Do we really (like really, really) need a sequel to Sebelum Iblis Menjemput (2018)? Tentu, film arahan Timo Tjahjanto tersebut mampu mengumpulkan lebih dari satu juta penonton di sepanjang masa perilisannya. Namun, bangunan cerita yang dibentuk oleh Tjahjanto bagi Sebelum Iblis Menjemput sebenarnya tidak menyimpan cukup banyak ruang untuk mendapatkan pengembangan lanjutan dan dapat diakhiri begitu saja. But, anyway, here we are. Dalam sekuel film yang berjudul Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2, Tjahjanto menyeret dua karakter dari film pendahulu ke sebuah konflik yang sesungguhnya tidak pernah benar-benar membutuhkan kehadiran mereka. Mendengar apa yang terjadi pada kakak beradik, Alfie (Chelsea Islan) dan Nara (Hadijah Shahab), sekelompok sahabat, Laksmi (Shareefa Daanish), Jenar (Lutesha), Martha (Karina Salim), Leo (Arya Vasco), Gadis (Widika Sidmore), dan Budi (Baskara Mahendra) lantas memberanikan diri untuk meminta bantuan Alfie untuk membantu mereka atas permasalahan serupa yang juga sedang mereka alami. Awalnya, tentu saja, Alfie menolak permintaan tersebut. Namun, guna menghindari resiko alur kisah Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 berakhir hanya dalam 30 menit, Alfie lantas memutuskan untuk memberikan bantuan pada enam orang yang sama-sama pernah menghabiskan masa kecil mereka di sebuah panti asuhan tersebut.
Seperti yang terjadi pada seri pendahulunya, tidak banyak yang dapat diharapkan dari pengembangan cerita yang digariskan oleh Tjahjanto pada Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2. Jika Sebelum Iblis Menjemput memiliki warna pengisahan yang lebih personal dengan tuturan yang bercerita tentang kutukan yang menimpa sebuah keluarga, maka Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 memiliki skala pengisahan yang sedikit lebih luas dengan melibatkan barisan karakter baru dan tidak berhubungan dengan karakter-karakter dari film pertama. Sebuah usaha pelebaran jangkauan kisah yang sebenarnya cukup menarik – jika tidak sedikit mengingatkan penonton pada Ratu Ilmu Hitam arahan Kimo Stamboel yang dirilis akhir tahun lalu – namun, sayangnya, dihadirkan dengan galian karakter yang terlalu lemah. Tidak ada satupun diantara karakter-karakter baru yang mampu disajikan dengan tampilan karakterisasi yang menarik atau setidaknya dapat membuat penonton cukup peduli pada alur kisah yang mereka jalani. Toh sebagian besar karakter tersebut akan menjadi korban dari malaikat kematian dengan sisa karakternya akan menjadi sosok yang selamat atau karakter yang menjadi karakter antagonis yang sesungguhnya – selayaknya formula cerita film-film sejenis.
Namun, permasalahan yang dialami oleh Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 tidak hanya berada pada gambaran yang diberikan pada karakter-karakternya. Kesan homage bagi seri The Evil Dead (Sam Raimi, 1981 – 1992) yang dahulu melekat pada Sebelum Iblis Menjemput pada film ini justru bergeser menjadi kesan sebagai tiruan dari seri film horor garapan Raimi tersebut ketika Tjahjanto mencoba untuk menciptakan karakter, permasalahan, atau properti cerita yang terasa familiar namun dengan garapan cerita yang terlalu mentah untuk membuat kehadiran elemen-elemen tersebut menjadi berarti maupun berkesan kuat. Dialog-dialog yang terasa begitu kaku – jika tidak ingin menggambarkannya sebagai dialog berbahasa Indonesia hasil terjemahan yang kurang begitu memuaskan – juga membuat ritme pengisahan film ini menjadi tidak begitu nyaman untuk diikuti. Usaha Tjahjanto untuk bersenang-senang dengan menghadirkan sentuhan komedi pada beberapa bagian juga tidak berhasil untuk memberikan hasil yang maksimal ketika nada komedi tersebut disajikan di paruh akhir film secara tiba-tiba setelah paruh pengisahan sebelumnya yang hadir dengan tuturan cerita yang lebih kelam dan serius.
Jika Anda memilih untuk menyaksikan Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 guna mendapatkan sajian bernuansa slasher dengan balutan kekerasan dan tumpahan darah yang memang menjadi kegemaran Tjahjanto, film ini akan cukup mampu memberikan kepuasan. Fokus Tjahjanto untuk memberikan lebih banyak adegan-adegan sadis dalam film ini menghasilkan sejumlah momen menegangkan yang apik – meskipun kesan tersebut secara perlahan akan luntur akibat repetisi yang tampil di sepanjang penceritaan. Dengan minimalisnya penggarapan karakterisasi, tidak ada penampilan yang benar-benar hidup dan menonjol dari barisan pengisi departemen akting film ini. Well… jika “menonjol” adalah kesan yang ingin ditampilkan Islan lewat aktingnya, maka penampilannya yang terasa berlebihan dalam memberikan interpretasi setiap dialog maupun emosi yang diberikan pada karakternya jelas akan membuat kehadirannya begitu “menyita perhatian.”
Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 (2020)
Directed by Timo Tjahjanto Produced by Wicky V. Olindo, Timo Tjahjanto Written by Timo Tjahjanto Starring Chelsea Islan, Widika Sidmore, Baskara Mahendra, Hadijah Shahab, Lutesha, Arya Vasco, Karina Salim, Shareefa Daanish, Karina Suwandi, Ruth Marini, Aurelie Moeremans, Tri Hariono Music by Rooftopsound Cinematography by Gunnar Nimpuno Editing by Teguh Raharjo Studio Frontier Pictures/Legacy Pictures/Rapi Films/Screenplay Films Running time 110 minutes Country Indonesia Language Indonesian
One thought on “Review: Sebelum Iblis Menjemput Ayat 2 (2020)”