Review: Quarantine Tales (2020)


Merupakan omnibus yang berisi lima film pendek arahan Dian Sastrowardoyo, Jason Iskandar, Ifa Isfansyah, Aco Tenri, dan Sidharta Tata, fokus pengisahan Quarantine Tales tidak hanya tentang barisan kisah mengenai sederetan karakter yang berusaha bertahan pada masa karantina dalam menghadapi pandemi COVID-19. Secara menyeluruh, tema “karantina” disajikan dengan menampilkan sosok-sosok karakter yang merasakan keterpisahan serta kehilangan – baik dari orang-orang yang mereka cintai, dari mimpi dan harapan, bahkan dari identitas diri mereka sendiri – dalam kehidupan mereka. Kehadiran Quarantine Tales juga menjadi simbol tersendiri bagi para pembuatnya ketika film ini diproduksi di tengah pandemi dalam kondisi kebiasaan baru yang serba terbatas dengan harapan untuk tetap menjaga kreativitas dan menjaga pertumbuhan industri perfilman Indonesia. Niat tulus yang berakhir gemilang ketika lima film pendek yang ditampilkan Quarantine Tales mampu tereksekusi dengan baik dalam menyampaikan seluruh alur pengisahannya.

Quarantine Tales dibuka dengan film pendek yang ditulis dan diarahkan oleh Sastrowardoyo, Nougat. Berkisah tentang tiga saudari, Ubay (Marissa Anita), Ajeng (Adinia Wirasti), dan Deno (Faradina Mufti), yang hubungannya merenggang seiring dengan pertambahan usia serta, khususnya, semenjak meninggalnya kedua orangtua mereka. Kini, silaturahmi antara ketiganya seringkali hanya dapat terjalin melalui perantaraan panggilan video. Sebuah jalinan kisah yang sebenarnya cukup sederhana namun dapat dinavigasikan oleh Sastrowardoyo secara lugas. Gambaran perkembangan zaman melalui perkembangan teknologi panggilan video – dari Skype ke WhatsApp hingga Zoom – adalah pilihan pengisahan visual yang cerdas. Peran ketiga pemerannya juga cukup krusial. Melalui penampilan akting mereka yang solid, setiap aliran emosi dapat dihantarkan dengan baik meskipun dengan media bercerita yang terbatas.

Kisah kedua, Prankster, ditulis dan diarahkan oleh Iskandar serta berusaha untuk menyinggung tentang fenomena siaran langsung para bintang sosial media yang menjadi begitu popular di masa pandemi.  Dihadirkan dalam warna pengisahan thriller, Prankster bercerita tentang siaran langsung antara seorang vlogger yang dikenal dengan nama Didit Iseng (Roy Sungkono) dengan seorang selebgram bernama Aurel (Windy Apsari). Seperti yang dapat diduga, seperti yang selalu ia lakukan dalam video-video YouTube rilisannya, Didit Iseng lantas menjalankan perbuatan jahilnya kepada Aurel. Namun, di luar dugaan, Aurel ternyata telah menyiapkan sebuah prank balasan kepada Didit Iseng. Bukan sebuah ide dan eksekusi yang buruk, namun Prankster terasa diolah terlalu lama sebelum akhirnya mengeluarkan pelintiran cerita yang menjadi senjata pamungkas kisahnya. Berakhir dengan kesan yang terlampau datar untuk sajian yang harusnya mampu meninggalkan kejutan yang mendalam.

Dengan naskah cerita yang ditulis oleh Isfansyah bersama dengan Ahmad Aditya, Cook Book yang diarahkan oleh Isfansyah menjadi satu-satunya film pendek yang bertutur langsung tentang karantina di masa pandemi. Dikisahkan, selama enam bulan menjalani masa karantina di rumahnya, seorang juru masak, Halim (Verdi Solaiman), menghabiskan waktunya untuk menyusun sebuah buku resep makanan. Di tengah kesibukannya tersebut, ia mendapatkan panggilan video dari seorang perempuan muda (Brigitta Cynthia) yang tidak dikenalnya. Awalnya, Halim bersikap acuh pada panggilan video tersebut. Namun, dilandasi atas kerinduan akan berinteraksi dengan manusia lain, hubungan Halim dan sang perempuan asing secara perlahan tumbuh semakin akrab. Cook Book memiliki ide besar yang seharusnya digali dengan lebih kuat melalui presentasi film cerita panjang. Arahan Isfansyah pada paruh awal film sebenarnya telah menjadikan Cook Book sebagai presentasi yang kuat. Kehadiran sebuah pelintiran cerita – yang berkaitan dengan memori mengenai salah satu sejarah kelam negara ini – justru membuat keseimbangan bercerita dari Cook Book menjadi goyah dan berakhir sebagai presentasi yang kurang matang.

Presentasi terbaik dalam Quarantine Tales tampil melalui film pendek berjudul Happy Girls Don’t Cry yang ditulis dan diarahkan oleh Tenri. Lewat nada pengisahan komedi satir, Tenri mengisahkan kehidupan seorang anak perempuan bernama Adin (Arawinda Kirana) yang baru saja memenangkan sebuah iMac lewat dari kompetisi yang digelar oleh seorang vlogger. Sang ayah (Teuku Rifnu Wikana) yang telah menjadi seorang pengangguran dalam lima bulan terakhir lantas mencoba merayu Adin agar ia mau menjual iMac tersebut guna memenuhi kebutuhan keluarga mereka. Adin menolak. Bahkan bujukan sang ibu (Anita – dalam penampilan keduanya di film ini) juga tak mampu mempengaruhi Adin. Happy Girls Don’t Cry adalah sebuah presentasi yang akan membuat siapapun yang menyaksikannya tersenyum getir. Takaran komedi yang dihadirkan Tenri tampil dalam komposisi yang pas, namun sindirannya akan jurang kelas ekonomi di masyarakat, pengaruh media sosial yang telah begitu membudaya, hingga hubungan antara orangtua dan anak yang terhalang oleh unsur materi adalah elemen yang menjadikan film pendeknya tampil begitu menggigit. Juara!

Quarantine Tales ditutup dengan presentasi berjudul The Protocol yang ditulis dan diarahkan oleh Tata. Disajikan dengan nada pengisahan bernuansa horor komedi, The Protocol berkisah tentang seorang perampok (Abdurrahman Arif) yang terjebak dan dihantui oleh bayangan rekan perampoknya (Kukuh Prasetya) yang meninggal dunia ketika mereka baru saja selesai menjalankan aksinya. Film ini mampu tampil menghibur berkat kelihaian Tata dalam mengeksplorasi berbagai macam kepanikan yang muncul pada sang karakter utama. Tentu saja, penampilan tunggal Arif di sepanjang pengisahan juga menjadi faktor kuat keberhasilan pengisahan film. Eksplorasi plot sayangnya berlangsung minim. Ketika momen maupun kejutan yang sama kemudian dihadirkan berulang kali, The Protocol lantas secara perlahan kehilangan daya tariknya.

Secara keseluruhan, Quarantine Tales mampu hadir dengan tata pengisahan yang menarik. Kualitas penuturan cerita setiap segmen cenderung seimbang dan konsisten – dengan bahkan segmen yang dinilai paling lemah sekalipun akan tetap mampu hadir memberikan momen menyenangkan tersendiri. Masih ingat dengan era dimana banyak film omnibus membanjiri layar bioskop tanah air? Quarantine Tales jelas merupakan salah satu omnibus terbaik dalam beberapa tahun terakhir.

 

Quarantine Tales (2020)

Directed by Dian Sastrowardoyo, Jason Iskandar, Ifa Isfansyah, Aco Tenri, Sidharta Tata Produced by Nadina Habsjah, Sari Mochtan, Shanty Harmayn, Tanya Yuson, Florence Giovani, Agustiya Herdwiyanto, Andi Budrah Sadam Ramadhan, Rheno Agung Yudhanto, Ignatius Dimas Yulianto Written by Dian Sastrowardoyo, Jason Iskandar, Ifa Isfansyah, Ahmad Aditya, Aco Tenri, Sidharta Tata Starring Adinia Wirasti, Marissa Anita, Faradina Mufti, Teuku Rifnu Wikana, Vanesa Valensca, Roy Sungkono, Windy Apsari, Verdi Solaiman, Brigitta Cynthia, Kiki Narendra, Arawinda Kirana, Muzakki Ramdhan, Abdurrahman Arif, Kukuh Prasetya Music by Ignatius Andito Haryo, Ricky Lionardi, Juang Manyala, Fajar Ahadi Cinematography Gerry Habir, Anggun Adi, Irmawan, Muhammad Arif, Satria Kurnianto Editing by Arifin Cuunk, Reynaldi Christanto, Akhmad Fesdi Anggoro, Khairun Naim Kesuma Studio Base Entertainment Running time 87 minutes Country Indonesia Language Indonesian

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s