Review: The Green Hornet (2011)


Dengan adanya nama Michel Gondry yang terbiasa untuk mengarahkan film-film bercita rasa tinggi seperti Eternal Sunshine of the Spotless Mind (2004) dan Be Kind Rewind (2008) duduk di kursi sutradara serta kolaborasi Seth Rogen dan Evan Goldberg yang telah menghasilkan naskah-naskah komedi berkualitas seperti Superbad (2007) dan Funny People (2009) bertanggung jawab untuk divisi penulisan naskah, sepertinya wajar saja jika The Green Hornet akan memberikan sebuah harapan besar bagi adaptasi seri radio ini untuk menjadi film bertema superhero yang berbeda, lucu sekaligus dengan kualitas yang berada di atas film-film bertema sama lainnya. Sayangnya, film ini justru melakukan sebuah kesalahan yang justru menjadi langkah yang membuat film ini terlihat sama sekali tidak menarik: menempatkan Seth Rogen sebagai tokoh utama superhero itu sendiri.

Bukannya Rogen tidak mampu untuk tampil lucu atau memiliki kapasitas akting yang cukup memadai untuk diberikan sebuah karakter utama, namun untuk berperan sebagai seorang superhero, diperlukan seorang aktor yang memiliki kharisma yang begitu kuat sehingga setiap kehadirannya mampu menarik perhatian begitu banyak orang. Suatu hal yang hingga saat ini sama sekali belum dimiliki oleh Rogen. Hal ini masih diperburuk lagi dengan chemistry yang terasa begitu datar antara dirinya dengan aktor Jay Chou – yang seharusnya menjadi tangan kanannya, serta kurang dalamnya penggalian karakter-karakter pendukung lain yang membuat The Green Hornet berjalan tanpa adanya kejutan yang berarti.

Berkisah mengenai Britt Reid (Rogen), seorang pemuda berusia 28 tahun yang memiliki hobi untuk bersenang-senang, dan baru saja mendapatkan tanggung jawab besar setelah kematian sang ayah, James Reid (Tom Wilkinson): mengelola harian The Daily Sentinel yang merupakan salah satu harian terbesar dan paling kritis editorialnya di Amerika Serikat. Hal ini tentu merupakan masalah besar bagi Britt yang sama sekali tidak tertarik untuk terjun di dunia jurnalisme. Britt kemudian bertemu dengan Kato (Chou), mantan teknisi ayahnya, yang ternyata memiliki kemampuan luar biasa dalam menangani berbagai jenis mesin. Melihat kemampuan Kato, Britt kemudian mengajaknya untuk bekerjasama untuk memerangi kejahatan di kota tersebut, namun dengan kostum penjahat sehingga mereka dapat memasuki dunia kejahatan lebih dalam lagi dan menggunakan nama The Green Hornet dalam aksi mereka.

Setelah beberapa aksi sporadis, yang menyebabkan nama mereka mulai dikenal dan menjadi liputan luas di berbagai media massa, Benjamin Chudnofsky (Christoph Waltz), seorang mafia Rusia yang selama ini menjadi orang yang paling ditakuti di dunia kriminal Los Angeles, mulai merasa terganggu dengan keberadaan The Green Hornet. Chudnofsky dan kawanannya mulai menyusun rencana agar mereka dapat melenyapkan seseorang yang ia anggap ingin mengambil alih posisinya. Walau pada awalnya Chudnofsky berhasil disudutkan oleh The Green Hornet, namun dalam sebuah pertemuan yang merupakan sebuah jebakan, kini Britt dan Kato berada di posisi yang sulit. Kini, tergantung kerjasama mereka untuk dapat kembali menyudutkan Chudnofsky dan mengalahkannya dengan telak.

Semenjak The Green Hornet diadaptasi ke dalam bentuk serial televisi pada tahun 1966-1967 — yang kemudian memperoleh kepopuleran dan berhasil meroketkan nama Bruce Lee yang berperan sebagai Kato di kala itu ke tingkat popularitas yang tinggi, Hollywood telah lama berusaha untuk mengadaptasi cerita ini ke dalam layar lebar. Semenjak tahun 1992, nama-nama seperti George Clooney, Greg Kinnear, Mark Wahlberg dan Jake Gyllenhaal sempat beberapa kali dihubungkan untuk mengambil alih peran utama sebagai Britt Reid/The Green Hornet. The Green Hornet sendiri adalah seorang karakter yang sedikit rapuh karena kematian sang ayah yang tak pernah ia sukai, namun mampu menutupinya dengan ego besarnya yang seringkali menjebaknya dalam berbagai masalah. Butuh seorang aktor yang mampu terlihat bengal dan tak terkendali ketika karakter tersebut menggunakan egonya dalam setiap perbuatannya. Rogen, sayangnya, malah terjebak dalam karakter komikal yang selama ini sering ia tampilkan di setiap filmnya dan membuat karakter The Green Hornet malah terkesan konyol daripada bengal. Rogen sama sekali tidak memiliki tingkah laku sebagai seorang superhero yang dibutuhkan untuk mengisi The Green Hornet, yang akhirnya justru membuat karakter tersebut menyebalkan dan kalah pamor dari “side-kick”-nya, Kato.

Walau Jay Chou bukan Bruce Lee, dan seringkali kesulitannya dalam melafalkan bahasa Inggris sedikit terasa mengesalkan di beberapa bagian, Chou cukup mampu menghidupkan karakter Kato. Dengan kemampuan bela diri yang mengagumkan dan karakterisasi yang lebih berwarna, rasanya tidak salah jika penonton justru lebih menginginkan karakter ini diceritakan lebih banyak daripada karakter Britt Reid/The Green Hornet. Sayangnya, Chou dan Rogen sama sekali gagal membentuk sebuah chemistry yang dapat meyakinkan bahwa mereka adalah pasangan yang tepat untuk satu sama lain.

Selain Rogen dan Chou, aktor Christoph Waltz dan aktris Cameron Diaz mendapatkan bagian untuk berperan sebagai karakter pendukung yang menonjol di kisah ini. Sekali lagi berperan sebagai seorang karakter antagonis, Waltz sayangnya tidak mampu terlihat tajam dalam penampilannya. Bukan salah Waltz sepenuhnya, karakter Benjamin Chudnofsky yang dituliskan untuknya seringkali terasa bagaikan sebuah karakter tempelan karena diperlukan satu karakter antagonis untuk menjadi lawan The Green Hornet dan Kato. Penulis naskah, Rogen dan Goldberg, gagal memberikan karakterisasi yang lebih dalam bagi karakter Chudnofsky, sama halnya yang terjadi dengan karakter Lenore Case yang diperankan Diaz, yang kali ini justru terkesan hanya dihadirkan sebagai pemanis akibat mayoritas pemain yang terdiri dari para pemeran pria. Bersama dengan beberapa karakter lain yang diisi oleh Tom Wilkinson, David Harbour dan Edward James Olmos, karakter Lenore dan Chudnofsky sebenarnya dapat saja digali lebih dalam dan ditampilkan lebih tajam.

Naskah yang dituliskan oleh Rogen dan Goldberg sendiri berisi cukup banyak adegan aksi yang mampu memenuhi ekspekstasi setiap mereka yang memang menginginkan kehadiran deretan adegan tersebut akibat penggarapan serta efek khusus yang handal dari sutradara Michel Gondry. Namun, dengan durasi 119 menit, The Green Hornet diisi terlalu banyak konflik antara karakter Britt Reid dan Kato yang beberapa kali terasa terlalu dipanjang-panjangkan dan sama sekali tidak esensial. Beberapa plot cerita tambahan yang dihadirkan – seperti kisah penemuan tempat pengolahan narkotika maupun kisah cinta segitiga antara Britt-Lenore-Kato – juga sering dihadirkan secara sekilas dan tanpa penjelasan yang mendalam sehingga membuat plot-plot cerita tersebut terkesan menggantung. Elemen-elemen ini yang membuat The Green Hornet tidak pernah berhasil mencapai titik puncak dimana film ini dapat memberikan kepuasan kepada para penontonnya.

Tidak sepenuhnya mengecewakan, namun dipenuhi dengan banyak momen dimana para penonton akan mengharapkan sesuatu yang lebih namun sama sekali tidak pernah mendapatkannya, The Green Hornet gagal memberikan sesuatu yang dapat menyengat dan menarik perhatian sebagai sebuah ‘awal dari franchise yang menjanjikan.’ Walau tidak sepenuhnya kesalahannya, kurangnya kharisma Rogen untuk memerankan seorang superhero memberikan kontribusi besar mengapa film ini terkesan berjalan begitu datar dan kurang menarik. Ini masih ditambah dengan kurangnya chemistry yang ia hasilkan bersama Jay Chou dan para pemeran lain, yang walaupun sesekali berhasil ditutupi dengan adegan aksi yang cukup menarik, namun tetap gagal memberikan nilai lebih pada The Green Hornet.

The Green Hornet (Original Film/Columbia Pictures, 2011)

The Green Hornet (2011)

Directed by Michel Gondry Produced by Neal H. Moritz Written by Seth Rogen, Evan Goldberg (screenplay), George W. Trendle, Fran Striker (characters) Starring Seth Rogen, Jay Chou, Christoph Waltz, Cameron Diaz, David Harbour, Tom Wilkinson, Edward James Olmos, Edward Furlong, Analeigh Tipton, James Franco Music by James Newton Howard Cinematography John Schwartzman Editing by Michael Tronick Studio Original Film Distributed by Columbia Pictures Running time 119 minutes Country United States Language English

3 thoughts on “Review: The Green Hornet (2011)”

  1. Well, in my opinion, this movie is kind of funny.
    Tapi, mnrt saya, Seth Rogen terlalu ‘berisik’ dalam setiap aksinya. Dan, dia juga kurang loveable dan berkarisma sebagai pemeran utama…saya justru merasa kalau Kato dan aksi2 spektakulernya lebih mencuri perhatian.
    Terus, karakter masing2 menurut saya tidak berkembang banyak…
    Namun, film ini cukup menghibur karena tidak perlu berpikir terlalu banyak akan ceritanya dan juga membuat saya tertawa…terutama saat adegan terkhir ketika Britt menggigit spatula…=D

  2. Sebagai penggemar film,terus terang film ini sangat ter amat mengecewakan sekali.Plot cerita yang terkesan dipaksakan,childish dan lebay abis…film yg terkesan “memaksa” dalam segala hal termasuk action dll,hanya menjual nama Jay Chou saja..Bagi penggemar film yang kritis maupun hardcore,film ini sangat2 tidak di rekomendasikan untuk di tonton.

Leave a Reply