Review: Satu Hari Nanti (2017)


Dengan naskah cerita yang ditulis dan diarahkan oleh Salman Aristo (Cinta dalam Kardus, 2013), Satu Hari Nanti berkisah mengenai dua pasang kekasih yang juga saling bersahabat, Bima (Deva Mahenra) dan Alya (Adinia Wirasti) serta Din (Ringgo Agus Rahman) dan Chorina (Ayushita Nugraha), yang sedang bekerja sekaligus mengejar mimpi mereka di negara Swiss. Hubungan kedua pasangan tersebut bukannya berjalan tanpa tantangan: karir bermusik Bima yang berjalan di tempat terasa menghalangi mimpi Alya untuk menjadi seorang chocolatier yang handal sementara Din tidak pernah berhenti untuk berselingkuh dengan wanita lain di belakang Chorina. Setelah terjadi sebuah pertengkaran besar antara Bima dan Alya, keduanya lantas menyadari bahwa mereka telah jatuh hati dengan sosok lain – sahabat mereka sendiri. Jalinan kisah cinta baru tersebut secara perlahan mulai mengubah hidup Bima, Alya, Din, dan Chorina sekaligus mimpi dan cara pandang mereka mengenai masa depan.

Satu Hari Nanti sebenarnya dimulai dengan cukup baik. Bahkan, dengan tambahan kehadiran penampilan akting dari Mahenra, Wirasti, Rahman, dan Nugraha plus konten pengisahan beratmosfer dewasa, film ini menjanjikan untuk menjadi sebuah suguhan drama romansa dewasa yang harus diakui masih jarang dieksplorasi oleh pembuat film negeri ini. Sayang, bayangan akan sebuah sajian drama romansa dewasa yang… well… dewasa… langsung sirna di menit ketika karakter Alya langsung melompat ke dalam pelukan karakter Din seusai pertikaiannya dengan karakter Bima. Tidak ada yang salah sebenarnya dengan narasi tersebut. Namun, ketika jalan cerita baru berlangsung beberapa menit dan latar belakang karakter serta konflik pengisahan masih berada dalam tahap bangunan awal, “kisah kasih” antara karakter Alya dan Din tersebut terasa mentah dan terlalu terburu-buru. Bandingkan dengan pengisahan hubungan karakter Bima dan Chorina yang telah terlebih dahulu “dibekali” bangunan plot mengenai kegemaran kedua karakter tersebut untuk saling berkisah tentang hubungan mereka melalui jalur pesan singkat.

Selepas konflik awal tersebut, Satu Hari Nanti sayangnya malah tidak mampu menemukan titik pengembangan kisah yang lebih baik. Dengan durasi sepanjang 122 menit (seriously!), Satu Hari Nanti hanya berputar pada usaha masing-masing karakter untuk menjalani hubungan asmara mereka – entah itu dengan pasangan baru mereka atau, secara tiba-tiba dan tanpa alasan pengisahan yang jelas, kembali dengan pasangan lama mereka. Membingungkan dan jelas terasa menjengkelkan akibat kealpaan pondasi yang kuat bagi setiap aksi yang dilakukan oleh karakter-karakter dalam film ini. Kebimbangan kisah jalinan asmara tersebut akhirnya menutupi beberapa plot minor lain yang disajikan Aristo dalam film ini. Usaha dari karakter Bima untuk meraih mimpinya menjadi seorang musisi yang lebih baik atau karakter Alya yang memiliki konflik dengan keluarga dan masa depannya menjadi sempalan yang sama sekali tidak berarti apa-apa kehadirannya.

Pengarahan Aristo sendiri tidak dapat membantu banyak kualitas pengisahan film yang telah terasa begitu lemah akibat kualitas penulisan naskah ceritanya. Sinematografi arahan Faozan Rizal yang menyajikan gambaran cantik akan kondisi wilayah Swiss juga terasa tidak berguna. Still worth to look at though. Dari departemen akting, rasanya hanya Wirasti yang mampu berjalan tegak keluar dari kekacauan penceritaan film ini. Wirasti cukup mampu menghidupkan karakternya dengan baik meskipun seringkali berhadapan dengan Mahenra yang tampil dengan chemistry dan penampilan yang begitu datar di sepanjang presentasi cerita film ini. Rahman dan Nugraha sendiri tampil tidak mengecewakan meskipun dengan gambaran sebagai sosok womanizer yang mudah untuk mendapatkan setiap wanita yang ia inginkan, Rahman terasa miscast.

Secara keseluruhan, Satu Hari Nanti adalah sebuah presentasi yang terlihat begitu menjanjikan dari penampilan luarnya namun gagal untuk mendapatkan eksekusi yang mampu membuatnya tampil berkesan. [D]

satu-hari-nanti-deva-mahenra-film-indonesia-movie-posterSatu Hari Nanti (2017)

Directed by Salman Aristo Produced by Dienan Silmy Written by Salman Aristo Starring  Deva Mahenra, Adinia Wirasti, Ringgo Agus Rahman, Ayushita Nugraha, Donny Damara, Maudy Koesnaedi Music by Aghi Narottama, Bemby Gusti Cinematography Faozan Rizal Edited by Cesa David Luckmansyah Production company Evergreen Pictures/Rumah Film Running time 122 minutes Country Indonesia Language Indonesian, English

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s