Lima tahun setelah film pertamanya – dengan The LEGO Batman Movie (Chris McKay, 2017) dan The LEGO Ninjago Movie (Charlie Bean, Paul Fisher, Bob Logan, 2017) menjadi dua film sempalan yang dirilis diantaranya – The LEGO Movie 2 hadir sebagai sekuel langsung bagi The LEGO Movie (Phil Lord, Chris Miller, 2014). Walau masih bertanggung jawab sebagai produser sekaligus penulis naskah bagi film ini, Lord dan Miller sendiri menyerahkan kursi penyutradaraan pada Mike Mitchell (Trolls, 2016). Para penggemar The LEGO Movie sepertinya tidak akan mengeluhkan perubahan tersebut. Pengaruh besar Lord dan Miller jelas masih dapat dirasakan dalam alur pengisahan The LEGO Movie 2: film ini masih tampil dengan humor yang kuat dan penuh dengan referensi kultur pop teranyar, tampilan visual penuh warna yang memikat, serta disajikan dengan ritme pengisahan yang mengalun cepat. Tidak menawarkan sesuatu yang baru? Jangan khawatir. Lord dan Miller menyediakan ruang konflik yang lebih besar sehingga membuka celah yang cukup luas pula bagi beberapa sentuhan segar dalam pengisahan The LEGO Movie 2. Continue reading Review: The LEGO Movie 2 (2019)
Tag Archives: Charlie Day
Review: Pacific Rim Uprising (2018)
Berbeda dengan seri film Transformers (2007 – 2017) yang sebelumnya telah dirilis dan mempopulerkan kembali keberadaan para robot-robot raksasa, Pacific Rim garapan Guillermo del Toro yang dirilis pada tahun 2013 menawarkan sebuah sentuhan pengisahan yang sedikit berbeda. Berbekal pengisahan yang cenderung kelam (dan lebih dewasa) seperti kebanyakan film-film del Toro lainnya, Pacific Rim mampu menangkap perhatian para kritikus film meskipun tetap mendapatkan catatan khusus mengenai lemahnya pengembangan konflik dan karakter yang dihadirkan. Sayangnya, pemilihan alur yang sedikit berbeda dari film-film Transformers juga menjadi salah satu penyebab mengapa penonton akhirnya sedikit menjaga jarak dari keberadaan Pacific Rim. Dengan biaya produksi yang mencapai hampir sebesar US$200 juta, Pacific Rim “hanya mampu” mendapatkan raihan komersial sebesar US$411 juta dari masa perilisannya di seluruh dunia. Jelas sebuah pencapaian yang cukup mengecewakan dari bagian awal sebuah seri film yang tadinya diperkirakan akan menjadi lumbung yang terbaru bagi rumah produksi Legendary Pictures. Continue reading Review: Pacific Rim Uprising (2018)
Review: The LEGO Movie (2014)

Setelah seri film Dungeons & Dragons (2000 – 2011), Transformers (2007 – 2011), G.I. Joe (2009 – 2013) dan Battleship (2012), Hollywood kembali mencoba peruntungannya dalam memproduksi film yang diangkat dari sebuah permainan melalui The LEGO Movie. The LEGO Movie sendiri bukanlah film pertama yang jalan ceritanya didasarkan atas permainan susun bangun yang terbuat dari plastik tersebut. Sebelumnya, LEGO telah menginspirasi sejumlah film animasi yang kebanyakan langsung dirilis dalam bentuk DVD maupun ditayangkan melalui media televisi – menjadikan The LEGO Movie sebagai film LEGO pertama yang dirilis di layar lebar. Untungnya, dibawah arahan duo Phil Lord dan Chris Miller (Cloudy with a Chance of Meatballs, 2009), The LEGO Movie mampu dikembangkan menjadi sebuah film yang tidak hanya tampil kuat dalam kualitas visualnya, namun juga hadir dengan kualitas naskah yang begitu hangat dan menghibur.
Review: Pacific Rim (2013)
Kebanyakan penonton yang memilih untuk menyaksikan Pacific Rim jelas tahu pasti apa yang akan mereka dapatkan dari film ini. Yes. Pacific Rim is a movie about giant robots versus giant monsters. Namun, berbeda dari kebanyakan film-film blockbuster yang dirilis Hollywood di kala musim panas, Pacific Rim adalah film tentang giant robots versus giants monsters yang disutradarai oleh Guillermo del Toro: seorang sutradara yang secara legendaris dikenal mampu memberikan jiwa dan kehidupan pada setiap fantasi yang dapat terlintas dalam setiap pemikiran umat manusia serta menghasilkan film-film seperti Mimic (1997), Hellboy (2004) serta Pan’s Labyrinth (2006). Sayangnya, jiwa dan kehidupan mungkin adalah hal terakhir yang dapat ditemukan penonton dalam Pacific Rim karena sentuhan del Toro benar-benar minim dapat dirasakan di sepanjang presentasi film ini.
Review: Monsters University (2013)
When it comes to Pixar Animation Studios, everyone comes with an unreasonable high expectation. Tidak salah. Semenjak memulai petualangan mereka dengan Toy Story (1995) dan kemudian menghadirkan film-film semacam Finding Nemo (2003), The Incredibles (2004), Ratatouille (2007), WALL·E (2008), Up (2009) hingga Toy Story 3 (2010) yang tidak hanya menjadi favorit banyak penonton namun juga mengubah cara pandang kebanyakan orang terhadap film animasi, Pixar Animation Studios telah menjadi artis standar tersendiri atas kualitas produksi sebuah film animasi. Tidak mengherankan jika ketika Pixar Animation Studios merilis film-film seperti Cars 2 (2011) dan bahkan Brave (2012) yang berkualitas menengah (baca: cukup menghibur namun jauh dari kesan istimewa), banyak penonton yang mulai meragukan konsistensi rumah produksi yang kini berada di bawah manajemen penuh Walt Disney Pictures tersebut dalam kembali menghadirkan film-film animasi yang berkelas. Not wrong… but quite silly.