Review: Pretty Boys (2019)


Selain menjadi seorang penyanyi dan dokter – dan aktor, jika Anda turut memperhitungkan penampilan singkatnya pada Trinity, The Nekad Traveler (Rizal Mantovani, 2017), Tompi menambah gelar sutradara untuk namanya dengan mengarahkan film layar lebar yang berjudul Pretty Boys. Dengan naskah yang digarap oleh Imam Darto (Coblos Cinta, 2008), Pretty Boys berkisah mengenai perjuangan dua orang pemuda, Rahmat (Deddy Mahendra Desta) dan Anugerah (Vincent Rompies), untuk menggapai mimpi mereka guna menjadi sosok yang terkenal di industri hiburan Indonesia. Kesempatan untuk mewujudkan mimpi tersebut tiba-tiba datang ketika Rahmat dan Anugerah ditawari untuk menjadi pembawa acara pendamping bagi sebuah program bincang-bincang di saluran televisi terkenal. Namun, kesempatan tersebut datang dengan sebuah syarat: Produser meminta Rahmat dan Anugerah untuk tampil layaknya para waria. Dengan penampilan tersebut, dan kemampuan berguyon mereka, Rahmat dan Anugerah secara perlahan mulai meraih popularitas mereka. Sayang, di saat yang bersamaan, popularitas tersebut lantas menghadirkan ruang pada hubungan persahabatan mereka.

Premis tentang usaha para karakter utama untuk menggapai mimpi menjadi sosok yang popular di mungkin bukanlah sebuah garisan cerita yang cukup orisinal. Namun, garapan cerita Darto yang sepertinya ingin menggali secara mendalam mengenai industri televisi nasional jelas mampu menjadi unsur cerita yang menarik dan penuh warna. Lewat gambaran perjuangan yang harus dilalui oleh karakter Rahmat dan Anugerah dalam menjalani keseharian mereka, Darto menghadirkan paparan tentang bagaimana sebuah program televisi dihasilkan – mulai dari berbagai drama yang terjadi di balik layar, capaian yang hanya diperhitungkan melalui rating dengan seringkali mengenyampingkan arti kualitas, hingga berbagai “trik jualan” yang dilakukan oleh pihak pembuat program televisi demi menarik penonton dalam jumlah sebanyak mungkin. Darto menyajikannya dengan cukup apik meskipun, harus diakui, masih terasa kurang berani untuk menghadirkan fakta-fakta baru yang mungkin belum atau tidak diketahui oleh kalangan banyak tentang industri pertelevisian serta kurang tajam dalam pengembangannya sehingga tampil kebingungan untuk tampil sebagai satir atau sekedar parodi dari kehidupan industri tersebut.

Di saat yang bersamaan, dalam perjalanannya untuk menggarap elemen paling menarik bagi alur cerita Pretty Boys, rangkaian dialog yang diciptakan Darto seringkali terasa kurang sensitif yang secara perlahan menimbulkan kesan kurang nyaman untuk didengar atau dinikmati. Beberapa bahasan mengenai jenis kelamin atau kaum transgender jelas dihadirkan dalam perspektif yang cenderung sempit. Darto mungkin meniatkan kehadiran dialog-dialog tersebut dalam semangat komedi yang menghibur. Namun, ketika guyonan demi guyonan dengan makna merendahkan golongan tertentu tersebut terus dihadirkan, Pretty Boys berakhir menjadi sebuah presentasi cerita yang penuh dengan problematika. Plot sampingan film yang berkisah mengenai perjalanan asmara antara karakter Anugerah dengan karakter Asty (Danilla Riyadi) serta hubungan antara karakter Rahmat dengan sang ayah (Roy Marten) juga tidak terlalu mampu dikembangkan dengan baik sehingga berakhir terasa hanya sebagai sempalan guna menghasilkan beberapa momen emosional dalam presentasi cerita film.

Kekuatan utama Pretty Boys jelas berasal dari penampilan dan chemistry teramat prima yang dihadirkan Desta dan Rompies. Mungkin tidak terlalu mengherankan. Kebersamaan Desta dan Rompies telah terbentuk semenjak mereka tergabung dalam satu kelompok musik yang sama dan terus terjalin hingga keduanya menjadi pembawa sebuah acara bincang-bincang malam popular di salah satu saluran televisi nasional selama beberapa tahun terakhir. Meskipun penampilan akting keduanya masih tergolong jauh dari kesan istimewa dan bahkan terasa goyah pada beberapa momen drama dalam pengisahan Pretty Boys, penampilan Desta maupun Rompies jelas tidak mengecewakan. Keduanya mampu menghidupkan karakter yang mereka perankan dengan baik. Hal yang sama juga dapat dirasakan dari penampilan para pengisi departemen akting film lainnya seperti Onadio Leonardo, Marten, dan Tora Sudiro. Cukup memuaskan untuk membuat penonton terhibur dengan atmosfer komikal yang dihadirkan Pretty Boys.

Sebagai film yang merupakan hasil sebuah debut pengarahan, Pretty Boys jelas tidak tampak terlihat sebagai sebuah karya yang berkesan amatiran. Tompi jelas telah sangat tahu dan sangat mengerti mengenai apa dan bagaimana ia ingin menyajikan cerita filmnya. Dengan barisan-barisan konflik maupun dialog yang kental dengan unsur komedi, Tompi memastikan bahwa tata gambar Pretty Boys menjaga tiap guyonan yang dihadirkan dalam linimasa penceritaan film datang di waktu yang sesuai. Guyonan-guyonan dalam film ini memang tidak selalu berhasil tampil mengocok perut – atau bahkan mengundang senyum – namun Tompi selalu mampu membuat guyonan-guyonan tersebut untuk tidak menjadi mengganggu keberadaannya. Tata sinematografi dan pewarnaan gambar film juga menjadi kualitas yang mencolok dalam presentasi Pretty Boys. Sentuhan yang semakin mengukuhkan bahwa Tompi benar-benar telah memperhitungkan berbagai sisi kualitas filmnya dengan baik. [C]

pretty-boys-desta-vincent-film-indonesia-movie-posterPretty Boys (2019)

Directed by Tompi Produced by Deddy Mahendra Desta Written by Imam Darto (screenplay), Tompi (storyStarring Vincent Rompies, Deddy Mahendra Desta, Danilla Riyadi, Onadio Leonardo, Imam Darto, Roy Marten, Joehana Sutisna, Ferry Maryadi, Tora Sudiro, Iang Darmawan, Roweina Umboh, Natasha Rizky, Najwa Shihab, Aurelie Moeremans, Hesty Purwadinata, Enzy Storia, Dwi Sasono, Glenn Fredly, Augie Fantinus, David Saragih, Rasyid Albuqhari, Raidan Zaira Music by Ricky Lionardi, Yudhistira Arianto Cinematography Wirawan Sanjaya Edited by Cesa David Luckmansyah, Apriady Fathullah Sikumbang, Ega Permana Production company Anami Films/The Pretty Boys Pictures Running time 100 minutes Country Indonesia Language Indonesian

One thought on “Review: Pretty Boys (2019)”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s