Merupakan film layar lebar kedua yang diarahkan oleh Anggy Umbara, Coboy Junior the Movie mencoba untuk memaparkan mengenai bagaimana proses terbentuknya kelompok musik Coboy Junior serta berbagai tantangan yang harus mereka hadapi, baik secara personal maupun kelompok, ketika mereka mencoba untuk menaklukkan industri musik Indonesia. Coboy Junior the Movie jelas memiliki segala hal yang akan membuat para penggemar kelompok ini merasa terpuaskan: deretan lagu yang easy listening, koreografi yang ditampilkan dalam porsi yang megah serta, tentu saja, kesempatan untuk mengenal lebih jauh mengenai kehidupan pribadi masing-masing personel Coboy Junior. Namun, apakah Coboy Junior the Movie juga mampu tampil sama menariknya bagi mereka yang sama sekali tidak familiar dengan kelompok musik tersebut?
Coboy Junior sendiri pertama kali ditemukan talentanya oleh Patrick Effendy (Abimana Arya) ketika keempat personel kelompok tersebut, Bastian (Bastian Simbolon), Iqbal (Iqbaal Dhiafakhri), Aldi (Alvaro Maldini) serta Kiki (Teuku Ryzqi), sama-sama tampil dalam pementasan Musikal Laskar Pelangi yang diproduseri oleh Mira Lesmana. Melihat bakat vokal yang dimiliki oleh keempatnya, Patrick lalu berinisiatif untuk menggabungkan mereka guna membentuk sebuah boyband alias kelompok vokal yang masing-masing personelnya terdiri atas penyanyi laki-laki. Walau sempat ada kecemasan dari orangtua masing-masing bahwa kegiatan tersebut akan mengganggu aktivitas belajar keempat anak laki-laki tersebut, namun Patrick akhirnya berhasil meyakinkan para orangtua tersebut dan memulai proses pembentukan serta pelatihan Coboy Junior.
And it works! Setelah beberapa saat melatih kemampuan vokal serta tata koreografi mereka, Patrick mampu membentuk Coboy Junior menjadi sebuah kelompok vokal yang solid dan secara perlahan mulai banyak mendapatkan perhatian para penikmat musik Indonesia. Tantangan terbesar bagi Coboy Junior sendiri muncul ketika mereka diikutsertakan dalam sebuah kontes boyband/girlband tingkat nasional yang tidak hanya menjanjikan sebuah hadiah utama yang menggiurkan namun juga dapat memperkokoh posisi mereka di industri musik Indonesia. Awalnya, masing-masing personel Coboy Junior begitu antusias dalam menghadapi tantangan yang cukup berat tersebut. Namun, berbagai permasalahan yang muncul pada masing-masing personel, mulai mempengaruhi kemampuan mereka dalam bersaing dan, yang lebih parah, mengancam kesolidan kelompok vokal yang telah mereka bentuk.
Naskah cerita yang disusun oleh Hilman Mutasi – yang juga mengerjakan naskah cerita pada film perdana Anggy Umbara, Mama Cake (2012), jelas memiliki pola penceritaan yang begitu familiar tentang naik turunnya kehidupan sebuah kelompok musik dalam setiap usaha mereka untuk menggapai berbagai impian dan harapan mereka. Sayangnya, entah mengapa, baik Hilman dan Anggy lagi-lagi menghadirkan kelemahan yang sama seperti yang telah mereka hadirkan pada Mama Cake. Jalan cerita Coboy Junior the Movie yang sederhana kemudian dikembangkan dengan menghadirkan terlalu banyak konflik cerita. Akhirnya, lagi-lagi, Coboy Junior the Movie tampil seperti Mama Cake: hadir bertele-tele dalam bercerita dengan banyak diantara bagian ceritanya terasa tidak terlalu esensial untuk dihadirkan.
Kelemahan terbesar film ini terletak ketika Coboy Junior the Movie menghadirkan plot cerita mengenai perjalanan Coboy Junior dalam menghadapi kompetisi boyband/girlband yang mereka ikuti. Daripada berusaha untuk menyelimuti jalan cerita yang terkadung mudah ditebak tersebut dengan presentasi yang lebih menarik, Anggy dan Hilman justru menghadirkan sajian cerita yang terkesan semakin mempermudah karakter Coboy Junior untuk memenangkan kompetisi tersebut. Lihat bagaimana peraturan kompetisi yang secara tiba-tiba dapat menghadirkan para penari untuk mendukung tampilan masing-masing kontestan. Atau ketika dialog-dialog komentar para juri hanya dihadirkan untuk kontestan tertentu. Bukan masalah besar namun jelas menghilangkan tingkat ketegangan yang seharusnya dapat dimiliki oleh film-film yang berlatar kompetisi seperti film ini. Konflik yang dihadirkan di bagian akhir film juga jelas terasa gagal untuk dikembangkan dengan baik sehingga membuat kehadiran konflik tersebut terasa berlebihan dan mengada-ada.
Dari sisi teknis, Coboy Junior the Movie hadir dalam kualitas yang memuaskan. Anggy Umbara lagi-lagi memberikan tampilan produksi yang sepertinya akan menjadi ciri khasnya: warna-warna cerah benderang. Anggy juga (merasa perlu) menghadirkan efek lens flare a la J. J. Abrams… yang sayangnya terasa tampil begitu berlebihan ketika Anggy berusaha selalu menyisipkannya dalam setiap adegan cerita. Terlepas dari itu, kualitas tata produksi Coboy Junior the Movie, mulai dari tata kamera, tata musik hingga desain produksi mampu dihadirkan secara meyakinkan. Lagu-lagu yang dihadirkan di sepanjang film, termasuk lagu-lagu lawas serta lagu-lagu di luar katalog musik milik Coboy Junior yang diberikan sentuhan baru, juga mampu memberikan poin tersendiri bagi film ini karena berhasil ditampilkan begitu menarik.
Kekuatan lain yang dimiliki oleh Coboy Junior the Movie jelas berada pada kualitas departemen aktingnya. Para personel Coboy Junior yang baru pertama kali menampilkan kemampuan akting mereka, mampu tampil dengan alami tanpa pernah terlihat kaku di hadapan kamera. Anggy juga memberikan fondasi kekuatan penampilan akting yang mumpuni dari para jajaran pemeran pendukung film. Nama-nama seperti Ersa Mayori, Irgi Fahrezi, Astri Nurdin, Joehana Sutisna, Fay Nabila hingga Charles Bonar Sirait mampu tampil meyakinkan. Namun, jelas adalah Abimana Arya yang menjadi bintang utama film ini. Setelah terkesan terjebak dalam karakter yang sama pada film-film yang ia bintangi terdahulu, Abimana mampu tampil begitu lugas dalam perannya sebagai Patrick Effendy. Chemistry yang ia jalin dengan para personel Coboy Junior juga membuat penampilannya semakin mengesankan.
Mungkin jika Anggy Umbara mampu mengefesiensikan beberapa bagian cerita, dan tidak terlalu memperhatikan penampilan visual dari presentasi film ini, maka Coboy Junior the Movie akan mampu tampil lebih efektif. Durasi penceritaan yang mencapai 125 menit jelas terasa sedikit melelahkan untuk terus diikuti akibat banyak diantara bagian penceritaan yang dihadirkan dalam film ini terasa begitu bertele-tele. Pun begitu, Coboy Junior the Movie harus diakui mampu dihadirkan dengan kualitas tata produksi yang begitu kuat – meskipun, sekali lagi, ketertarikan Anggy pada efek lens flare jelas terasa mengganggu ketika dihadirkan dalam porsi berlebihan. Ditambah dengan kualitas penampilan departemen akting yang prima, Coboy Junior the Movie mampu menjelma menjadi sebuah presentasi yang tidak mengecewakan.

Coboy Junior the Movie (2013)
Directed by Anggy Umbara Produced by Frederica Written by Himan Mutasi Starring Bastian Simbolon, Iqbaal Dhiafakhri, Alvaro Maldini, Teuku Ryzqi, Abimana Arya, Nirina Zubir, Iwa K, Dewi Sandra, Ananda Omesh, Irgi Fahrezi, Ersa Mayori, Charles Bonar Sirait, Meisya Siregar, Joehana Sutisna, Hera Helmy, Astri Nurdin, Fajar Umbara, Indra Bekti, Fay Nabila, Amanda Manopo, Kang Dong Kyun, Aquino Cinematography Dicky R. Maland Editing by Bounty Umbara Studio Falcon Pictures Running time 125 minutes Country Indonesia Language Indonesian
CJR the Movie, the best horror movie in 2013
suka dgn comment yg jujur(,”).. . skedar sharing pendapat, penampilan visual di film ini menurutku amat penting.. tampilan yg fresh dan energic yg Anggy berusaha tampilkan justru ga bikin kita jd ngantuk nonton nya.. mengingat ini film ga bisa di buat lebih panjang alur cerita nya. well, ini film semi otobiografi cjr dan karir cjr msh terbilang baru.. Aku udah follow Anggy dr film perdana nya mamacake.. kalo aku rasa indonesia butuh cineas muda, baru, berbakat, yg brani tampil energic dan brani mendobrak pakem2 film yg udah ada, model pak Anggy ini.. mamacake blum ada genre nya di indonesia.. aku rasa penonton indonesia mau ga mau hrs siap.. jangan sampe kita kecurian start sm org luar, trus akhirnya malah kita yg dikira meniru.. (,”) kalo hal itu sampe terjadi, sama aja bapak anggy ini seperti kecepetan nongol nya di indonesia, sdg kan audience nya pd blum siap (too bad).. penonton indonesia nya jg yg musti dituntut lebih cerdas menyikapi tampilan visual yg aga nyeleneh, alur cepat dan dialog cepat, trutama di film mamacake nya yah..hehe.(,”) satu lagi yg jadi hal penting di film2 nya bpk anggy..Pesan Moril dan Religi nya.. that’s the point!!.. bikin film dgn unsur syi’ar/dakwah tanpa kesan menggurui… (,”)
ah justru film dia sebelumnya terlalu menggurui penonton. Ceritanya sederhana tapi lebay. Terlalu sok pintar kalo menurut saya.
well, stiap org punya point of view masing2.. (,”) kalo menurut aku film yg bagus itu film yg ketika kita menyaksikana nya, dua tiga pulau bisa terlampaui.. dunia nya dapet, dan insya’ALLAH akhirat nya jg bs kita raih..(,”).. ga melulu keduniawian aja.. krn hidup di dunia cuma sementara, seneng2nya jg sebentar.. yg asik tuh, sambil nonton, kebutuhan kita di dunia akan hiburan dapet, fun nya dapet.. tp ada ilmu nya jg yg insya’ALLAH bisa kita serap utk bekal akhirat kita.. itulah kehebatan nya mamacake, walau sederhana tapi mampu ngasi energi positif bwt pemirsa nya.. sampe2 aku sempat mendengar kabar, yg semula ibadah nya kurang diperhatikan, skrg jd lebih aware/perhatian akan penting nya nilai ibadah bagi diri nya..(,”)
berbeda dgn film yg memang notabene sdh jelas terpampang dari judul nya bhw film tsbt film yg bertemakan agama.. otomatis pemirsa yg hendak menyaksikan nya jg sdh siap, akan banyak unsur religi di suguhkan di dalam nya.. nah, kalo di mamacake ini dari judul nya aja kita ga bisa nebak ini film mau ngarah nya ke mana? kalo mau tau ya musti nonton dulu. dan ternyata lumayan surprising.. memang hidayah itu mahal, dan datang nya dr hal2 yg tdk kita duga2, bahkan bisa datang dr sbuah film yg dikatakan: “sederhana” dan “lebay” sekali pun..(,”)