Menyusul kesuksesan Olympus Has Fallen (Antoine Fuqua, 2013) dan London Has Fallen (Babak Najafi, 2016) – yang secara mengejutkan berhasil mengumpulkan pendapatan sebesar lebih dari US$350 juta dari biaya produksi yang “hanya” mencapai US$130 juta, kisah petualangan agen rahasia Mike Banning (Gerard Butler) berlanjut dalam Angel Has Fallen. Kini diarahkan oleh Ric Roman Waugh (Snitch, 2013), Angel Has Fallen masih setia mengikuti pakem penceritaan yang telah diterapkan pada dua film sebelumnya. Dikisahkan, dalam salah satu perjalanan wisatanya, President Alan Trumbull (Morgan Freeman) mendapatkan serangan bersenjata yang membunuh hampir seluruh anggota pasukan pengamanannya – hanya Mike Banning yang selamat dari serangan tersebut. Mike Banning dan President Alan Trumbull lantas dirawat dalam keadaan koma akibat serangan yang mereka terima. Belum selesai masa penyembuhan, posisinya sebagai satu-satunya anggota pasukan pengamanan presiden yang berhasil selamat justru memancing kecurigaan dari Federal Bureau of Investigation bahwa Mike Banning terlibat dalam sebuah rencana untuk membunuh sang presiden. Sadar bahwa dirinya sedang dijebak, Mike Banning lantas melarikan diri guna mengumpulkan berbagai bukti bahwa dirinya tidak bersalah sekaligus menemukan siapa sosok yang bertanggungjawab dibalik penjebakan dirinya. Continue reading Review: Angel Has Fallen (2019)
Tag Archives: Danny Huston
Review: Game Night (2018)
Jum’at malam itu harusnya berlangsung layaknya Jum’at malam lainnya bagi pasangan suami istri, Max (Jason Bateman) dan Annie (Rachel McAdams), yang selalu menghabiskan malam akhir pekan mereka bermain berbagai jenis permainan bersama dengan teman-teman mereka, Ryan (Billy Magnussen), Sarah (Sharon Hogan), Kevin (Lamorne Morris), dan Michelle (Kylie Bunbury). Namun, kedatangan abang kandung Max, Brooks (Kyle Chandler), akhirnya mengubah rencana tersebut. Brooks mengusulkan agar mereka melakukan sebuah permainan peran: salah seorang pemain akan menjadi korban penculikan sementara para pemain lainnya akan berusaha menemukan dimana keberadaan korban penculikan tersebut. Brooks bahkan menjanjikan untuk memberikan mobil mewahnya bagi pemain yang berhasil keluar sebagai pemenang pada permainan tersebut. Dengan bantuan beberapa aktor yang berperan sebagai penculik dan detektif yang memberikan petunjuk kepada para pemain, Max, Annie, dan teman-temannya awalnya merasa senang saja dengan permainan tersebut. Sial, setelah beberapa lama terlibat dalam permainan tersebut, Max, Annie, dan teman-temannya mulai menyadari bahwa mereka sedang terlibat dalam sebuah aksi kejahatan yang jelas dapat membahayakan nyawa mereka. Continue reading Review: Game Night (2018)
Review: Wonder Woman (2017)
Cukup mengherankan untuk melihat baik DC Films maupun Marvel Studios (atau rumah produksi Hollywood lainnya) membutuhkan waktu yang cukup lama untuk akhirnya menggarap sebuah film pahlawan super dengan sosok karakter wanita berada di barisan terdepan. Terlebih, film-film bertema pahlawan super tersebut saat ini sedang begitu digemari oleh banyak penikmat film sehingga mampu mendatangkan jutaan penonton – khususnya para penonton wanita. Marvel Studios sebenarnya memiliki kesempatan tersebut ketika mereka memperkenalkan karakter Black Widow yang diperankan Scarlett Johansson pada Iron Man 2 (Jon Favreau, 2010) dan The Avengers (Joss Whedon, 2012) yang akhirnya kemudian begitu mencuri perhatian. Entah karena masih kurang percaya diri atau merasa karakter Black Widow belum terlalu menjual, ide pembuatan film solo untuk Black Widow akhirnya terkubur dalam hingga saat ini. Johansson sendiri kemudian mampu membuktikan nilai jualnya ketika ia membintangi Lucy (Luc Besson, 2014), Under the Skin (Jonathan Glazer, 2014), dan Ghost in the Shell (Rupert Sanders, 2017) yang menempatkannya sebagai semacam sosok pahlawan super wanita sekaligus berhasil meraih kesuksesan secara komersial ketika masa perilisannya. Continue reading Review: Wonder Woman (2017)
Review: Hitchcock (2012)
Walaupun menggunakan nama Hitchcock sebagai judul film, Hitchcock sayangnya bukanlah sebuah sarana yang tepat untuk mereka yang ingin mengetahui lebih dalam mengenai kehidupan pribadi sutradara yang dijuluki sebagai The Master of Suspense tersebut. Diangkat dari buku berjudul Alfred Hitchcock and the Making of Psycho (1990) karya Stephen Robello, Hitchcock adalah sebuah film drama komedi yang menggali mengenai kehidupan sutradara Alfred Hitchcock selama proses pembuatan film tersukses di sepanjang karirnya, Psycho (1960). Pun begitu, lewat penyutradaraan Sacha Gervasi (Anvil!: The Story of Anvil, 2008) yang apik, Hitchcock akan menjadi sebuah undangan yang sangat menarik untuk melihat langsung bagaimana proses pembuatan Psycho dan bagaimana film tersebut mempengaruhi kehidupan pernikahan Hitchcock dan istrinya, Alma Reville.
Review: Stolen (2012)
Stolen, film terbaru arahan Simon West (The Expendables 2, 2012) yang kembali mempertemukannya dengan Nicolas Cage setelah sebelumnya bekerjasama lewat Con Air (1997), memiliki plot kisah yang mungkin sangat familiar bagi Anda: seorang pria yang selama ini memiliki masalah dalam menjalin komunikasi dengan puterinya harus berjuang melawan waktu untuk menyelamatkan anaknya tersebut yang diculik dan berada dibawah ancaman untuk dibunuh. Perbedaannya, Stolen berlatar belakang lokasi di New Orleans, Amerika Serikat dan tidak di Eropa. Stolen dibintangi oleh Nicolas Cage — walaupun pada awalnya peran ini ditawarkan pada Clive Owen dan Jason Statham — dan bukan Liam Neeson. Dan, sayangnya, Stolen tidak memiliki nada penceritaan aksi menarik yang membuat film ini seringkali berjalan datar pada kebanyakan bagian ceritanya.
Review: A Monster in Paris (2011)
Bersiaplah untuk kembali jatuh dengan cinta dengan keromantisan atmosfer kota Paris, Perancis lewat film animasi A Monster in Paris. Diarahkan oleh sutradara sekaligus animator asal Perancis, Bibo Bergeron – yang sebelumnya sempat mengarahkan The Road to El Dorado (2000) dan Shark Tale (2007) untuk DreamWorks Animation Studio – A Monster in Paris memang terlihat jauh lebih sederhana dari kebanyakan film animasi yang banyak diproduksi oleh berbagai studio besar Hollywood. Pun begitu, pengarahan Bergeron yang begitu cekatan atas naskah cerita yang ia tulis bersama Stéphane Kazandjian, dan didukung oleh deretan lagu-lagu yang begitu catchy, A Monster in Paris akan dengan mudah menjelma menjadi salah satu film animasi paling mengesankan di tahun ini.
Review: Wrath of the Titans (2012)
Dengan pendapatan lebih dari US$400 juta yang diperoleh Clash of the Titans (2010) selama masa rilisnya di seluruh dunia, adalah sangat mudah untuk memahami keputusan para produser film tersebut yang kemudian ingin melanjutkan kesuksesan tersebut dengan memproduksi sebuah sekuel – walaupun dari sisi kritikal, Clash of the Titans dapat digolongkan sebagai sebuah kegagalan dan hampir dapat dengan mudah dilupakan banyak orang keberadaannya. Mengangkat mengenai mitos dewa-dewa Yunani yang sebenarnya sangat menarik, Louis Leterrier sayangnya gagal untuk memberikan sebuah sentuhan yang menarik dalam penceritaannya. Posisi Leterrier sendiri di sekuel Clash of the Titans, Wrath of the Titans, kini digantikan oleh Jonathan Liebesman (World Invasion: Battle Los Angeles, 2011). Sayangnya, Liebesman sendiri sepertinya juga tidak dapat melakukan banyak hal untuk dapat meningkatkan kualitas penceritaan franchise ini.
Review: The Warrior’s Way (2010)
The Warrior’s Way sebenarnya memiliki potensi cukup besar untuk menjadi sebuah film yang dapat tampil menghibur, khususnya bagi mereka yang memang menggemari film-film yang memasukkan unsur martial arts ke dalam jalan ceritanya. Sutradara, Sngmo Lee, bahkan memulai The Warrior’s Way dengan cukup mengesankan: berisi narasi yang memperkenalkan sang karakter utama, dan dilanjutkan dengan adegan pertarungan dengan menggunakan special effect a la 300 (2007). Sayangnya, film ini kemudian tenggelam dengan berbagai hal klise yang terdapat di berbagai sudut jalan cerita serta karakterisasi yang terlalu dangkal untuk setiap karakter yang membuat The Warrior’s Way semakin kurang menarik untuk diikuti.
Review: Robin Hood (2010)
Legenda mengenai sang pahlawan rakyat kecil, Robin Hood, kembali diangkat ke layar lebar. Kali ini, kisah legendaris tersebut diarahkan oleh sutradara peraih nominasi Academy Award, Ridley Scott, dengan bintang peraih Academy Award, Russel Crowe, berperan sebagai sang tokoh utama. Seiring dengan perubahan fokus cerita, film yang tadinya akan diberi judul Nottingham ini kemudian diubah oleh Scott menjadi Robin Hood.
Review: Clash of the Titans (2010)
Setelah merilis Percy Jackson and the Lightning Thief di awal tahun, Hollywood sepertinya masih belum selesai untuk kembali melakukan eksplorasi pada berbagai kisah mitologi Yunani. Kini, dibawah arahan sutradara Louis Leterrier, rumah produksi Warner Bros. melakukan remake terhadap film bertema mitologi Yunani yang sebelumnya sempat dirilis dan sukses pada tahun 1981, Clash of the Titans.
Review: Edge of Darkness (2010)
Sebagai seorang aktor, nama Mel Gibson tentu saja telah banyak dikenal oleh seluruh pecinta film di seluruh dunia. Walaupun aktingnya belum pernah mendapat pengakuan dari Academy Awards, bahkan ia belum pernah dinominasikan, Gibson dikenal sebagai aktor dengan penampilan yang sangat meyakinkan, khususnya ketika ia membintangi film-film bertema keras dan penuh adegan aksi.