Diarahkan oleh Lucky Kuswandi (Galih & Ratna, 2017) berdasarkan naskah cerita yang ditulis oleh Gina S. Noer (Dua Garis Biru, 2019), Ali & Ratu Ratu Queens bercerita tentang perjalanan seorang pemuda bernama Ali (Iqbaal Ramadhan) untuk menemukan kebahagiannya di kota New York, Amerika Serikat. Mengapa New York? Karena di kota itulah sang ibu, Mia (Marissa Anita), yang semenjak lama telah meninggalkan dirinya dan sang ayah, Hasan (Ibnu Jamil), demi mengejar mimpi untuk menjadi seorang penyanyi, kini berada. Berbekal sejumlah uang, tiket penerbangan yang dahulu pernah dikirimkan oleh ibunya, serta sedikit informasi tentang lokasi keberadaan sang ibu, Ali memulai perjalanannya. Sial, sesampainya di sebuah apartemen yang menjadi tujuannya di wilayah Queens, New York, Ali diberitahu bahwa kini ibunya tidak lagi tinggal disana. Di saat yang bersamaan, Ali bertemu dengan empat imigran asal Indonesia, Party (Nirina Zubir), Biyah (Asri Welas), Chinta (Happy Salma), serta Ance (Tika Panggabean), yang kemudian bersedia untuk menampung Ali serta membantunya untuk menemukan keberadaan sang ibu.
Dalam 100 menit durasi pengisahannya, Ali & Ratu Ratu Queens mencoba untuk mengarungi peliknya hubungan antara seorang anak dengan orangtuanya sekaligus paparan arti akan sebuah hubungan yang dapat diidentifikasi sebagai hubungan keluarga. Tema yang familiar namun jelas menyimpan potensi besar untuk dapat tampil sebagai pengisahan yang terasa personal sekaligus emosional. Sayangnya, sebagai film yang bertutur tentang keluarga serta chosen family, Ali & Ratu Ratu Queens dihadirkan dengan barisan konflik maupun karakter yang diolah secara setengah matang. Tidak ada satupun jalinan koneksi antar karakter yang digambarkan dalam film ini hadir meyakinkan: mulai dari kisah romansa yang coba dibentuk antara karakter Ali dengan karakter Eva (Aurora Ribero), kedekatan antara karakter Ali dengan kumpulan karakter Party, Biyah, Chinta, dan Ance terasa berjalan tergesa-gesa, juga konflik yang terus berjalan antara karakter Ali dengan karakter sang ibu. Akhirnya, meskipun dituturkan dengan ritme pengisahan yang cukup lancar, Ali & Ratu Ratu Queens tidak pernah mampu untuk memberikan sentuhan emosional yang benar-benar mendalam bagi keseluruhan presentasinya.
Banyaknya karakter yang tidak mendapatkan galian kisah yang lebih mumpuni juga memberikan andil besar pada kehambaran rasa pengisahan film ini. Karakter Party, Biyah, Chinta, dan Ance yang harusnya dapat tampil sebagai lapisan pendukung cerita yang kuat, lebih sering dikesampingkan dan dimanfaatkan guna menghasilkan momen-momen komedi dalam linimasa penceritaan film. Digambarkan sebagai sosok perempuan yang rela meninggalkan keluarga demi ambisi untuk mewujudkan mimpinya, Ali & Ratu Ratu Queens membentuk ruang pengisahan yang terlalu sempit bagi karakter Mia tersebut untuk tersaji dengan pengisahan yang lebih utuh. Hal ini yang kemudian mendorong hubungannya sebagai ibu dari karakter Ali juga seringkali tidak menghasilkan kesan yang begitu mendalam. Di saat yang bersamaan, gambaran Noer akan karakter-karakter perempuan yang tangguh, berpendirian, saling membantu, mandiri, namun tetap memiliki sisi lembut dan penyayang berhasil memberikan atmosfer cerita yang cukup segar – meskipun dengan konteks cerita yang minim.
Meskipun narasinya tergolong lemah, Ali & Ratu Ratu Queens masih cukup dapat dinikmati berkat kualitas produksinya yang begitu berkelas. Kota New York sebagai latar lokasi pengisahan film memang tidak memberikan andil yang begitu signifikan pada jalan cerita, namun tata sinematografi arahan Batara Goempar berhasil menangkap kota metropolitan tersebut sebagai sosok kota yang megah, indah, sekaligus keras untuk ditinggali para penghuninya. Penggunaan sejumlah lagu, yang turut melibatkan HONNE(!) dan Billie Eilish(!!), juga tampil efektif dalam memberikan nyawa penceritaan pada beberapa adegan film. Kredit khusus rasanya juga layak disematkan pada departemen suara film ini yang berhasil memberikan garapan suara dan vokal dialog yang jernih untuk didengarkan. Juga kepada departemen animasi yang dalam sejumlah adegan mampu menghadirkan tata animasi yang benar-benar membantu memberikan dukungan jiwa pada penceritaan film.
Tidak ada yang benar-benar istimewa dalam penampilan para pengisi departemen akting film ini – suatu hal yang lumayan mengecewakan, khususnya jika Anda mengharapkan Ramadhan dapat menghidupkan sosok karakter Ali secara lebih kuat. Penampilan Ramadhan lebih meyakinkan ketika dirinya didampingi oleh para pemeran lain. Adegannya bersama dengan Anita di paruh ketiga film berhasil menyajikan momen emosional terkuat bagi presentasi film ini. Begitu pula interaksi yang terbentuk antara Ramadhan dengan Zubir, Welas, Salma, dan Panggabean yang menghasilkan banyak momen-momen manis. Meskipun dalam kapasitas pengisahan yang terbatas, Cut Mini, Ibnu Jamil, dan Bayu Skak juga dapat memberikan penampilan yang cukup mencuri perhatian.
Directed by Lucky Kuswandi Produced by Muhammad Zaidy, Meiske Taurisia Written by Gina S. Noer (screenplay), Gina S. Noer, Muhammad Zaidy (story) Starring Iqbaal Ramadhan, Nirina Zubir, Asri Welas, Tika Panggabean, Happy Salma, Aurora Ribero, Marissa Anita, Bayu Skak, Cut Mini, Ibnu Jamil Music by Mar Galo, Ken Jenie Cinematography Batara Goempar Edited by Aline Jusria Production companies Palaria Films Running time 100 minutes Countries Indonesia Languages Indonesian, English
2 thoughts on “Review: Ali & Ratu Ratu Queens (2021)”