Menjadi film pertama arahan Ben Affleck setelah filmnya, Argo (2012), memenangkan Best Picture di ajang The 85th Annual Academy Awards sekaligus menjadi film kedua Affleck yang merupakan adaptasi dari novel milik Dennis Lehane setelah Gone Baby Gone (2007), Live by Night mengisahkan perjalanan hidup dari seorang pria bernama Joe Coughlin (Affleck) yang merupakan putra dari seorang kapten di Kepolisian Boston, Thomas Coughlin (Brendan Gleeson). Namun, berbeda dari sang ayah, Joe menjalani sebuah kehidupan yang jauh berbeda. Setelah kekasihnya, Emma (Sienna Miller), diculik dan dibunuh oleh seorang gangster bernama Albert White (Robert Glenister), Joe kemudian berusaha membalaskan dendamnya dengan bergabung bersama kelompok mafia Italia pimpinan Maso Pescatore (Remo Girone) yang menjadi rival Albert White. Bersama dengan kelompok tersebut, karir Joe sebagai sosok penjahat yang disegani mulai meningkat dan bahkan mulai mampu menyaingi berbagai usaha yang dimiliki Albert White. Namun, ketika Joe dan rekan bisnisnya, Dion Bartolo (Chris Messina), gagal untuk menjalankan sebuah tugas dari Maso Pescatore, usaha sekaligus kehidupan keduanya mulai mendapatkan ancaman. Continue reading Review: Live by Night (2016)
Tag Archives: Brendan Gleeson
Review: Assassin’s Creed (2016)
Expectations are quite high with this one. Selain karena belum ada film hasil adaptasi dari permainan video yang kualitasnya benar-benar tampil memuaskan, Assassin’s Creed juga kembali mempertemukan sutradara Justin Kurzel dengan dua aktor kaliber Oscar, Michael Fassbender dan Marion Cotillard, yang sebelumnya meraih sukses lewat Macbeth (2015) – yang kini dianggap sebagai salah satu adaptasi karya William Shakespeare terbaik oleh para kritikus film dunia. So what could go wrong, right? Continue reading Review: Assassin’s Creed (2016)
Review: The Smurfs 2 (2013)
Well… terlepas dari banyak kritikan yang menyudutkan kualitas penceritaan The Smurfs (2011), film animasi produksi Columbia Pictures tersebut berhasil memperoleh pendapatan komersial sebesar lebih dari US$563 juta dari masa peredarannya di seluruh dunia. Dan tentu saja, seperti layaknya yang terjadi pada hampir seluruh film sukses yang diproduksi oleh Hollywood, The Smurfs lantas mendapatkan imbalannya: sebuah sekuel! Kembali diarahkan oleh Raja Gosnell, The Smurfs 2 sebenarnya masih menawarkan sebuah formula cerita keluarga yang sepertinya benar-benar ditujukan agar dapat dengan mudah dikonsumsi oleh para penonton muda. Untungnya, tidak seperti The Smurfs yang terlihat bermalas-malasan dalam membangun ceritanya, The Smurfs 2 mampu tampil dengan ikatan cerita tentang ayah dan anak yang cukup kuat. Bukan sebuah perubahan yang drastis, namun jelas berhasil menunjukkan adanya sedikit peningkatan dalam kualitas performa penceritaannya.
Review: The Company You Keep (2012)
Perbincangan mengenai dunia politik sepertinya tidak akan dapat dijauhkan dari setiap film yang diarahkan oleh Robert Redford. Setelah sebelumnya merilis Lion for Lambs (2007) dan The Conspirator (2010), kini Redford menghadirkan The Company You Keep, sebuah thriller politik dengan naskah cerita yang diadaptasi oleh Lem Dobbs (Haywire, 2011) dari novel berjudul sama karya Neil Gordon. Menyinggung masalah politik, terorisme hingga perkembangan dunia jurnalisme modern, The Company You Keep jelas memiliki momen-momen dimana film ini mampu tampil sangat meyakinkan dalam ceritanya, khususnya berkat dukungan jajaran pengisi departemen akting yang mampu menghidupkan setiap karakter dengan baik. Namun sayangnya, seperti yang juga dapat dirasakan pada dua film Redford sebelumnya, The Company You Keep secara perlahan kehilangan intensitas penceritaannya justru di saat-saat film ini membutuhkan kapasitas penceritaan yang lebih kuat – hal yang membuat The Company You Keep kemudian berakhir dengan datar dan terkesan begitu… pointless.
Review: The Raven (2012)
Setelah V for Vendetta (2006) dan Ninja Assasin (2009), The Raven menandai kali pertama sutradara James McTeigue bekerja jauh dari pengawasan duo Lana dan Andy Wachowski – yang kini lebih dikenal sebagai Wachowski Starship. Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Ben Livingston dan Hanna Shakespeare, McTeigue mencoba untuk menggarap sebuah thriller fiksi yang didasarkan pada hari-hari terakhir kehidupan salah satu penulis dan pujangga terbesar Amerika Serikat, Edgar Allan Poe. Diatas kertas, ide mengenai seorang pembunuh berantai yang menggunakan deretan karya sastra sebagai inspirasinya untuk melakukan tindakan pembunuhan memang terdengar sangat menarik. Sayangnya, naskah yang medioker dan pengarahan McTeigue yang lemah menjadikan The Raven kehilangan begitu banyak momen emas yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk menghadirkan ritme penceritaan yang menegangkan.
Review: Safe House (2012)
Kesuksesan yang diraih film action thriller Snabba Cash (2010) – yang versi remake-nya kini sedang dipersiapkan oleh Hollywood dengan Zac Efron sebagai bintang utamanya – memberikan kesempatan bagi sutradara asal Swedia, Daniel Espinosa, untuk melebarkan sayapnya ke industri film Amerika Serikat. Nama Espinosa kemudian menjadi komoditas hangat bagi banyak produser Hollywood untuk dipertimbangkan sebagai sutradara bagi beberapa film blockbuster yang akan mereka produksi. Sempat menjadi kandidat kuat untuk menyutradarai X-Men: First Class (2011), Espinosa akhirnya membuat debut penyutradaraan film Hollywood-nya melalui Safe House, sebuah film action thriller yang dibintangi oleh Denzel Washington dan Ryan Reynolds. Sayang, Safe House sepertinya tidak akan menambah besar kredibilitas kemampuan pengarahan yang akan diperoleh Espinosa. Terlepas dari ritme cerita yang cepat dan tawaran ketegangan yang mampu dihadirkan di sepanjang jalan cerita, Safe House terlihat seperti sebuah film medioker dengan jalinan kisah yang klise dan sangat mudah untuk ditebak.
Review: Albert Nobbs (2011)
Albert Nobbs bukanlah sebuah naskah cerita yang asing. Setidaknya, naskah cerita Albert Nobbs telah begitu familiar terhadap Glenn Close yang pertama kali memerankan karakter tersebut di sebuah pertunjukan teater pada tahun 1982 dan kemudian menghabiskan masa waktu selama lima belas tahun untuk mencoba membawa kisah tersebut menjadi sebuah film cerita layar lebar. Close sendiri sempat hampir berhasil mewujudkan impiannya tersebut di awal tahun 2000-an dengan sutradara asal Hungaria, István Szabó, duduk di kursi sutradara. Sayangnya, rencana tersebut buyar setelah proses pendanaan mengalami hambatan yang kemudian memaksa Szabó untuk mundur dari proyek tersebut. Barulah pada akhir 2010, dengan Rodrigo García (Mother and Child, 2010) duduk di kursi sutradara, proses pembuatan versi layar lebar dari Albert Nobbs mulai menemukan titik cerah.
The 69th Annual Golden Globe Awards Nominations List
Perebutan menuju gelar film terbaik untuk tahun 2011 semakin diperhangat dengan diumumkannya nominasi The 69th Annual Golden Globe Awards, malam ini. Untuk tahun ini, The Artist memimpin daftar perolehan nominasi setelah film asal Perancis tersebut berhasil meraih 6 nominasi termasuk nominasi di kategori Best Motion Picture – Comedy or Musical. Raihan The Artist tersebut diikuti oleh The Descendants yang memperoleh 5 nominasi serta The Ides of March, Midnight in Paris, The Help dan Moneyball yang sama-sama meraih 4 nominasi. Sementara itu, film karya Martin Scorsese, Hugo, berhasil meraih 3 nominasi termasuk untuk Best Motion Picture – Drama dan Best Director.
Continue reading The 69th Annual Golden Globe Awards Nominations List
Review: Harry Potter and the Deathly Hallows – Part 1 (2010)
Sejujurnya, ide untuk membagi bagian akhir dari adaptasi dari kisah petualangan Harry Potter, Harry Potter and the Deathly Hallows, menjadi dua bagian adalah murni alasan komersial belaka daripada untuk menangkap seluruh esensi cerita dari novelnya. Hal ini, sayangnya, sangat terbukti dengan apa yang diberikan oleh sutradara David Yates lewat Harry Potter and the Deathly Hallows – Part 1. Filmnya sendiri berjalan cukup baik, namun dengan durasi sepanjang 146 menit, Yates terlalu banyak mengisi bagian pertama kisah ini dengan berbagai detil yang sebenarnya tidak diperlukan di dalam cerita, yang membuat …The Deathly Hallows – Part 1 terasa sebagai sebuah film dengan kisah yang sebenarnya singkat namun diulur sedemikian panjang untuk memenuhi kuota waktu penayangan.
Continue reading Review: Harry Potter and the Deathly Hallows – Part 1 (2010)