Merupakan prekuel bagi dua film dalam seri Kingsman arahan Matthew Vaughn, Kingsman: The Secret Service (2014) dan Kingsman: The Golden Circle (2017), The King’s Man membawa penontonnya jauh ke awal tahun 1900an ketika dunia sedang bersiap untuk menghadapi pecahnya Perang Dunia I. Tidak ingin dunia – khususnya negaranya, Britania Raya – terjebak dalam peperangan, seorang bangsawan bernama Duke Orlando Oxford (Ralph Fiennes) bersama dengan putranya, Conrad Oxford (Harris Dickinson), dan dua pembantunya, Shola (Djimon Hounsou) dan Polly (Gemma Arterton), membentuk sebuah jaringan mata-mata yang dinamakan The Kingsmen Agency. The Kingsmen Agency lantas menemukan fakta adanya pihak yang mencoba mengadu domba pemimpin Britania Raya, King George (Tom Hollander), dengan para sepupunya yang juga pemimpin Kekaisaran Jerman, Kaiser Wilhelm (masih diperankan Holander), dan pemimpin Kekaisaran Rusia, Tsar Nicholas (juga diperankan oleh Hollander). Di saat yang bersamaan, ketika perang mulai berkecamuk, Conrad Oxford memilih untuk meninggalkan misi sang ayah bersama dengan The Kingsmen Agency dan bergabung dengan para tentara Britania Raya di medan peperangan.

Ketika dirilis beberapa tahun yang lalu, Kingsman: The Secret Service banyak mendapatkan reaksi positif dari kalangan kritikus film sekaligus banyak penikmat film dunia berkat pendekatannya yang segar dan begitu menghibur pada formula pengisahan film mata-mata buatan Hollywod yang belakangan selalu hadir dengan atmosfer cerita yang cenderung bernuansa keras, serius, dan kelam. Meskipun berkesan medioker dan tidak secerdas film pertamanya, The Kingsman: The Golden Circle juga masih mampu mendapatkan sejumlah penggemar. Hal inilah yang kemudian membuat The King’s Man terasa begitu mengecewakan. Naskah cerita film yang ditulis oleh Vaughn bersama dengan Karl Gajdusek (Oblivion, 2013) berdasarkan seri komik The Secret Service karya Mark Millar dan Dave Gibbons berusaha mengembangkan cakupan pengisahan dan memberikan konteks pengisahan yang lebih mendalam akan keberadaan organisasi Kingsmen. Sayang, niatan tersebut tidak pernah mampu terealisasi karena garapan cerita dan karakter yang terlalu dangkal pada setiap bagian.

Masalah terbesar dari film ini terletak pada naskah cerita yang terasa tidak pernah tahu apa yang sebenarnya ingin disampaikannya. Hasilnya, The King’s Man tampil dengan sejumlah plot dan konflik yang sebenarnya menarik namun tidak pernah terasa mampu untuk dituturkan dengan baik, entah itu ketika film ini berusaha menyelami hubungan ayah dan anak antara karakter Duke Orlando Oxford dan Conrad Oxford atau ketika berusaha menciptakan garisan sejarah alternatif akan tokoh-tokoh dunia yang terlibat dalam Perang Dunia I. Pengarahan yang diberikan Vaughn untuk filmnya juga gagal untuk menjadikan The King’s Man dapat dinikmati. Ritme penceritaan begitu berantakan dan seringkali berkesan datar. Satu adegan peperangan mungkin akan langsung membawa penontonnya pada ingatan akan sebuah adegan dalam film 1917 (2019) arahan Sam Mendes. Sayangnya, dengan konteks yang lemah dan tata arahan Vaughn yang tak kalah lemahnya, adegan tersebut melintas begitu saja tanpa kesan yang mendalam.

Selain hadir dengan plot pengisahan yang menumpuk, The King’s Man juga hadir dengan barisan karakter yang juga tak kalah ramai. Tidak terlalu berguna karena, sama seperti kebanyakan plotnya, banyak karakter dalam film ini hadir dengan fungsi pengisahan yang terlalu dangkal. Vaughn mungkin bermaksud menghadirkan sejumlah karakter yang diperankan oleh Hounsou, Arterton, Daniel Brühl, Aaron Taylor-Johnson, hingga Stanley Tucci untuk mengantisipasi kehadiran sebuah sekuel. Namun, dengan porsi cerita yang terlalu minimalis, karakter-karakter tersebut lebih sering tampil membingungkan daripada mampu menyokong bangunan cerita yang sedang bergulir meskipun dapat dihidupkan dengan penampilan akting yang meyakinkan oleh para pemerannya.

Panampilan Dickinson yang datar dan membosankan juga menjadi salah satu penghambat bagi The King’s Man untuk mencapai potensi penceritaan terbaiknya. Karakter yang diperankan oleh Dickinson jelas merupakan salah satu karakter krusial dalam linimasa penceritaan film dan kegagalannya untuk menjadikan karakter tersebut tampil menarik membuat banyak momen dalam penuturan The King’s Man menjadi hambar. Fiennes menjadi satu-satunya aktor utama yang dapat diandalkan untuk terus menjaga intensitas penceritaan film. Penampilannya solid meskipun kualitas penceritaan konflik yang diberikan pada karakternya sering terasa lemah. Penampilan singkat Rhys Ifans sebagai salah satu karakter antagonis juga berhasil mencuri perhatian. Begitu pula dengan Matthew Goode yang memerankan sosok karakter krusial bagi cerita. Cukup disayangkan talenta-talenta akting kuat dalam film ini tidak mampu dieksplorasi lebih mendalam untuk kualitas cerita yang lebih meyakinkan.

The King’s Man (2021)

Directed by Matthew Vaughn Produced by Matthew Vaughn, David Reid, Adam Bohling Written by Matthew Vaughn, Karl Gajdusek (screenplay), Matthew Vaughn (story), Mark Millar, Dave Gibbons (comics, The Secret Service) Starring Ralph Fiennes, Gemma Arterton, Rhys Ifans, Matthew Goode, Tom Hollander, Harris Dickinson, Daniel Brühl, Djimon Hounsou, Charles Dance, Aaron Taylor-Johnson, Aaron Vodovoz, Todd Boyce, Branka Katic, Valerie Pachner, Olivier Richters, Stanley Tucci, Neil Jackson, Joel Basman, Ross Anderson, Alison Steadman, Robert Aramayo, Alexandra Maria Lara, Tiago Martins, Ron Cook, August Diehl, Ian Kelly, David Kross, Alexander Shaw Cinematography Ben Davis Edited by Jason Ballantine, Rob Hall Music by Matthew Margeson, Dominic Lewis Production companies Marv Studios/Cloudy Productions Running time 131 minutes Countries United Kingdom, United States Language English