Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Becky Johnston (Arthur Newman, 2012) dan Roberto Bentivegna berdasarkan buku The House of Gucci: A Sensational Story of Murder, Madness, Glamour, and Greed karangan Sara Gay Forden, House of Gucci yang diarahkan oleh Ridley Scott (All the Money in the World, 2017) bercerita tentang intrik dan konflik yang terjadi dalam keluarga pemilik rumah mode ikonik asal Italia, Gucci. Memiliki latar belakang waktu pengisahan di tahun 1970an, perseteruan antar karakter dalam film ini dimulai ketika salah seorang pemimpin rumah mode Gucci, Rodolfo Gucci (Jeremy Irons), tidak menyetujui pernikahan anaknya, Maurizio Gucci (Adam Driver), dengan Patrizia Reggiani (Lady Gaga) yang dinilainya hanya mendekati Maurizio Gucci demi mendapatkan hartanya. Rodolfo Gucci lantas menghapus nama sang anak sebagai salah satu ahli warisnya. Kakak Rodolfo Gucci yang juga memiliki saham kepemilikan di rumah mode Gucci, Aldo Gucci (Al Pacino), tidak setuju dengan sikap sang adik dan meminta Maurizio Gucci untuk bekerja dengannya. Melihat kesempatan besar yang didapatkan oleh suaminya, Patrizia Reggiani mulai memberikan pengaruhnya pada setiap keputusan yang diambil oleh Maurizio Gucci.
Dengan karir penyutradaraan yang telah berjalan selama lebih dari empat dekade, Scott memang tidak selalu berhasil menghantarkan kualitas penceritaan yang kuat untuk setiap filmnya. Scott mampu menghasilkan film-film berkelas dan berpengaruh seperti Alien (1979) dan Blade Runner (1982) namun, di saat yang bersamaan, filmografi Scott juga diisi dengan film-film seperti A Good Year (2006) atau Exodus: Gods and Kings (2014) yang sukar dipercaya dapat datang dari seorang sutradara visioner yang sebelumnya mampu menghasilkan Alien dan Blade Runner. House of Gucci, sayangnya, bukanlah presentasi yang dapat ditempatkan di jajaran film-film terbaik garapan Scott. Namun, film ini juga bukanlah sajian yang benar-benar buruk. Memiliki potensi untuk menjadi drama dengan citarasa opera sabun yang menghibur, tetapi gagal untuk mendapatkan pengelolaan cerita yang efektif.
Permasalahan terbesar dari film ini berada pada naskahnya yang berusaha untuk menghadirkan barisan intrik maupun konflik bernuansa bombastis namun kemudian lebih sering muncul dengan barisan plot cerita yang dangkal dan berkesan hampa. Dengan durasi penceritaan yang mencapai 158 menit, penuturan House of Gucci lantas tampil tanpa fokus yang benar-benar menarik serta ritme penyampaian yang berantakan. Banyak konflik dan karakter yang hadir juga tidak mampu diberikan pengembangan cerita yang matang. Lihat saja pada bagian pengisahan tentang bisnis keluarga Gucci yang sebenarnya merupakan bagian penting dari konflik utama yang sedang berjalan namun dihadirkan dengan begitu terbata-bata, atau kisah cinta yang terjalin antara karakter Maurizio Gucci dengan karakter sahabat lamanya, Paola Franchi (Camille Cottin), yang terasa sebagai kisah sampingan yang sebenarnya dapat dibuang begitu saja.
Tidak hanya didominasi oleh plot pengisahan yang berkesan dangkal, penyampaian House of Gucci yang begitu bertele-tele juga disebabkan oleh pengarahan Scott yang tidak pernah benar-benar mampu untuk menangkap esensi pengisahan filmnya. Dengan gaya cerita yang berusaha untuk berkesan komikal, pengarahan yang diberikan Scott seringkali terasa terlalu serius dan kaku. Scott juga mengeksekusi filmnya dengan tempo cerita yang terlalu lamban di dua paruh awal cerita untuk kemudian terburu-buru dalam menata konklusi yang terdapat di paruh ketiga – termasuk dengan fokus yang berkurang secara drastis dari karakter Patrizia Reggiani yang sebelumnya tampil dominan. Tidak selalu berakhir buruk. Beberapa bagian cerita yang dihadirkan dengan elemen komedi masih mampu tersaji dengan baik. Kualitas departemen produksi film juga hadir kuat. Mulai dari tata sinematografi garapan Dariusz Wolski, desain produksi, hingga tata rias dan busana hadir meyakinkan untuk menghidupkan nuansa megah yang ingin dibawakan oleh penceritaan film.
House of Gucci juga sangat terbantu dengan penampilan apik para pengisi departemen aktingnya. Well… penampilan Jared Leto memang sering terasa berlebihan (dan menjengkelkan) dalam usahanya untuk menghidupkan karakter Paolo Gucci yang ia perankan, namun para pemeran lain hadir dalam kapasitas yang tidak mengecewakan – jika Anda tidak mengindahkan penggunaan aksen Italia yang tidak menentu keberadaannya. Driver hadir sempurna sebagai sosok Maurizio Gucci yang dingin. Begitu pula dengan Salma Hayek sebagai sosok peramal Giuseppina Auriema yang sepertinya begitu mengerti akan sosok karakternya yang karikatural. Penampilan Gaga jelas menjadi pusat perhatian. Sejak pertama karakter yang ia perankan hadir, Gaga memberikan penampilan dengan intensitas yang menggugah. Penampilannya memberikan dorongan energi bagi pengisahan film yang membuat adegan-adegan yang tidak melibatkan kehadiran karakternya menjadi terasa hambar.
House of Gucci (2021)
Directed by Ridley Scott Produced by Ridley Scott, Giannina Scott, Kevin J. Walsh, Mark Huffam Written by Becky Johnston, Roberto Bentivegna (screenplay), Becky Johnston (story), Sara Gay Forden (book, The House of Gucci: A Sensational Story of Murder, Madness, Glamour, and Greed) Starring Lady Gaga, Adam Driver, Jared Leto, Jeremy Irons, Salma Hayek, Al Pacino, Jack Huston, Reeve Carney, Camille Cottin, Vincent Riotta, Alexia Muray, Mia McGovern Zaini, Florence Andrews, Mădălina Diana Ghenea, Youssef Kerkour, Mehdi Nebbou, Miloud Mourad Benamara, Antonello Annunziata, Catherine Walker, Martino Palmisano Cinematography Dariusz Wolski Edited by Claire Simpson Music by Harry Gregson-Williams Production companies Metro-Goldwyn-Mayer/Bron Creative/Scott Free Productions Running time 158 minutes Country United States Language English
One thought on “Review: House of Gucci (2021)”