Siapa yang tidak akan terpesona dengan sosok Arini Kusuma (Della Dartyan)? Figur fisiknya jelas akan mampu menggoda setiap pecinta wanita yang mengenalnya. Tidak hanya itu, Arini adalah sosok yang memiliki kepribadian yang juga mampu tampil memikat – mulai dari pengetahuannya soal dunia sepakbola, keahlian memasak, hingga urusan ranjang. Namun, berbeda dengan gadis-gadis lainnya, Arini bukanlah sosok wanita yang dapat ditemukan di sembarang tempat. Oleh Richard Achmad (Gading Marten) – sesosok pria yang telah terlalu lama hidup menyendiri, Arini Kusuma ditemukan di sebuah aplikasi percintaan yang membiarkan penggunanya untuk bertemu dengan gadis impiannya setelah mereka membayar sejumlah uang. Richard Achmad sendiri awalnya hanya ingin Arini Kusuma menemaninya ke sebuah pesta pernikahan sahabatnya. Daya tarik Arini Kusuma-lah yang secara perlahan mengubah kehidupan Richard Achmad dan membuatnya mampu merasakan sebuah perasaan cinta yang sebenarnya telah sangat lama tidak pernah dirasakannya.
Dengan naskah cerita yang ditulis oleh sutradara film ini, Andibachtiar Yusuf (Mata Dewa, 2018), bersama dengan M. Irfan Ramli (Filosofi Kopi the Movie 2: Ben & Jody, 2017), Love for Sale sebenarnya menawarkan sebuah pengisahan drama dewasa yang sejujurnya masih cukup jarang dieksplorasi oleh kebanyakan pembuat film di Indonesia. Sedari awal, Love for Sale ingin menggambarkan bagaimana kehidupan sosok karakter Richard Achmad yang cukup sukses dalam pekerjaannya namun kemudian terasa dingin dan kaku dalam kehidupan percintaannya. Gambaran tersebut mampu diterjemahkan dengan baik oleh Yusuf. Melalui sentuhan komedi satir, Yusuf berhasil memberikan gambaran yang humanis – bahkan seringkali terasa menyentuh – akan kehidupan seorang pria yang (berusaha untuk) begitu menikmati kesendiriannya. Karakterisasinya juga mampu ditampilkan dengan kuat: egois, kasar, namun mampu memiliki sisi rapuh yang dapat dirasakan oleh penonton.
Kehadiran karakter Arini Kusuma dalam alur pengisahan Love for Sale kemudian juga mampu menambah kedinamisan ritme penceritaan film. Yusuf, secara perlahan, mulai memperkaya warna pengisahan Love for Sale dengan unsur romansa yang manis dalam kadar yang tidak pernah terasa berlebihan. Kehadiran karakter Arini Kusuma juga menjadi pemicu bagi perubahan kepribadian yang dialami oleh sosok Richard Achmad – suatu hal yang dengan cerdas ditonjolkan oleh Yusuf melalui cara interaksi karakter tersebut dengan karakter-karakter lainnya yang ada di dalam jalan penceritaan film ini. Sayangnya, meskipun menjadi sosok yang esensial dalam jalan pengisahan film, naskah cerita Love for Sale tidak pernah memberikan ruang yang memadai untuk pengisahan yang kuat bagi karakter Arini Kusuma. Akhirnya, karakter tersebut terjebak menjadi sosok pemanis belaka – semacam tipe karakter Manic Pixie Dream Girl, jika merunut pada istilah dari kritikus film Nathan Rabin, yang dihadirkan hanya untuk “membangkitkan” hasrat sang karakter pria untuk mengejar mimpi maupun potensinya namun keberadaannya seringkali terabaikan tanpa latarbelakang maupun pengembangan kisah yang utuh. Cukup disayangkan mengingat Yusuf sebenarnya telah mampu mengembangkan pengisahan hubungan antara karakter Richard Achmad dan Arini Kusuma dengan cukup baik.
Terlepas dari beberapa kelemahan tersebut, Love for Sale harus diakui adalah sebuah presentasi cerita yang tergarap dengan cukup baik. Elemen-elemen terbaiknya mampu menjadikan pengisahan film tampil begitu mudah untuk dinikmati. Lihat saja penampilan departemen akting film ini yang hadir memuaskan. Marten tampil apik sebagai Richard Achmad. Chemistry yang ia jalin dengan Dartyan juga hadir begitu meyakinkan. Sempalan-sempalan guyonan yang hadir dari karakter-karakter pendukung yang berada di sekitar karakter Richard Achmad juga berhasil hadir efektif berkat penampilan para pemerannya. Pilihan untuk menghadirkan sebuah akhir cerita yang terbuka untuk diinterpretasikan para penontonnya, sayangnya, tidak memberikan tambahan dukungan kualitas yang memuaskan pada Love for Sale. Hasilnya, meskipun tampil dengan pengarahan yang cukup matang, Love for Sale tidak mampu berbicara lebih banyak dan mendalam berkat kualitas ceritanya yang gagal tergali dan dikembangkan dengan lebih baik. [C]
Love for Sale (2018)
Directed by Andibachtiar Yusuf Produced by Angga Dwimas Sasongko, Chicco Jerikho Written by Andibachtiar Yusuf, M. Irfan Ramli Starring Gading Marten, Della Dartyan, Verdi Solaiman, Adriano Qalbi, Sabrina Rochelle, Albert Halim, Rukman Rosadi, Vanda Mutiara, Bowie Budianto, Hanif Reyzel, Natalius Chendana, Rizky Mocil, Cita Maharani, Ryoichi, Khiva Iskak, Kiki Narendra, Lady Dhiana, Faradina Mufti, Mabellista, Bitha Tanamal, Melissa Karim, Annisa Pagih, Dayu Wijanto, Torro Margens, Asmara Abigail Music by McAnderson Cinematography Ferry Rusli Editing by Hendra Adhi Susanto Studio Visinema Pictures/Stay Connected Media/13 Entertainment Running time 104 minutes Country Indonesia Language Indonesian
3 thoughts on “Review: Love for Sale (2018)”