Another year has gone by. Bagi para penikmat film asal negeri Indonesia, tahun 2011 kemungkinan akan diingat sebagai sebuah tahun dimana mereka hampir saja kehilangan kesempatan penuh untuk menyaksikan instalasi akhir dari franchise Harry Potter, Harry Potter and the Deathly Hallows – Part Two (2011), karena beberapa permasalahan yang terjadi pada birokrasi pemerintahan dan sempat menghalangi masuknya film-film asing ke negeri ini. Para penikmat animasi juga sepertinya akan mengingat tahun 2011 sebagai sebuah tahun dimana Pixar Animation Studios gagal untuk menghantarkan sebuah sajian yang layak untuk dibariskan ke dalam barisan karya-karya mereka yang brilian. Dan 2011 adalah kali pertama daftar film-film terbaik At the Movies sama sekali tidak dikuasai oleh film produksi Pixar.
Dari ratusan film yang dirilis sepanjang tahun lalu, At the Movies telah memilih 20 film yang dapat dianggap sebagai highlight dari dunia perfilman sepanjang tahun 2011.
01. The Tree of Life (Director: Terrence Malick, Cottonwood Pictures/Plan B Entertainment/River Road Entertainment, United States, 2011)
The Tree of Life jelas bukanlah film yang dapat dengan mudah diterima dan dicerna siapa saja. Pun begitu, jangkauan kisah yang dihadirkan film ini sama sekali tidak membatasi dirinya untuk dapat diterima oleh beberapa kalangan saja. Film ini merupakan sebuah ekplorasi Malick terhadap dunia spiritual yang luas, pertanyaan setiap manusia terhadap keputusan Sang Pencipta serta keinginan manusia untuk mengenal diri-Nya secara lebih mendalam. Sebuah bahan penceritaan yang akan lebih mudah untuk dipahami ketika setiap penontonnya membuka jalan pemikiran mereka dan membiarkan Malick untuk menghadirkan presentasi gambarnya yang akan sanggup memukau siapa saja. Walau secara keseluruhan konsep cerita yang ingin disampaikan Malick lewat The Tree of Life tidak pernah benar-benar dapat disajikan secara utuh akibat terlalu ambisiusnya kepuitisan penceritaan Malick, namun The Tree of Life adalah sebuah pengalaman yang seharusnya tidak boleh dilewatkan.
02. Shame (Director: Steve McQueen, Film4/See Saw Films/UK Film Council/Momentum Pictures/Lip Sync Productions/HanWay Films, United Kingdom, 2011)
Dengan jalan cerita yang tidak konvensional, Shame jelas bukanlah sebuah film yang akan dapat dengan mudah untuk dinikmati setiap orang. Dua karakter utamanya tampil begitu bermasalah sehingga jalan cerita film ini akan ditangkap sebagai sebuah penceritaan yang depresif bagi kebanyakan penontonnya. Ini masih ditambah dengan penyutradaraan McQueen yang sangat menjauhi latarbelakang kisah drama konvensional Hollywood. McQueen menampilkan Shame begitu jujur bagaikan sebuah luka yang menganga yang tidak akan pernah sembuh tanpa berniat sedikitpun untuk membuatnya terlihat menjadi ringan maupun tidak menyakitkan. Ditambah dengan keberhasilannya dalam menggarap tata produksi yang mampu menambah berbagai elemen emoisonal yang dibutuhkan jalan cerita film ini, Shame adalah sebuah film yang dengan mudah akan menggangu setiap jalan pemikiran penontonnya mengenai apa yang dialami setiap karakter yang hadir di dalam jalan cerita film ini.
03. A Separation (Jodái-e Náder az Simin) (Director: Asghar Farhadi, Sony Pictures Classics, Iran, 2011)
Berjudul asli Jodái-e Náder az Simin, A Separation merupakan sebuah karya yang akan begitu mampu menghipnotis para penontonnya. Seperti halnya Carnage arahan Roman Polanski yang berhasil membawa penontonnya ke dalam dunia komedi satir dengan sindiran-sindiran terhadap kondisi sosial masyarakat dunia saat ini lewat permasalahan yang dialami oleh karakter-karakter di film tersebut, Asghar Farhadi juga membuat A Separation sebagai sebuah gambaran jujur mengenai bagaimana dua kelas sosial masyarakat yang berbeda saling berinteraksi ketika mereka sedang menghadapi permasalahan dan dituntut untuk melakukan pembelaan diri melalui cara pandang mereka yang saling berbeda jauh. Penuh kepedihan namun ditampilkan dengan begitu jujur, A Separation adalah sebuah drama yang disajikan dengan minimalis namun mengandung pesan tersirat yang begitu kompleks dan akan mampu membuat para penontonnya memikirkan film ini jauh setelah mereka selesai menyaksikannya. Cerdas!
04. Carnage (Director: Roman Polanski, SBS Productions/Constantin Film Produktion/SPI Film Studio/Versátil Cinema/Zanagar Films/France 2 Cinéma/Canal+/CineCinema/France Télévisions/The Polish Film Institute/Wild Bunch, France, Germany, Poland, Spain, 2011)
Tidak mudah memang untuk menerjemahkan sebuah karya panggung menjadi sebuah karya film layar lebar. Pada kebanyakan bagian, Carnage juga masih terasa bagaikan sebuah drama panggung. Namun hal tersebut bukanlah hal yang buruk. Dengan naskah cerita cerdas yang ditulis Polanski bersama Reza, pengarahan Polanski yang sangat solid dalam menjaga setiap detil intensitas cerita dan kemudian diterjemahkan dengan sangat baik oleh penampilan Foster, Winslet, Waltz dan Reilly, Carnage adalah komedi terbaik yang dirilis di sepanjang tahun 2011 dan akan mampu menyenangkan siapapun yang menyaksikannya. Bahkan secara berulang kali.
05. Biutiful (Director: Alejandro González Iñárritu, Menageatroz/Mod Producciones/Ikiru Films/Televisió de Catalunya (TV3)/Televisión Española (TVE), Mexico, Spain, 2010)
Sejujurnya, seperti film-film Iñárritu lainnya, tidak semua orang dapat dengan mudah menikmati Biutiful. Jalan cerita yang begitu kelam dengan gaya penceritaan yang cukup lamban akan mampu membuat beberapa orang menyerah kepada film yang berdurasi lebih dari dua jam ini. Namun, lebih dari sekedar itu, Iñárritu berhasil memberikan pencapaian sekaligus sebuah hasil yang mampu melebihi dari sekedar sebuah film bertema depresi yang biasanya selalu ia sampaikan. Biutiful adalah sebuah film yang dimulai dengan kekelaman yang dalam, namun secara perlahan akan mampu menyentuh dan menggerakkan hati siapapun yang menyaksikannya. Untuk menyatakan Biutiful sebagai sebuah film adalah suatu bentuk penyederhaan. Biutiful lebih dari itu. Biutiful adalah sebuah pengalaman tersendiri.
06. Dogtooth (Director: Yorgos Lanthimos, Boo Productions/Greek Film Center/Horsefly Productions, Greece, 2009)
Beberapa orang akan memandang Dogtooth sebagai sebuah komedi hitam mengenai kehidupan. Tetapi, Dogtooth mungkin lebih layak untuk dilihat sebagai sebuah psychological terror yang mampu mengguncang setiap pemikiran penontonnya. Sutradara, Yorgos Lanthimos, sangat berbakat dalam merangkai setiap adegan di film ini menjadi sebuah rangkaian cerita yang begitu misterius. Setiap adegan akan mengarahkan penontonnya ke adegan berikutnya dengan rasa ingin tahu yang terus bertambah. Bahkan setelah film ini berakhir tidak seorangpun yang akan mampu menjawab apa yang sebenarnya terjadi di sepanjang film ini. Dogtooth bukanlah sebuah film yang begitu mudah untuk digambarkan. 96 menit durasi film ini adalah sebuah jalan cerita yang hanya akan dapat digambarkan jika seseorang telah merasakan sendiri kegilaan macam apa yang hadir di film ini. Begitu provokatif dan sangat cerdas!
07. Confessions (Kokuhaku) (Director: Tetsuya Nakashima, DesperaDo/Hakuhodo DY Media Partners/Licri/Nippon Shuppan Hanbai (Nippan) K.K./Sony Music Entertainment/Toho Company/Yahoo Japan, Japan, 2010)
Walau menyelimuti kisahnya dengan deretan adegan penuh kekerasan yang terkadang cukup menyesakkan untuk disaksikan, Confessions memiliki tema yang sebenarnya cukup mendalam untuk disajikan. Yang paling terutama, Confessions seperti ingin menegaskan bahwa konsep baik dan buruk yang ada saat ini tak lebih adalah sebuah batasan yang dibuat sendiri oleh masyarakat, suatu hal yang seringkali bergeser sesuai dengan apa yang dipelajari masyarakat di keseharian mereka. Apa yang baik bagi sebuah kalangan, belum tentu baik bagi kalangan lain. Apa yang baik pada satu jangkauan waktu, belum tentu akan dipandang baik pada beberapa jangkauan waktu ke depan. Confessions adalah sebuah kisah yang sangat gelap, yang dengan tegas seperti ingin berteriak bahwa hidup bukanlah sebuah petualangan yang selalu dipenuhi warna-warni keindahan. Hidup terkadang merupakan suatu hal yang pahit. Anda menjadi korban di dalamnya. Dan Anda kemudian menemui kematian Anda. Ironis. Dengan tampilan yang sangat indah, Tetsuya Nakashima berhasil dengan sangat baik membawakan cerita ini. Penuh kepedihan, namun dihantarkan dengan ritme black comedy yang ringan, cerdas, dan sangat mempesona.
08. Sang Penari (Director: Isfa Isfansyah, KG Productions/Salto Films, Indonesia, 2011)
Sang Penari bukannya hadir tanpa cela — beberapa bagian cerita kurang mampu tergali lebih dalam dan beberapa karakter pendukung juga kurang mampu untuk ditampilkan secara lebih luas. Walaupun begitu, apa yang dicapai Ifa Isfansyah lewat Sang Penari adalah sebuah pencapaian yang sangat fenomenal. Naskah yang diadaptasi Ifa bersama Salman Aristo dan Shanty Harmayn mampu menangkap seluruh esensi emosional yang terkandung dalam trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Ifa juga kemudian didukung oleh tim produksi yang solid. Gambar-gambar yang indah karya Yadi Sugandi menyatu dengan sempurna dengan tata musik arahan Aksan Sjuman dan Titi Sjuman serta diperkuat lagi oleh editing yang dilakukan oleh Cesa David Luckmansyah. Di bagian depan kamera, Prisia Nasution dan Oka Antara berhasil memberikan penampilan terbaik yang dapat penonton peroleh dari aktor dan aktris Indonesia sepanjang tahun ini. Untuk mengatakan Sang Penari adalah sebuah karya terbaik tahun ini akan terdengar seperti sebuah perendahan kualitas yang dicapai film ini. Sang Penari adalah salah satu film terbaik yang pernah muncul dalam sejarah panjang industri film Indonesia dan hanya datang sekali dalam beberapa tahun. Sebuah pengalaman yang sulit untuk dilupakan!
09. Incendies (Director: Denis Villeneuve, micro_scope/TS Productions/Phi Group, Canada, 2010)
Incendies sendiri merupakan ekspor film terbaik dari Kanada di sepanjang tahun 2010 lalu dengan memenangkan delapan penghargaan di ajang penghargaan film tertinggi di Kanada tahun lalu, The 31st Annual Genie Awards, termasuk untuk Best Picture, Best Director (Villeneuve), Best Actress (Azabal) dan Best Adapted Screenplay. Melihat apa yang dihasilkan Villeneuve untuk Incendies, rasanya wajar saja jika melihat film ini mendapatkan begitu banyak rekognisi. Tidak hanya tampil dengan tata produksi, pengarahan serta akting yang sangat memuaskan, Incendies akan mampu menggerakkan hati dan perasaan setiap penontonnya dengan sebuah pesan yang dalam: rasa benci yang diwariskan secara turun temurun hanya akan memberikan sebuah luka mendalam bagi setiap generasi baru yang disentuhnya.
10. Another Year (Director: Mike Leigh, Thin Man Films/Film4/Focus Features, United Kingdom, 2010)
Rasanya, hanya Mike Leigh dan Woody Allen yang mampu memanfaatkan berbagai kejadian sederhana dalam kehidupan manusia untuk memberikan dramatisasi yang kuat akan arti sebuah kehidupan itu sendiri. Leigh, dalam satu sisi, memiliki keunggulan tersendiri ketika ia percaya bahwa setiap karakter yang ia buat di dalam jalan ceritanya memiliki hak untuk menentukan jalan hidup mereka. Begitu humanis dan begitu nyata, suatu hal yang begitu dapat dirasakan dalam setiap detak durasi Another Year. Didukung dengan jajaran pemeran yang begitu mampu menampilkan tingkat permainan terbaik dalam menghidupkan karakter mereka dan akan mampu membuat penonton melupakan sedikit kelemahan yang ada dalam plot cerita film ini, Another Year berhasil berdiri sebagai salah satu film terbaik yang pernah dihasilkan Mike Leigh.
11. Midnight in Paris (Director: Woody Allen, Gravier Productions/Mediapro/Televisió de Catalunya (TV3)/Versátil Cinema, United States, Spain, 2011)
Harus diakui bahwa karya-karya Woody Allen seringkali berjalan tidak konsisten. Menghasilkan sebuah karya yang benar-benar berkualitas pada satu waktu untuk kemudian diikuti dengan beberapa karya yang cenderung datar pada beberapa waktu lainnya. Midnight in Paris untungnya adalah sebuah drama komedi romantis yang mampu tampil tepat di setiap nada penceritaannya maupun tata visual dan musiknya. Mampu memanfaatkan suasana romansa yang dihasilkan kota Paris dengan baik dan didukung oleh penampilan solid para pengisi departemen akting film ini, Midnight in Paris adalah sebuah karya yang dipastikan akan meninggalkan senyuman lebar di bibir setiap penontonnya seusai mereka menyaksikan film ini.
12. We Need to Talk About Kevin (Director: Lynne Ramsay, BBC Films/UK Film Council/Footprint Investment Fund/Piccadilly Pictures/Lipsync Productions/Independent/Artina Films/Rockinghorse Films/Atlantic Swiss Productions/Tax Credit Finance, United Kingdom, United States, 2011)
Tidak salah jika banyak orang akan banyak membicarakan mengenai We Need to Talk About Kevin jauh setelah mereka usai menyaksikan filmnya. Didukung detil penceritaan yang kuat, kemampuan akting para jajaran pemerannya yang apik dan tata visual dan audio yang mampu menambah kekuatan emosional film ini, We Need to Talk About Kevin adalah sebuah karya yang gelap dan akan sanggup memaparkan luka yang dirasakan para karakternya sehingga dapat dirasakan setiap penonton yang menyaksikan film ini. Tidak mudah untuk mengikuti We Need to Talk About Kevin. Tapi begitu penonton mampu terperangkap dalam depresif-nya jalan cerita film ini, di saat itu pula jalan cerita film ini akan berhasil menghantui setiap penontonnya.
13. The Descendants (Director: Alexander Payne, Ad Hominem Enterprises, United States, 2011)
Dari total 115 menit durasi tayangnya, The Descendants sebenarnya masih dapat dipersingkat dengan menghilangkan beberapa adegan dan karakter yang terasa kurang krusial terhadap jalan cerita secara keseluruhan – karakter Sid yang diperankan oleh Nick Krause terasa sekali hanya dihadirkan untuk memberikan tambahan persediaan momen-momen sentimental bagi karakter Matt King tanpa diberikan karakterisasi yang kuat. Pun begitu, Payne harus diakui telah dengan sukses menghasilkan sebuah presentasi drama komedi yang begitu menghibur sekaligus sangat menyentuh. The Descendants adalah sebuah film yang sebenarnya memiliki tema cerita yang cukup dewasa namun akan dapat dengan mudah diserap dan diikuti oleh berbagai kalangan penonton. Payne telah berhasil membawakan sebuah drama yang menyentuh tanpa mau menghasilkan melodrama yang berlebihan pada penontonnya. Dan hal tersebut akan mampu membuat The Descendants tampil begitu kuat bagi para penontonnya.
14. The Illusionist (L’illusionniste) (Director: Sylvain Chomet, Pathé/Django Films/Ciné B/France 3 Cinéma/Canal+/CinéCinéma/France Télévision, United Kingdom, France, 2010)
Sangat menyegarkan untuk melihat sebuah film animasi yang benar-benar mampu membawakan sebuah tema dan jalan cerita yang begitu dewasa, apalagi untuk mengetahu bahwa Sylvain Chomet masih belum kehilangan sentuhan emasnya dalam menggarap film animasi yang ia produksi. The Illusionist menjadi sebuah karya yang tampil meyakinkan, terlepas dari jalan ceritanya yang mengandung kadar melankolis yang terlalu mendalam sehingga sedikit sulit untuk dapat disukai banyak kalangan luas. Walau melankolis, Chomet tetap mampu menyelipkan banyak pesan yang berisi harapan mengenai hidup. Sebuah karya yang sangat personal dan menyentuh.
15. I Saw the Devil (Akmareul boattda) (Director: Kim Ji-woon, Softbank Ventures/Peppermint & Company/Siz EntertainmentShowbox/Mediaplex, South Korea, 2010)
I Saw the Devil adalah sebuah pembuktian bahwa sutradara asal Korea Selatan, Kim Ji-woon, adalah seorang sutradara yang memiliki tingkat sensibilitas yang luar biasa terhadap setiap karyanya setelah apa yang ia perlihatkan lewat A Tale of Two Sisters (2003) dan The Good, the Bad, the Weird. Kim tahu benar bagaimana cara untuk menjaga dan meningkatkan intensitas setiap adegan, dan berhasil melakukannya dengan memegang penuh kendali atas tingkat emosional penontonnya melalui pendayagunaan akting para pemerannya yang tepat, jalan cerita yang menarik dan menegangkan serta keunggulan teknikal yang luar biasa terjaga baik. I Saw the Devil adalah sebuah film yang mampu mencengkeram erat perhatian dan emosi penontonnya di tiap durasi film ini berjalan dan meninggalkan mereka pada tingkat emosional tertinggi yang dapat diberikan oleh sebuah film.
16. Last Night (Director: Massy Tadjedin, Gaumont/Nick Wechsler Productions, United States, France, 2010)
Last Night adalah sebuah film yang setidaknya akan mampu membuat setiap orang yang sedang atau pernah terlibat dalam sebuah hubungan cinta mempertanyakan kemampuan mereka dalam menghadapi sebuah godaan. Menyerah begitu saja terhadap godaan tersebut atau berusaha sekuat hati untuk mengedepankan rasa cinta sejati yang telah tertanam. Taedjedin sama sekali tidak membuang-buang waktu untuk memberikan berbagai ornamen pelengkap dalam jalan cerita Last Night. Film ini disajikan dengan sederhana dan apa adanya namun begitu indah dalam penceritaannya. Seperti halnya Closer, tidak akan mengherankan bila banyak orang yang akan terus membicarakan film ini lama setelah mereka selesai menyaksikannya.
17. Contagion (Director: Steven Soderbergh, Participant Media/Imagenation Abu Dhabi/Double Feature Films/Regency Enterprises, United States, 2011)
Didukung penampilan para pengisi departemen akting yang begitu memikat dan jalan cerita yang mampu dialirkan dengan deretan detil yang mengagumkan, Contagion mampu menghantarkan sebuah kisah yang memiliki premis thriller yang familiar tanpa harus terjebak dengan berbagai pakem yang telah selama ini ditetapkan oleh Hollywood. Contagion tidak membutuhkan adegan-adegan berdarah untuk menakuti para penontonnya. Begitu nyatanya cara penyampaian Soderbergh akan wabah bencana yang ia kisahkan di film ini yang akan memberikan ikatan intensitas yang kuat pada penontonnya. Detil cerita yang padat dan rapi memang terkadang menyebabkan hilangnya pengembangan karakterisasi yang dibutuhkan beberapa penonton untuk dapat merasa lebih terhubung kepada jalan cerita yang dihadirkan. Namun cara penyampaian yang begitu lugas dan ketegangan yang dapat terjaga dengan baik semenjak awal film, akan membuat Contagion tampil lebih menakutkan dari film-film thriller yang dirilis di sepanjang tahun ini.
18. Blue Valentine (Director: Derek Cianfrance, Hunting Lane Films/Silverwood Films, United States, 2010)
Untuk mengatakan Blue Valentine adalah sebuah gambaran pesimistik mengenai sebuah pernikahan, mungkin bukan merupakan cara terbaik untuk mendeskripsikan film ini. Blue Valentine lebih baik untuk digambarkan sebagai potret jujur dari sebagian pernikahan yang menemui jalan buntu di dalam perjalanannya. Derek Cianfrance mampu mengeluarkan kemampuan akting terbaik dari Ryan Gosling dan Michelle Williams sekaligus menampilkan jalan cerita film ini dengan sentuhan tata teknis yang sangat tidak mengecewakan yang kemudian membuat Blue Valentine menjadi sebuah drama percintaan depresif yang penuh dengan momen-momen emosional yang mendalam.
19. The King’s Speech (Director: Tom Hooper, See-Saw Films/Bedlam Productions, United Kingdom, 2010)
Di tengah-tengah kompetisi film yang menawarkan sesuatu yang baru di dalam jalan ceritanya, The King’s Speech hadir dengan sebuah jalan cerita yang begitu terasa konvensional dan sedikit mudah ditebak. Namun, dengan arahan yang luar biasa dari Tom Hooper dan naskah cerita yang begitu cerdas dari David Seidler, naskah yang terasa konvensional tersebut berhasil dirangkai menjadi jalan cerita yang tampil sangat memikat. Memperkuat ceritanya dengan departemen akting yang begitu hidup serta tata teknis yang hadir tanpa cela, The King’s Speech adalah salah satu film yang akan banyak dibicarakan karena kesederhanaannya yang begitu inspiratif dan sangat emosional.
20. The Ides of March (Director: George Clooney, Cross Creek Pictures/Exclusive Media Group/Smoke House/Crystal City Entertainment, 2011)
Tidak melulu berbicara mengenai usaha sebuah konspirasi, pengkhianatan dan bagaimana kotornya dunia politik ketika berhubungan dengan usaha untuk merebut posisi orang lain, The Ides of March juga berbicara mengenai bagaimana sebuah proses kepercayaan dihasilkan. Bagaimana sebuah kepercayaan yang telah tumbuh pada seseorang dapat saja tiba-tiba hilang ketika sebuah fakta kelam datang menghampiri. Naskah cerita The Ides of March yang dikerjakan oleh Clooney bersama Grant Heslov dan Beau Willimon mampu merangkai semua intrik politik tersebut dengan cukup baik. Ditambah dengan penampilan kelas atas para jajaran pengisi departemen akting film ini, The Ides of March jelas merupakan salah satu film thriller politik terbaik di sepanjang tahun ini.
Saya juga setuju tree of life di urutan 1. Tapi surprise ada Last Night di dftr ini, saya jg suka filmnya soale, dan pengeeen nntn Shame sangat amat tp blm kesampean.
Penasaran dengan Carnage
kalo The Tree of Life masuk, harusnya Melancholia juga masuk…..
dimana 50/50 ?
Last Night > The Help ???
I doubt with this list
Dude… relax!
It’s someone’s personal list of best movies.
Gak semua orang seleranya sama khan yah? Bagi saya, ‘The Help’ adalah sebuah presentasi yang sangat menyenangkan. Tapi ‘Last Night’ memberikan sebuah impresi yang lebih mendalam untuk saya. Begitu pula dengan ‘Melancholia,’ yang belum saya tuliskan review-nya. It’s good. Great acting turns from both Kirsten Dunst and Charlotte Gainsbourg. Tapi eksekusi Lars von Trier memiliki sedikit masalah untuk saya. Maybe it’s just me.
But hey… would love to see your list one day. Send it over!
mas arief, film shame dapat nonton dimana sih #iri
Huehehe… saya khan anggota Online Film Critics Society, Mas. Jadi dapat awards screener dari Fox Searchlight. Shame, The Descendants dan Martha Marcy May Marlene termasuk di dalamnya.
Mas, saya juga buat list film 2011 looh, bukan list film terbaik siiih… dan gak se-expert list film Mas juga… Hehehe… Lebih film list berdasarkan personal taste saya…
Klo lagi senggang dilihat, ya di http://arfebrina.wordpress.com…
Thx looo…
wheres Black Swan ? it must be there,yeah,on top I think
If you’re looking for Black Swan, it’s on my list of A Year in Review: 20 Best Movies Of 2010.
Carnage! suka film ini, meski cuma berada di satu ruangan, tapi amunisi pemainnya bener-bener keren! 🙂
shame udah nonton beberapa x tp masih susah cerna nya . . hehe tp list nya kere n , mas amir banget . . hhe
Terima kasih, Kris! Boleh tuh dicoba beberapa kali lagi nonton ‘Shame’. Ha!