Setelah The VVitch (2015) dan The Lighthouse (2019) yang berhasil melejitkan sekaligus memantapkan posisinya sebagai salah satu sutradara dengan visi serta gaya bercerita paling memikat dalam beberapa tahun terakhir, Robert Eggers kembali hadir dengan presentasi cerita terbarunya, The Northman. Berbeda dengan dua film perdananya yang banyak mengandalkan simbolisme dalam tata penuturannya, Eggers membalut The Northman dalam tuturan plot, konflik, maupun karakter yang terasa lebih mudah untuk dinikmati penonton dalam skala jangkauan yang lebih luas (baca: tidak hanya terpaku hanya pada para penikmat film-film berkelas arthouse). The Northman juga dihadirkan dengan skala produksi yang jauh lebih megah dibandingkan The VVitch maupun The Lighthouse. Meskipun begitu, bahkan dengan berbagai tata eksekusi cerita yang berkesan “baru” tersebut, The Northman tetap mempertahankan atmosfer kelam, brutal, dan dingin yang sepertinya telah menjadi ciri pengarahan Eggers. Continue reading Review: The Northman (2022)
Tag Archives: Ethan Hawke
The 20 Best Movie Performances of 2018
What makes an acting performance so remarkable and/or memorable? Kemampuan seorang aktor untuk menghidupkan karakternya dan sekaligus menghantarkan sentuhan-sentuhan emosional yang dirasakan sang karakter jelas membuat sebuah penampilan akan mudah melekat di benak para penontonnya. Kadang bahkan jauh seusai penonton menyaksikan penampilan tersebut. Penampilan tersebut, tentu saja, tidak selalu membutuhkan momen-momen emosional megah nan menggugah. Bahkan, pada beberapa kesempatan, tidak membutuhkan durasi penampilan yang terlalu lama.
Berikut adalah dua puluh penampilan akting yang paling berkesan dalam sebuah film yang dirilis di sepanjang tahun 2018, termasuk sebuah penampilan yang At the Movies pilih sebagai Performance of the Year. Disusun secara alfabetis.
Review: Valerian and the City of a Thousand Planets (2017)
Berlatar belakang pada abad ke-28 di sebuah stasiun luar angkasa bernama Alpha dimana jutaan makhluk hidup dari berbagai planet hidup saling berdampingan, Valerian and the City of a Thousand Planets berkisah mengenai pasangan agen khusus dari satuan kepolisian manusia, Major Valerian (Dane DeHaan) dan Sergeant Laureline (Cara Delevingne), yang mendapat tugas untuk melindungi atasan mereka, Commander Arün Filitt (Clive Owen). Sial, dalam masa penjagaan tersebut, Commander Arün Filitt kemudian diculik oleh sekelompok makhluk yang identitas dan jejaknya sama sekali tidak diketahui oleh satuan kepolisian. Sergeant Laureline bahkan kemudian kehilangan jejak Major Valerian setelah pesawatnya mengalami kerusakan ketika berusaha mengejar kelompok penculik. Kini, Sergeant Laureline harus mencari cara untuk dapat menemukan kembali dan menyelamatkan Major Valerian dan Commander Arün Filitt sekaligus mencari tahu mengenai siapa sebenarnya kelompok penculik tersebut. Continue reading Review: Valerian and the City of a Thousand Planets (2017)
Review: Good Kill (2015)
Setelah membintangi debut penyutradaraan Andrew Niccol, Gattaca (1997), Ethan Hawke kembali berada di bawah pengarahan sutradara asal Selandia Baru tersebut untuk film teranyarnya, Good Kill. Berbeda dengan Gattaca maupun beberapa film Niccol lain seperti S1m0ne (2002), In Time (2011) maupun The Host (2013), film yang naskah ceritanya juga ditulis oleh Niccol ini bukanlah sebuah film fiksi ilmiah yang menempatkan latar belakang kisah, karakter maupun desain produksi yang terlihat futuristik. Niccol justru menghadirkan sebagai sebuah kisah yang menyentuh isu politik perang Amerika Serikat yang memang semakin mamanas semenjak terjadinya tragedi 9/11 di negara itu sekaligus efek yang disebabkannya pada orang-orang yang terlibat langsung di dalam peperangan tersebut. Bayangkan American Sniper (2014)… namun dengan nada penceritaan yang lebih suram dan jauh dari kesan dramatis.
Good Kill berkisah mengenai seorang pilot bernama Major Thomas Egan (Hawke) yang kini ditugaskan oleh Angkatan Udara milik Amerika Serikat untuk mengontrol pesawat tanpa awak milik mereka yang digunakan untuk membunuh para tersangka pelaku kegiatan terorisme di beberapa negara asing yang dianggap dapat mempengaruhi atau mengancam stabilitas keamanan negara adikuasa itu. Major Thomas Egan sendiri merasa tugasnya cenderung membosankan dan ingin agar dirinya ditempatkan kembali langsung di medan peperangan. Ia juga mulai mempertanyakan etika pekerjaannya ketika banyak pihak sipil yang turut menjadi korban akibat tugas yang ia laksanakan. Secara perlahan, tekanan-tekanan tersebut mulai mempengaruhi kehidupan personal Major Thomas Egan, termasuk kehidupan pernikahan yang ia jalin dengan istrinya, Molly (January Jones).
Niccol benar-benar tertarik pada ide mengenai pemberontakan pada aturan yang telah diterapkan oleh pihak-pihak berkuasa. Layaknya film-film yang diarahkan Niccol sebelumnya, Good Kill juga menawarkan tema penceritaan yang sama – karakter utama dalam film ini mengalami kesulitan untuk menerima aturan yang diterapkan padanya yang kemudian mempengaruhi kepribadiannya sebelum akhirnya melakukan sebuah pembelotan atas aturan tersebut. Niccol sepertinya ingin menyuarakan kampanye anti-perangnya terhadap Amerika Serikat secara eksplisit melalui film ini. Dan harus diakui, Niccol mampu melakukannya dengan baik. Good Kill akan mampu menenggelamkan penontonnya pada kelamnya jalan penceritaan sekaligus membuat mereka sekali lagi ditampar oleh realita kejamnya politik peperangan di dunia yang berjalan layaknya sebuah lingkaran setan.
Niccol sendiri menitikberatkan pengisahan Good Kill pada hubungan yang terjalin antara sang karakter utama dengan konflik yang tengah ia hadapi. Sebuah pembelajaran karakter. Karena itulah, meskipun film ini menawarkan kisah yang berkaitan dengan dunia peperangan, Good Kill sama sekali tidak menyajikan deretan adegan aksi maupun efek ledakan di sepanjang 104 menit presentasi ceritanya. Warna cerita yang cukup kelam dengan konflik dramatis yang cukup minim serta perlakuan atas alur cerita yang dieksekusi dalam gerak yang cukup lamban memang akan memberikan sedikit kesulitan bagi sebagian penonton untuk menikmati film ini. Namun, Good Kill memang membutuhkan ruang penceritaan yang luas tersebut untuk membiarkan deretan konflik dan karakternya berkembang sedemikian rupa untuk kemudian mengambil alih perhatian penontonnya.
Sebagai pemeran sang karakter utama yang kisahnya menjadi perhatian penuh bagi film ini, Ethan Hawke mampu menyajikan penampilan akting terbaiknya. Good Kill mungkin tidak menyediakan ruang seluas yang disediakan American Sniper bagi Bradley Cooper dalam menyajikan transisi sikap akan sesosok karakter dengan mental yang terpengaruh akan perang. Karakter yang diperankan Hawke seringkali terlihat berada dalam kemuraman dan kesunyian. Dengan penampilan yang prima, Hawke mampu menghidupkan emosi tersebut untuk dapat dirasakan oleh penonton. Penampilan jajaran pemeran pendukung yang diisi oleh nama-nama seperti January Jones, Zoë Kravitz hingga Bruce Greenwood juga memberikan dukungan yang solid atas penampilan Hawke. Sebuah kualitas yang mampu meningkatkan kualitas performa film ini secara keseluruhan. [B-]
Good Kill (2015)
Directed by Andrew Niccol Produced by Mark Amin, Nicolas Chartier, Zev Foreman Written by Andrew Niccol Starring Ethan Hawke, January Jones, Zoë Kravitz, Jake Abel, Bruce Greenwood, Peter Coyote, Dylan Kenin Music by Christophe Beck Cinematography Amir Mokri Editing by Zach Staenberg Studio Voltage Pictures/Sobini Films Running time 104 minutes Country United States Language English
The 87th Annual Academy Awards Nominations List
The nominations are in! Dan hasilnya… film arahan Alejandro González Iñárritu, ‘Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance)’ dan film arahan Wes Anderson, ‘The Grand Budapest Hotel’, sama-sama memimpin daftar nominasi The 87th Annual Academy Awards dengan meraih sembilan nominasi. Keduanya akan bersaing dalam memperebutkan gelar Best Picture bersama dengan American Sniper, Boyhood, The Imitation Game, Selma, The Theory of Everything dan Whiplash. Raihan sembilan nominasi yang diraih Birdman or (The Unexpected Virtue of Ignorance) dan The Grand Budapest Hotel diikuti oleh The Imitation Game yang meraih delapan nominasi serta American Sniper dan Boyhood yang masing-masing meraih enam nominasi.
Continue reading The 87th Annual Academy Awards Nominations List
Review: Sinister (2012)
Sinister mungkin memiliki premis yang telah dihadirkan ribuan kali oleh kebanyakan film horor buatan Hollywood lainnya: sebuah keluarga memasuki sebuah rumah baru dimana salah seorang anggota keluarga tersebut menemukan sebuah benda misterius di dalam rumah yang kemudian memberikan teror pada dirinya serta seluruh anggota keluarga tersebut. Klise. Namun terlepas dari premis yang terkesan terlalu biasa, sutradara Scott Derickson (The Exorcism of Emily Rose, 2005) bersama dengan penulis naskah C. Robert Cargill mampu merancang sebuah susunan naskah cerita yang berhasil menghadirkan dua elemen yang sering dilupakan oleh kebanyakan film horor modern: karakter-karakter yang layak untuk diperhatikan sekaligus kemampuan jalan cerita untuk benar-benar tampil menakuti para penontonnya.
Review: Daybreakers (2010)
Semenjak kemunculan Twilight, vampir mungkin merupakan salah satu obyek yang paling banyak diminati oleh para produsen film Hollywood untuk dibuatkan kisahnya. Bukan apa-apa, franchise Twilight sendiri terbukti sangat berhasil dalam meraup jumlah raihan penonton dalam angka yang cukup besar, khususnya dari para kaum penonton wanita.
Review: New York, I Love You (2009)
Dari produser film Paris, Je T’aime, New York, I Love You adalah sebuah film yang mengumpulkan 11 film pendek karya 10 sutradara film dunia, dimana masing-masing segmen film berdurasi sepanjang 10 menit. Berbeda dengan Paris, Je T’aime, dimana setiap cerita tidak memiliki hubungan antar satu dengan yang lainnya, di film ini beberapa karakter di satu cerita terhubung dengan karakter yang berada di cerita lainnya.