Review: Mantan Manten (2019)


Diarahkan oleh Farishad Latjuba (Mantan Terindah, 2014), Mantan Manten berkisah mengenai kehidupan glamor seorang manajer investasi sukses, Yasnina (Atiqah Hasiholan), yang harus berakhir ketika dirinya dikhianati oleh pemimpin perusahaannya sendiri, Iskandar (Tio Pakusadewo). Dalam sekejap, harta Yasnina habis tak bersisa. Tidak hanya itu, rencana pernikahannya dengan sang tunangan, Surya (Arifin Putra), juga terancam batal. Sepenggal harapan muncul ketika asisten Yasnina, Ardy (Marthino Lio), mengingatkan dirinya bahwa ia masih memiliki sebuah villa yang terletak di Tawangmangu yang tidak disita karena akte kepemilikannya belum dituliskan atas nama Yasnina. Villa tersebut kini menjadi tumpuan harapan Yasnina untuk dapat bangkit kembali sekaligus mendukung usahanya untuk menyeret Iskandar ke pengadilan. Namun, usaha Yasnina untuk mengambil alih kepemilikan villa tersebut mendapatkan sebuah tantangan ketika pemilik lama villa, Koes Marjanti (Tutie Kirana), memiliki rencana lain kepada Yasnina. Sebuah rencana yang nantinya akan membuka mata sekaligus mengubah masa depan hidup dari Yasnina.

 

Naskah cerita Mantan Manten yang digarap Latjuba bersama dengan Jenny Jusuf (Critical Eleven, 2017) sebenarnya dapat saja digarap dengan mudah menjadi sebuah sajian drama dewasa yang berfokus pada hubungan romansa yang terjalin antara karakter Yasnina dan Surya – sebuah alur cerita yang sebenarnya terasa dikemukakan dan dijual oleh produser film melalui gambaran poster maupun berbagai materi promosi dari Mantan Manten. Konsep pengisahan drama romansa tersebut sebenarnya terasa cukup kental pada paruh awal pengisahan film. Namun, fokus pengisahan Mantan Manten secara perlahan mulai berubah ketika karakter Yusnina dipertemukan dengan karakter Koes Marjanti. Beruntung, perbenturan karakterisasi sekaligus budaya antara keduanya justru menjadikan film ini terasa lebih hidup. Sempalan kisah mengenai seluk beluk kehidupan seorang perias pengantin tradisional dalam adat masyarakat Jawa – yang akrab disebut sebagai “dukun manten” atau “paes” – juga menjadikan alur penceritaan Mantan Manten semakin berwarna.

Sayang, terlepas dari berbagai ide menarik yang ingin disampaikan oleh naskah ceritanya, Latjuba dan Jusuf tidak pernah benar-benar berhasil untuk mengelola deretan konflik film menjadi sebuah satuan pengisahan yang kokoh. Menyaksikan Mantan Manten terasa seperti menyaksikan tahapan-tahapan dalam kehidupan sang karakter utama, Yusnina, ketika karakter tersebut belajar untuk menerima posisi dan nasib buruk yang menyapanya agar dirinya kemudian mampu beranjak dan bangkit kembali. Keikhlasan diri. Pengembangan cerita yang kurang matang membuat tahapan-tahapan kisah tersebut gagal untuk tampil lebih kuat. Tidak ada satupun konflik maupun karakter – termasuk karakter Yusnina – yang benar-benar sukses mengikat perhatian dan emosi penonton.

Dengan durasi sepanjang 102 menit, Mantan Manten juga terasa seperti sengaja menyimpan momen besar dan emosionalnya di paruh akhir – yang tampil lengkap dengan iringan lagu Ikat Aku di Tulang Belikatmu milik Sal Priadi yang mengharu biru. Bukan sebuah pilihan yang buruk namun terasa kurang berguna dan efektif setelah bangunan cerita yang disajikan guna menuju bagian tersebut terasa datar dan seringkali hampa. Kecondongan Latjuba untuk mengeksekusi beberapa elemen pengisahan Mantan Manten dengan menghadirkan beberapa subteks maupun metafora juga tidak terasa bekerja dengan efektif akibat kedangkalan olahan cerita film secara keseluruhan – sekaligus memiliki potensi besar untuk mengalienasi sejumlah penonton.

Keterbatasan pada pengembangan konflik maupun karakter yang terjadi di banyak sudut pengisahan Mantan Manten jelas memberikan banyak pengaruh pada kekuatan akting yang ditampilkan oleh para pengisi departemen akting film. Putra, Pakusadewo, dan Lio hadir dengan sajian akting yang jauh dari kesan mengesankan. Untungnya, Hasiholan dan Kirana tetap sukses untuk menghidupkan dua karakter yang mereka perankan secara meyakinkan. Hubungan yang terjalin antara karakter Yusnina dan Koes Marjanti hadir memikat berkat chemistry yang melingkupi penampilan Hasiholan dan Kirana. Hasiholan, khususnya, tampil lugas dalam membawakan karakternya, tidak pernah berusaha menampilkan sentuhan emosi yang berlebihan, dan membiarkan penonton untuk dapat menyelami setiap esensi rasa yang dilalui oleh karakternya. Jelas salah satu penampilan akting terbaik yang pernah diberikan Hasiholan. [C-]

mantan-manten-atiqah-hasiholan-movie-posterMantan Manten (2019)

Directed by Farishad Latjuba Produced by Anggia Kharisma, Kori Adyaning Written by Farishad Latjuba, Jenny Jusuf Starring Atiqah Hasiholan, Arifin Putra, Tutie Kirana, Tio Pakusadewo, Marthino Lio, Oxcel, Dodit Mulyanto, Ria Irawan, Arswendi Nasution, Jenny Zhang, Aimee Saras Music by Windra Benyamin Cinematography Amalia TS Edited by Aji Pradityo Production company Visinema Pictures/JD.id/Kaskus Running time 102 minutes Country Indonesia Language Indonesian

2 thoughts on “Review: Mantan Manten (2019)”

Leave a Reply