Layaknya seri kompetisi bakat Masterchef Junior, Koki-koki Cilik berkisah mengenai perjalanan Bima (Farras Fatik) dalam mengikuti ajang perlombaan memasak bagi anak-anak paling bergengsi di Indonesia yang bernama Cooking Camp. Untuk menjadi pemenang, Bima harus mengalahkan puluhan anak-anak berbakat lain, termasuk Audrey (Chloe X) yang telah memegang gelar juara selama tiga tahun terakhir. Persaingan ketat tersebut awalnya memberikan tekanan pada rasa percaya diri Bima – khususnya setelah mengetahui bahwa anak-anak lain berasal dari strata ekonomi yang lebih tinggi dan memiliki pengetahuan mengenai beragam menu makanan internasional yang lebih variatif dari dirinya. Namun, pertemuan Bima dengan Rama (Morgan Oey) mulai memberikannya semangat baru. Walau awalnya merasa terganggu dengan kehadiran Bima yang sering mengusik kegemarannya untuk menyendiri, mantan juru masak sebuah restoran terkenal tersebut secara perlahan mulai membagikan pengetahuannya dalam memasak sekaligus memotivasi Bima untuk dapat memenangkan kompetisi Cooking Camp. Continue reading Review: Koki-koki Cilik (2018)
Tag Archives: Fanny Fabriana
Review: Cinta Laki-Laki Biasa (2016)
Setelah sebelumnya bekerjasama dalam Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea (2016), sutradara Guntur Soeharjanto kembali bekerjasama dengan penulis Asma Nadia dan Alim Sudio untuk Cinta Laki-Laki Biasa. Well… Judul film ini mungkin akan membuat beberapa orang lantas memandang sebelah mata. Atau malah premis yang dijual tentang kisah cinta segitiga dalam balutan nuansa reliji yang, harus diakui, telah terlalu sering “dieksploitasi” oleh banyak pembuat film Indonesia. Namun, jika Anda mampu melepas segala prasangka dan memberikan film ini sebuah kesempatan, Cinta Laki-Laki Biasa adalah sebuah drama romansa yang tergarap dengan cukup baik, mulai dari penataan naskah dan ritme penceritaan hingga chemistry yang terasa begitu hangat dan meyakinkan antara dua bintang utamanya, Deva Mahenra dan Velove Vexia. Continue reading Review: Cinta Laki-Laki Biasa (2016)
Review: Aku Cinta Kamu (2014)
Aku Cinta Kamu adalah sebuah omnibus yang berisikan empat film pendek yang diarahkan oleh empat sutradara berbeda. Persamaan antara keempat film pendek tersebut? Seluruh film pendek yang mengisi Aku Cinta Kamu naskah ceritanya ditulis oleh Cassandra Massardi (Slank Nggak Ada Matinya, 2013) berdasarkan lagu-lagu yang ditulis oleh Satriyo Yudi Wahono – sosok yang di blantika musik Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Piyu. Well… seperti yang mungkin dapat digambarkan banyak penonton dari judul film ini, Aku Cinta Kamu berniat untuk memberikan gambaran mengenai berbagai peristiwa besar nan dramatis yang dapat terjadi dalam kehidupan manusia akibat dipicu dari penggunaan kalimat sederhana “aku cinta kamu”. Sounds romantic? Mungkin saja. Sayangnya, kecuali Anda menganggap kedangkalan penceritaan, pengarahan yang lemah, akting yang kaku dan jauh dari meyakinkan adalah sesuatu hal yang romantis, maka Anda kemungkinan besar tidak akan menemukan satupun sentuhan romansa dalam jalan penceritaan Aku Cinta Kamu.
Review: Rayya, Cahaya di Atas Cahaya (2012)
Beberapa saat setelah perilisan Mama Cake, penonton film Indonesia kembali “dianugerahi” dengan dirilisnya sebuah road movie – film yang menitikberatkan kisahnya pada perjalanan yang dilakukan oleh para karakter ceritanya dari satu lokasi ke lokasi lainnya – lain yang berjudul Rayya, Cahaya di Atas Cahaya. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh sutradara film ini, Viva Westi, bersama dengan Emha Ainun Najib, Rayya, Cahaya di Atas Cahaya disusun dengan deretan dialog benuansa puitis yang mungkin akan membuat sebagian penontonnya merasa jenuh. Pun begitu, karakter-karakter kuat yang mengisi jalan cerita film ini berhasil membuat Rayya, Cahaya di Atas Cahaya menjadi sebuah film yang begitu kuat dalam menyampaikan jalan ceritanya.
Continue reading Review: Rayya, Cahaya di Atas Cahaya (2012)
Festival Film Indonesia 2011 Nominations List
Well… dengan dirilisnya pengumuman nominasi Festival Film Indonesia 2011, Minggu (27/11), membuktikan kalau Festival Film Indonesia memiliki selera penilaian yang berbeda dari mereka yang memilih untuk mengirimkan Di Bawah Lindungan Ka’bah sebagai perwakilan Indonesia ke seleksi kategori Best Foreign Language Film di ajang Academy Awards mendatang. Di Bawah Lindungan Ka’bah sama sekali tidak mendapatkan nominasi di ajang Festival Film Indonesia 2011! Pun begitu, ketiadaan judul Di Bawah Lindungan Ka’bah dalam daftar nominasi Festival Film Indonesia 2011 tidak lantas membuat ajang penghargaan tertinggi bagi insan perfilman Indonesia tersebut menjadi lebih prestisius dibandingkan dengan Academy Awards. Seperti tahun-tahun sebelumnya, Festival Film Indonesia 2011 masih meninggalkan beberapa film dan penampilan yang seharusnya mendapatkan rekognisi yang tepat. Dan seperti yang terjadi di tahun-tahun sebelumnya pula, Festival Film Indonesia 2011 masih menominasikan film dan penampilan yang sebenarnya banyak mendapatkan kritikan tajam dari para kritikus film nasional.
Continue reading Festival Film Indonesia 2011 Nominations List
Review: Jakarta Maghrib (2010)
Salman Aristo – salah satu nama yang bertanggungjawab atas kehadiran beberapa judul terpopuler di industri perfilman Indonesia, seperti Laskar Pelangi (2008), Ayat-Ayat Cinta (2008) dan Hari Untuk Amanda (2010) – melakukan debut penyutradaraannya lewat sebuah film omnibus bertajuk Jakarta Maghrib. Dalam film yang juga ia tulis naskahnya ini, Salman berusaha untuk menghadirkan arti dari sebuah waktu maghrib bagi sekelompok kalangan – dalam hal ini, kalangan masyarakat di berbagai sudut kota Jakarta. Lewat lima cerita pendek yang ia hadirkan, Salman dapat dengan bebas menggambarkan maghrib sebagai sebuah waktu transisi dari siang ke malam lewat berbagai genre penceritaan. Usaha yang cukup meyakinkan walau masih belum dapat dikatakan memuaskan secara menyeluruh.
Review: True Love: Based on the Novel Cinta Sepanjang Amazon by Mira W (2011)
Well… sinema Indonesia meraih sebuah titik terendahnya kembali dalam sebuah film yang berjudul True Love: Based on the Novel Cinta Sepanjang Amazon by Mira W (Precious: Based on the Novel Push by Sapphire (2009), anyone?). Seseorang yang belum pernah membaca novel yang mendasari naskah cerita film ini dipastikan akan merasa penasaran mengapa sebuah novel yang memiliki jalan cerita berputar-putar dengan deretan karakter yang sangat tidak simpatik mampu meraih gelar sebagai best-selling novel – atau apapun yang dituliskan sang produser True Love pada kredit film ini. Dengan durasi yang mencapai dua jam penuh (!), True Love adalah sebuah film yang dipastikan akan mampu membuat siapapun merasa menyesal telah menghabiskan uang dan waktu mereka untuk sebuah karya yang tidak hanya dapat dikatakan sebagai sebuah karya yang tidak tergarap baik, namun juga karya yang seharusnya belum siap atau tidak pernah dirilis ke publik umum.
Continue reading Review: True Love: Based on the Novel Cinta Sepanjang Amazon by Mira W (2011)
Review: Lost in Papua (2011)
Dalam sebuah pernyataan yang dirilis sutradara Lost in Papua, Irham Acho Bachtiar, tertulis bahwa tujuan sederhana dari pembuatan Lost in Papua adalah “untuk menunjukkan keunikan dan kekayaan wisata budaya di Papua Selatan serta segala misterinya yang belum pernah Anda lihat.” Sebuah tujuan yang sangat mulia, tentu saja, mengeksplorasi keindahan alam luas Papua yang selama ini jarang disentuh oleh banyak pembuat film Indonesia. Tujuan yang mulia tersebut dilakukan Irham lewat film cerita, dan bukan dokumenter, dengan “kemasan yang dibuat lebih ringan dan bersifat hiburan dengan genre komersil, sehingga budaya yang disampaikan akan masuk ke anak anak muda yang sebelumnya tidak tertarik melihat budaya Indonesia.” Ringan? Hiburan? Komersil? Dengan apa yang dipaparkan Irham lewat film ini — yang berjalan dengan kisah yang semakin absurd ke penghujung filmnya, Lost in Papua lebih tepat digambarkan sebagai sebuah bencana berbentuk film yang diselimuti dengan keindahan alam Papua.
Indonesian Movie Bloggers Choice Awards 2011 Nominations List
Inception, Alangkah Lucunya (Negeri Ini) dan Sang Pencerah memimpin daftar perolehan nominasi Indonesian Movie Bloggers Choice Awards 2011. Untuk di kategori film berbahasa asing, Inception berhasil meraih sebanyak 14 nominasi dari 18 kategori yang tersedia. Jumlah tersebut unggul satu kategori dari film karya David Fincher, The Social Network, yang membuntuti dengan perolehan sebanyak 13 nominasi. Inception dan The Social Network sendiri akan berhadapan di banyak kategori termasuk di kategori Film Jawara, Sutradara Jawara serta Naskah Jawara. Kedua film tersebut akan bersaing dengan The Ghost Writer, Toy Story 3 dan Uncle Boonme who can Recall His Past Lives untuk memperebutkan gelar sebagai Film Jawara.
Continue reading Indonesian Movie Bloggers Choice Awards 2011 Nominations List
Festival Film Indonesia 2010 Nominations List
Sebenarnya, di tengah persaingan antara banyak film-film berkualitas, adalah sangat wajar bila sebuah film yang dianggap sangat berpotensial untuk memenangkan banyak penghargaan ternyata tidak mendapatkan perhatian sedikitpun. Namun, tentu hal tersebut akan terdengar cukup mengherankan bila hal tersebut datang dari sebuah industri film yang kebanyakan film yang dihasilkannya adalah film-film berkualitas ‘buruk.’ Dan akan lebih sangat mengherankan lagi bila salah satu dari hanya beberapa film terbaik yang dihasilkan pada satu tahun di industri film tersebut malah sama sekali tidak mendapatkan perhatian dari sebuah penghargaan film terbesar di industri film tersebut.
Continue reading Festival Film Indonesia 2010 Nominations List
Review: I Know What You Did On Facebook (2010)
Nama Awi Suryadi sebagai seorang sutradara sempat memperoleh ulasan hangat di beberapa media setelah filmnya Claudia/Jasmine (2008) berhasil mendapatkan pengakuan kualitas dari banyak penonton film Indonesia. Sayangnya, kesuksesan tersebut tidak bertahan lama setelah Awi justru memilih untuk menyutradarai sejumlah film ‘dangkal’ seperti Cintaku Selamanya (2008) dan Selendang Rocker (2009), yang selain gagal mendapatkan pujian secara kualitas, juga ternyata tidak begitu berhasil pada peredaran komersialnya. Kini, dengan membawa tema hubungan di dunia maya yang sedang banyak menjadi banyak perbincangan, Awi kembali merilis sebuah film drama berjudul I Know What You Did On Facebook.
Continue reading Review: I Know What You Did On Facebook (2010)
Review: Sehidup (Tak) Semati (2010)
Sutradara The Tarix Jabrix 2 dan Bukan Malin Kundang, Iqbal Rais, kini kembali lagi dengan sebuah film drama komedi berjudul Sehidup (Tak) Semati. Selain dibintangi oleh aktris yang semakin naik daun namanya semenjak membintangi Hari Untuk Amanda, Fanny Fabriana, film ini juga dihiasi dengan banyak wajah familiar lainnya seperti Winky Wiryawan, Joanna Alexandra, Astri Nurdin hingga komedian seperti Bolot, Henky Solaiman, Rina dan Faqih Ngatemin.
Review: Hari Untuk Amanda (2010)
Hari Untuk Amanda adalah sebuah film drama yang diarahkan oleh sutradara muda, Angga Dwimas Sasongko. Film ini pada awalnya akan dirilis tahun lalu, namun karena beberapa hal, Hari Untuk Amanda kemudian mengalami penundaaan rilis hingga awal tahun ini — yang mungkin sedikit menjelaskan mengapa gaya rambut Reza Rahardian berbeda antara poster dengan filmnya.