000), dan Revolver (2005). Statham berperan sebagai Patrick Hill, seorang pria yang baru saja mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan keamanan pengelola mobil lapis baja bernama Fortico Security. Bertugas untuk menghantarkan barang berharga atau uang dalam jumlah besar, Patrick Hill dan rekan-rekannya seringkali harus berhadapan dengan bahaya yang datang dari kawanan penjahat yang berusaha untuk merebut bawaan mereka. Meskipun begitu, berbekal pengalamannya bekerja di sebuah perusahaan keamanan di Eropa, Patrick Hill tidak ragu untuk melawan jika ada yang berusaha untuk mengganggu pekerjaannya – hal yang dibuktikan ketika ia dan dua rekannya, Haiden Blaire (Holt McCallany) dan Dave Hancock (Josh Hartnett), dihadang oleh sekelompok perampok dalam tugas mereka. Di saat yang bersamaan, kemampuan Patrick Hill untuk melawan membuat sejumlah orang lantas mempertanyakan siapa sosok Patrick Hill yang sebenarnya. Continue reading Review: Wrath of Man (2021)
Tag Archives: Guy Ritchie
Review: The Gentlemen (2020)
Digarap dengan nada pengisahan yang setara dengan Lock, Stock and Two Smoking Barrels (1998) dan Snatch (2000) yang dahulu begitu berhasil mempopulerkan nama Guy Ritchie kepada banyak penikmat film dunia, The Gentlemen berkisah mengenai seorang pemilik bisnis ganja terbesar di kota London, Inggris, bernama Mickey Pearson (Matthew McConaughey) yang kini berniat untuk pensiun agar dirinya dapat beristirahat dengan tenang bersama sang istri, Rosalind Pearson (Michelle Dockery). Atas keputusannya tersebut, Mickey Pearson lantas menawarkan bisnis ganjanya kepada seorang milyuner asal Amerika Serikat, Matthew Berger (Jeremy Strong), dengan harga sebesar US$400 juta. Di saat yang bersamaan, seorang pimpinan kelompok kriminal yang dikenal dengan sebutan Dry Eye (Henry Golding) juga menawarkan diri untuk membeli bisnis ganja milik Mickey Pearson – sebuah tawaran yang ditolak oleh Mickey Pearson karena dirinya tidak menyukai sosok Dry Eye. Tidak disangka, penolakan Mickey Pearson terhadap Dry Eye menimbulkan berbagai intrik dan gejolak bisnis yang, tentunya, seringkali berujung pada kematian. Continue reading Review: The Gentlemen (2020)
Review: Aladdin (2019)
Selang beberapa bulan semenjak perilisan Dumbo arahan Tim Burton, Walt Disney Pictures melanjutkan petualangannya dalam mengadaptasi film-film animasi klasiknya menjadi sajian live-action melalui Aladdin. Meskipun mendapat kritikan tajam atas beberapa elemen ceritanya yang dinilai kurang sensitif dalam penggambaran ras maupun kultur, versi animasi dari Aladdin (Ron Clements, John Musker, 1992) berhasil mengikuti jejak kesuksesan The Little Mermaid (Clements, Musker, 1989) dan Beauty and the Beast (Gary Trousdale, Kirk Wise, 1991) dalam mendapatkan reaksi positif baik dari para penonton – yang menghasilkan pendapatan komersial sebesar lebih dari US$500 juta – maupun dari para kritikus film – yang mampu mendorong Aladdin untuk meraih lima nominasi di ajang The 65th Annual Academy Awards termasuk memenangkan dua diantaranya. Ekspektasi yang cukup tinggi jelas telah terbeban pada Guy Ritchie (King Arthur: Legend of the Sword, 2017) dan versi live-action dari Aladdin arahannya untuk, setidaknya, meraih kesuksesan yang setara. Continue reading Review: Aladdin (2019)
Review: King Arthur: Legend of the Sword (2017)
Kisah King Arthur dan pedang legendarisnya, Excalibur, jelas merupakan salah satu kisah yang familiar bagi kebanyakan umat manusia yang ada di permukaan Bumi. Tidak hanya popular, kisah tersebut bahkan telah berulangkali diadaptasi dalam berbagai bentuk media, mulai dari buku, serial televisi, animasi, drama panggung, video permainan hingga, tentu saja, film – yang bahkan tercatat pernah menampilkan cerita tentang King Arthur semenjak era film bisu di tahun 1904. Yang teranyar, sutradara asal Inggris, Guy Ritchie (The Man from U.N.C.L.E., 2015), berusaha memberikan interpretasinya sendiri atas kisah mitologi Britania Raya tersebut lewat King Arthur: Legend of the Sword. Lantas, apa yang dapat ditawarkan oleh Ritchie pada pengisahan King Arthur miliknya? Cukup banyak, ternyata. Continue reading Review: King Arthur: Legend of the Sword (2017)
Review: Sherlock Holmes: A Game of Shadows (2011)
Walaupun terasa datar di beberapa bagian cerita, serta kurangnya chemistry yang terbentuk antara Robert Downey, Jr. serta dua lawan mainnya, Jude Law dan Rachel McAdams, Guy Ritchie berhasil memberikan sebuah sentuhan yang unik dalam penceritaan Sherlock Holmes (2009) yang kemudian berhasil membuat film tersebut mampu tampil menarik bagi banyak penonton film dunia, khususnya bagi mereka yang memang gemar akan plot-plot kisah bernuansa detektif dan misteri. Diinspirasi dari cerita pendek karya Arthur Conan Doyle yang berjudul The Final Problem (1893), sekuel dari film yang sukses mengumpulkan pendapatan sebesar lebih dari US$500 juta selama masa edarnya tersebut dan diberi judul Sherlock Holmes: A Game of Shadows akan memperkenalkan penonton pada musuh terbesar Sherlock Holmes, Professor James Moriarty. Premis yang menjanjikan sebuah pertemuan antara karakter protagonis utama dengan karakter antagonis utama jelas memang akan menjadi sebuah premis yang menggiurkan. Namun, apakah Guy Ritchie berhasil membuat Sherlock Holmes: A Game of Shadows mampu tampil lebih baik dari prekuelnya?
Continue reading Review: Sherlock Holmes: A Game of Shadows (2011)
Review: Sherlock Holmes (2009)
Jika ada satu orang yang harus disalahkan atas kefanatikan saya terhadap kegiatan membaca berbagai jenis buku ketika saya berada di usia sekolah, maka orang tersebut adalah Ayah saya. Beliau adalah orang yang selalu menanamkan ide bahwa pergi ke perpustakaan daerah adalah ide terbaik untuk menghabiskan waktu selama masa liburan. And it works, actually. Continue reading Review: Sherlock Holmes (2009)