Tag Archives: Colin Farrell

Review: The Batman (2022)

Dengan berbagai permasalahan yang pernah merintanginya di masa lampau, keberhasilan The Batman untuk akhirnya dirilis – dan dengan kualitas cerita yang bahkan mampu melampaui kualitas sejumlah film dalam seri DC Extended Universe yang melibatkan karakter pahlawan super berjulukan The Dark Knight tersebut – jelas terasa sebagai sebuah keajaiban. Bagaimana tidak. Setelah memerankan Bruce Wayne/Batman dalam Batman v Superman: Dawn of Justice (Zack Snyder, 2016), Suicide Squad (David Ayer, 2016), dan Justice League (Snyder, 2017), Ben Affleck mendapatkan kesempatan untuk membintangi film Batman tunggal yang sekaligus juga akan ia arahkan dan tuliskan naskah ceritanya. Sial, berbagai perubahan bernada negatif yang terjadi pada film-film yang tergabung dalam linimasa cerita DC Extended Universe – serta sejumlah masalah pribadi yang dihadapinya – membuat Affleck kemudian memutuskan untuk melepas seluruh keterlibatannya dari seri film milik Warner Bros. Pictures tersebut. Continue reading Review: The Batman (2022)

Review: The Gentlemen (2020)

Digarap dengan nada pengisahan yang setara dengan Lock, Stock and Two Smoking Barrels (1998) dan Snatch (2000) yang dahulu begitu berhasil mempopulerkan nama Guy Ritchie kepada banyak penikmat film dunia, The Gentlemen berkisah mengenai seorang pemilik bisnis ganja terbesar di kota London, Inggris, bernama Mickey Pearson (Matthew McConaughey) yang kini berniat untuk pensiun agar dirinya dapat beristirahat dengan tenang bersama sang istri, Rosalind Pearson (Michelle Dockery). Atas keputusannya tersebut, Mickey Pearson lantas menawarkan bisnis ganjanya kepada seorang milyuner asal Amerika Serikat, Matthew Berger (Jeremy Strong), dengan harga sebesar US$400 juta. Di saat yang bersamaan, seorang pimpinan kelompok kriminal yang dikenal dengan sebutan Dry Eye (Henry Golding) juga menawarkan diri untuk membeli bisnis ganja milik Mickey Pearson – sebuah tawaran yang ditolak oleh Mickey Pearson karena dirinya tidak menyukai sosok Dry Eye. Tidak disangka, penolakan Mickey Pearson terhadap Dry Eye menimbulkan berbagai intrik dan gejolak bisnis yang, tentunya, seringkali berujung pada kematian. Continue reading Review: The Gentlemen (2020)

Review: Dumbo (2019)

This new Dumbo is a weird movie. Diproduksi oleh Walt Disney Pictures dan mengikuti jejak Cinderella (Kenneth Branagh, 2015), The Jungle Book (Jon Favreau, 2016), serta Beauty and the Beast (Bill Condon, 2017) sebagai film live action yang dibuat ulang berdasarkan film animasi klasik rilisan rumah produksi tersebut, paruh pengisahan film arahan Tim Burton (Miss Peregrine’s Home for Peculiar Children, 2016) ini bercerita tentang seorang pemilik wahana hiburan raksasa yang membeli sebuah sirkus kecil terkenal untuk bergabung ke dalam usahanya namun kemudian membuang berbagai elemen yang membuat sirkus tersebut menjadi terkenal sekaligus merumahkan banyak para pekerjanya. Terdengar familiar? Mungkin karena Dumbo dirilis seminggu setelah negosiasi panjang Walt Disney Studios Motion Pictures untuk mengakuisisi 21st Century Fox akhirnya selesai dan, ironisnya, lantas mulai “membuang” beberapa bagian dari rumah produksi yang baru saja dibelinya tersebut. Ding ding ding. Hollywood. Continue reading Review: Dumbo (2019)

Review: Widows (2018)

Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Steve McQueen (Shame, 2011) bersama dengan Gillian Flynn (Gone Girl, 2012) berdasarkan buku karya Lynda La Plante yang berjudul sama, Widows memulai kisahnya dengan kematian yang dialami oleh Harry Rawlings (Liam Neeson) ketika ia sedang melakukan sebuah perampokan bersama dengan rekan-rekannya, Carlos Perelli (Manuel Garcia-Rulfo), Florek Gunner (Jon Bernthal), dan Jimmy Nunn (Coburn Goss). Sial, kematian Harry Rawlings ternyata tidak hanya meninggalkan duka yang mendalam kepada sang istri, Veronica Rawlings (Viola Davis). Beberapa hari setelah pemakaman jenazah sang suami, Veronica Rawlings didatangi oleh seorang politisi yang juga merupakan pemimpin sebuah kelompok kejahatan bernama Jamal Manning (Brian Tyree Henry) yang meminta agar uangnya yang telah dirampok oleh Harry Rawlings bersama dengan rekan-rekannya untuk dikembalikan. Veronica Rawlings yang sama sekali tidak terlibat kejahatan yang dilakukan oleh sang suami jelas  tidak memiliki sejumlah uang seperti yang diminta oleh Jamal Manning. Dengan tenggat waktu satu bulan yang diberikan oleh Jamal Manning untuk mengembalikan uangnya, Veronica Rawlings akhirnya mengajak para janda dari rekan-rekan suaminya, Linda Perelli (Michelle Rodriguez), Alice Gunner (Elizabeth Debicki), dan Amanda Nunn (Carrie Coon), untuk mengikuti jejak para almarhum suami mereka dan melakukan sebuah perampokan guna mendapatkan uang yang diinginkan oleh Jamal Manning. Continue reading Review: Widows (2018)

Review: The Killing of a Sacred Deer (2017)

Dengan apa yang dipresentasikannya pada Dogtooth (2009) dan The Lobster (2015), rasanya tidak akan ada yang begitu terkejut dengan narasi yang dihadirkan Yorgos Lanthimos dalam The Killing of a Sacred Deer. Mendasarkan naskah cerita yang ia tulis bersama Efthymis Filippou pada drama panggung kuno asal Yunani, Iphigenia in Aulis, karangan Euripides – dimana dikisahkan Raja Yunani, Agamemnon, diharuskan untuk mengorbankan puterinya, Iphigenia, sebagai hukuman akibat ketidaksengajaannya membunuh salah satu rusa milik Dewi Artemis – Lanthimos sekali lagi membuktikan kejeniusannya dalam merangkai metafora cerita untuk menyampaikan pengisahannya yang (seperti biasa) dipenuhi oleh satir mengenai kehidupan umat manusia. Sebuah petualangan “gila” yang tidak akan dilupakan oleh para penontonnya begitu saja. Continue reading Review: The Killing of a Sacred Deer (2017)

Review: Winter’s Tale (2014)

Winter's Tale (Village Roadshow Pictures/Weed Road Pictures, 2014)
Winter’s Tale (Village Roadshow Pictures/Weed Road Pictures, 2014)

Wellmaybe it’s true: tidak semua novel dapat diadaptasi menjadi sebuah penceritaan film layar lebar. Kadang, hal tersebut disebabkan karena beberapa novel memiliki deretan karakter dan plot penceritaan yang terlalu kompleks untuk dapat dijabarkan dengan seksama dalam dua atau bahkan tiga jam penceritaan. Sementara itu, beberapa novel lainnya memiliki struktur penceritaan yang terlalu luas untuk dapat dibawa keluar dari daya imajinasi para pembacanya. Kedua bentuk tantangan inilah yang harus dihadapi oleh Akiva Goldsman ketika mengadaptasi novel karya Mark Helprin yang berjudul Winter’s Tale. Novel tersebut memiliki sejumlah karakter yang cukup rumit dalam penceritaannya serta alur magical realism yang menuntut pembaca untuk larut dalam berbagai fantasi yang dibentuk oleh Helprin sekaligus turut percaya bahwa fantasi-fantasi tersebut dapat terjadi di sekitar lingkungan nyata mereka pada saat yang bersamaan. Jelas sebuah tantangan yang sangat serius – bahkan bagi seorang penulis naskah pemenang Academy Awards seperti Goldsman yang juga bertindak sebagai seorang sutradara bagi film ini.

Continue reading Review: Winter’s Tale (2014)

Review: Epic (2013)

epic-header

Unfortunately, there’s actually nothing epic abouterrrEpic. Jangan salah. Chris Wedge (Robots, 2005) mampu menghadirkan presentasi visual film ini dengan kualitas yang cukup mengesankan. Sangat indah, meskipun bukanlah presentasi terbaik yang dapat diberikan oleh sebuah film yang memanfaatkan teknologi 3D dalam tampilan visualnya. Wedge juga mampu menata intensitas cerita yang kuat pada beberapa bagian cerita sehingga membuat Epic terlihat begitu menarik untuk diikuti oleh para penonton muda. Namun, terlepas dari segala keunggulan tersebut, secara keseluruhan, Epic terasa jauh dari kesan spektakuler. Pada kebanyakan bagian kisahnya, Epic lebih terkesan sebagai sebuah film yang menghadirkan pola penceritaan dan karakter yang (terlalu) tradisional. Tidak salah. Namun… yah… jelas tidak istimewa.

Continue reading Review: Epic (2013)

Review: Dead Man Down (2013)

dead-man-down-header

Sutradara The Girl with the Dragon Tattoo (2009) asal Denmark, Niels Arden Oplev, mencoba peruntungannya di Hollywood dengan merilis Dead Man Down – yang sekaligus menjadi film pertamanya pasca sukses mengarahkan film yang diadaptasi dari novel berjudul sama karya Stieg Larsson tersebut. Dead Man Down sendiri tidak menawarkan sebuah formula penceritaan crime-thriller yang baru bagi penontonnya – bahkan cenderung terasa klise pada beberapa bagiannya. Pun begitu, Oplev mampu mengeksekusi naskah arahan J. H. Wyman (The Mexican, 2001) dengan baik, menghadirkannya dengan ritme penceritaan yang sederhana namun efektif serta berhasil mendapatkan kualitas penampilan solid dari para jajaran pengisi departemen aktingnya yang membuat Dead Man Down menjadi sebuah presentasi yang cukup menyenangkan untuk dinikmati.

Continue reading Review: Dead Man Down (2013)

Review: Total Recall (2012)

Di tahun 1990, Paul Verhoeven menyutradarai sebuah film science fiction berjudul Total Recall yang naskah ceritanya diadaptasi dari cerita pendek karya Philip K. Dick, We Can Remember it for You Wholesale (1966). Dibintangi oleh Arnold Schwarzenegger dan Sharon Stone, Total Recall karya Verhoeven berhasil mencuri perhatian penikmat film dunia dengan naskah cerita yang mengandung humor satir yang segar, jalan cerita berbasis masa depan yang terasa aneh namun begitu menarik serta kemudian dipadukan dengan penampilan visual yang sangat meyakinkan – dan akhirnya berhasil memperoleh tiga nominasi Academy Awards dan memenangkan satu diantaranya yakni untuk kategori Best Visual Effects. An instant science fiction classic!

Continue reading Review: Total Recall (2012)

Review: London Boulevard (2010)

William Monahan dikenal di industri film Hollywood sebagai salah satu penulis naskah dengan reputasi yang cukup meyakinkan. Naskah-naskah cerita yang ia kerjakan telah menarik perhatian begitu banyak sutradara besar seperti Ridley Scott (Kingdom of Heaven (2005) dan Body of Lies (2008)), Martin Scorsese (The Departed, 2006 – yang memberikannya sebuah Academy Awards untuk Best Adapted Screenplay), serta Martin Campbell (Edge of Darkness, 2010). Kesuksesannya sebagai seorang penulis naskah mungkin membuat Monahan merasa sedikit tertantang untuk mengarahkan sebuah film. Namun, seperti yang dibuktikan oleh London Boulevard dan sebagian film debut penyutradaraan para penulis naskah lainnya, beberapa penulis naskah seharusnya lebih memilih untuk menyerahkan hasil karya mereka untuk diterjemahkan secara audio visual oleh seorang sutradara profesional.

Continue reading Review: London Boulevard (2010)

Review: The Way Back (2010)

Peter Weir bukanlah Woody Allen, yang sepertinya selalu merasa bahwa ia wajib memenuhi kuota untuk merilis satu film di setiap tahunnya. Weir, yang berhasil mengoleksi enam nominasi Academy Awards, sepertinya senang untuk membuat para peminat filmnya untuk menunggu. Namun, penantian tersebut jelas karena Weir adalah seorang sutradara yang menginginkan setiap karyanya untuk dapat tampil sesempurna mungkin. Ini dapat dibuktikan melalui The Way Back, film pertama Weir setelah merilis Master and Commander: The Far Side of the World pada tujuh tahun silam. Dengan dukungan jajaran pemeran yang solid serta tata teknis yang apik, The Way Back menjelma menjadi sebuah film yang megah, terlepas dari kurangnya faktor emosional yang mengikat di dalam jalan cerita film ini.

Continue reading Review: The Way Back (2010)

Review: The Imaginarium of Doctor Parnassus (2009)

Kematian aktor Heath Ledger yang secara tiba-tiba ternyata masih menyimpan satu permasalahan ketika ia ternyata belum sempat menyelesaikan proses pengambilan gambar untuk film yang disutradarai oleh Terry Gilliam, The Imaginarium of Doctor Parnassus. Karena hal tersebut pulalah, proses pembuatan film ini sempat terhenti pada Januari 2008, dan sempat dianggap mati oleh Gilliam mengingat peran Ledger yang sangat vital di dalam naskah cerita film ini.

Continue reading Review: The Imaginarium of Doctor Parnassus (2009)

Review: Crazy Heart (2009)

Crazy Heart adalah sebuah film drama musikal yang diadaptasi dari novel berjudul sama yang ditulis oleh Thomas Cobb dan diterbitkan pada tahun 1987. Jeff Bridges, pemeran utama serta salah seorang produser eksekutif film ini, pada awalnya ingin membuat film biopik mengenai penyanyi country Marle Haggard, namun menemukan bahwa kehidupan Haggard terlalu sulit untuk difilmkan. Novel Crazy Heart karya Thomas Cobb sendiri juga diinspirasi dari kehidupan penyanyi country Hank Thompson.

Continue reading Review: Crazy Heart (2009)