Review: Buka’an 8 (2017)


Menyusul kesuksesan Surat dari Praha (2016) – yang berhasil meraih enam nominasi di ajang Festival Film Indonesia sekaligus terpilih mewakili Indonesia untuk berkompetisi pada kategori Best Foreign Language Film di ajang The 89th Annual Academy Awards yang lalu – Angga Dwimas Sasongko kini menghadirkan Buka’an 8. Berbeda dengan Surat dari Praha dan beberapa film yang ia arahkan sebelumnya seperti Filosofi Kopi (2015) atau Cahaya dari Timur: Beta Maluku (2014) yang kental dengan nuansa drama, Buka’an 8 menandai kembalinya Sasongko ke genre komedi romantis seperti yang dahulu pernah ia tampilkan dalam Hari Untuk Amanda (2010). Dan seperti halnya film yang dibintangi Oka Antara, Fanny Fabriana dan Reza Rahadian tersebut, Sasongko mampu mengolah Buka’an 8 menjadi sebuah sajian ringan namun sarat akan sentuhan emosional yang kuat. Sebuah pencapaian yang sekali lagi membuktikan posisi Sasongko sebagai salah satu sutradara film Indonesia yang paling meyakinkan untuk saat ini.

Kembali dibintangi Chicco Jerikho yang telah membintangi tiga film Sasongko sebelumnya, Buka’an 8 berkisah tentang pasangan suami istri, Alam (Jerikho) dan Mia (Lala Karmela), yang sedang bersiap untuk menyambut kelahiran anak pertama mereka. Demi rasa gengsi pada sang istri dan keluarganya, Alam lantas memesan sebuah ruangan mewah untuk bersalin pada sebuah rumah sakit berkelas di Jakarta. Sial, ketika Alam hendak melakukan pembayaran, pria yang dalam kesehariannya dikenal sebagai sosok selebtweet tersebut baru menyadari bahwa uang yang ia miliki ternyata kurang. Alam, yang tidak memiliki pekerjaan tetap namun tidak tega untuk menyampaikan hal yang sebenarnya pada sang istri, lantas mulai memutar otak untuk mencari uang tambahan. Sementara itu, kedua mertua Alam (Sarah Sechan dan Tio Pakusadewo) yang semenjak lama tidak begitu menyukai dirinya telah datang di rumah sakit untuk menemani Mia sekaligus menambah keruwetan masalah yang dihadapi Alam.

Meskipun sekilas terlihat begitu sederhana namun penulis naskah, Salman Aristo (Athirah, 2016) mampu secara cerdas menyelipkan deretan isu sosial, politik hingga budaya ke dalam deretan konflik dan dialog yang ia sajikan dalam naskah cerita garapannya. Tenang. Bukan berarti Buka’an 8 lantas terasa sebagai sebuah sajian ceramah tentang kehidupan sosial masyarakat kekinian. Buka’an 8 pada dasarnya tetap merupakan sebuah komedi romantis tentang dua anak manusia yang mencoba membuktikan kekuatan cinta mereka pada orang-orang yang memandang sebelah mata terhadap hubungan mereka. Sentuhan atau sentilan pesan sosial yang menyelimutinya menambah warna penceritaan Buka’an 8 namun sama sekali tidak pernah mengubah arah dasar pengisahan film – meskipun, pada beberapa bagian, Buka’an 8 sempat terasa terlalu cerewet dalam berkomentar dan beberapa kali kehilangan fokusnya pada karakter-karakter cerita yang sebenarnya sedang berkembang dan berkisah.

Sasongko sendiri mampu membawakan Buka’an 8 dalam ritme pengisahan yang memuaskan. Semenjak awal, Sasongko dengan jeli memaparkan karakter-karakter yang ada dalam jalan cerita filmnya serta berbagai konflik yang mereka hadapi untuk kemudian terus bergulir dengan baik di sepanjang 104 menit durasi penceritaan film. Eksekusi terhadap elemen komedi, drama keluarga dan kisah romansa yang terdapat dalam naskah cerita Buka’an 8 juga mampu ditangani Sasongko sehingga menjadikan ketiga elemen tersebut berpadu sempurna satu dengan lain tanpa pernah terasa berlebihan dalam penyampaiannya. Jika ingin memberikan sedikit kritik, paruh ketiga Buka’an 8 harus diakui terasa sedikit timpang jika dibandingkan dengan dua paruh penceritaan sebelumnya akibat lemahnya deskripsi solusi dari konflik yang ditawarkan. Tampil kurang meyakinkan dan terkesan terlalu tergesa-gesa. Untungnya, sedikit kelemahan tersebut tidak mengakibatkan efek yang fatal bagi kualitas penceritaan keseluruhan film ini. Didukung dengan kualitas produksi yang handal, Buka’an 8 tetap mampu hadir menjadi sebuah sajian hiburan yang kuat. Poin khusus untuk Sasongko atas peletakan versi baru dari lagu milik Payung Teduh, Untuk Perempuan yang Sedang di Pelukan, di akhir presentasi film yang akan dengan segera memberikan atmosfer romansa yang kuat sekaligus menempel di kepala setiap penontonnya.

Buka’an 8 juga tampil dengan kekuatan penampilan yang solid dari para pengisi departemen aktingnya. Berperan sebagai Alam, Jerikho terlihat lebih santai daripada penampilan-penampilan yang pernah ia hadirkan sebelumnya. Santai, namun di saat yang bersamaan, Jerikho mampu memberikan penampilan akting terbaiknya. Chemistry yang ia jalin bersama Karmela – yang tampil luar biasa – juga hadir meyakinkan dan seringkali memberikan momen-momen emosional bagi jalan penceritaan Buka’an 8. Dan meskipun karakter mereka sering terasa komikal demi lebih menonjolkan elemen komedi film, Sechan dan Pakusadewo tetap tampil meyakinkan dalam peran mereka. Para pemeran pendukung lain seperti Maruli Tampubolon dan Dayu Wijanto turut menambah kekuatan kualitas departemen akting Buka’an 8. [B]

bukaan-8-chicco-jerikho-lala-karmela-movie-posterBuka’an 8 (2017)

Directed by Angga Dwimas Sasongko Produced by Chicco Jerikho Written by  Salman Aristo Starring Chicco Jerikho, Lala Karmela, Tio Pakusadewo, Sarah Sechan, Dwi Sasono, Dayu Wijanto, Maruli Tampubolon, Melissa Karim, Mo Sidik, Ary Kirana, Deddy Mahendra Desta Music by Mc Anderson Cinematography by Robie Taswin Edited by Teguh Raharjo Production company Visinema Pictures/Chanex Ridhall Pictures/Kaninga Pictures Running time 104 minutes Country Indonesia Language Indonesian

3 thoughts on “Review: Buka’an 8 (2017)”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s